Hallo for anyone who read this blog !
I apologize that I have to tell you that this blog will be on hiatus for a while due to certain reasons. Please don't ask the reason, I'm afraid I can't answer it :P
However, I still quote something or reblog everything I think interesting in my secondary blog www.jurnalramadhan.tumblr.com.
If you have any suggestion on anything, feel free to reach me via ramadhan.journal@gmail.com or asking button in my tumblr.
Thank you very much for reading my blog.
May you have a happy life :)
Sincerely,
Gama Ramadhan
Read More..
If you can't explain it simply, you don't understand it well enough. (A. Einstein, 1879-1955)
Sabtu, 08 November 2014
Senin, 18 Agustus 2014
Mengapa skeptis?
(sumber: aidwatchers.com) |
Double-blind, randomized placebo-controlled study dirancang untuk memungkinkan mengeliminasi berbagai faktor dan kondisi yang tidak semestinya dan memungkinkan peneliti untuk mengambil kesimpulan yang paling tepat, mendekati keadaan yang sebenar-benarnya. Bagaimana ini bisa terjadi? Mari kita telaah satu persatu dari nama metode ini sendiri. Istilah placebo-controlled berarti bahwa penelitian ini menggunakan minimal dua kelompok uji: satu kelompok uji diberikan agen (obat) yang sedang diteliti; kelompok uji lainnya diberikan plasebo, suatu bahan/sediaan yang mirip secara pemerian dengan agen (obat) tetapi tidak mempunya efek apapun atau bisa kita sebut obat bohongan. Randomized berarti baik obat uji maupun plasebo diberikan secara acak kepada subjek uji. Double blind dimaksudkan bahwa baik peneliti/investigator maupun subjek uji tidak mengetahui siapa dapat yang mana. Ada orang ketiga yang mengatur, mengacak, dan mencatat kepada siapa, obat atau placebo diberikan. Akan tetapi orang ketiga ini tidak ikut serta dalam analisis penelitian. Hal-hal tersebut dilakukan untuk mengeliminasi bias hasil penelitian yang mungkin disebabkan oleh sugesti subjek uji (placebo effect) maupun subjektivitas peneliti (observer bias) dan subjek uji (Rosenthal effect).
Oleh karena kekuatannya dalam mengeliminasi berbagai bias yang mungkin timbul, metode ini biasa digunakan dalam uji klinis (clinical trial) untuk mengetahui efektivitas suatu agen (obat) dalam memberikan efek atas klaim/hasil yang ditujukan pada manusia (misalnya, mengetahui efek anti nyeri suatu obat A). FDA mensyaratkan dua kali uji ini sebelum suatu obat baru diizinkan beredar. Suatu metode yang luarbiasa walaupun tidak mudah untuk dilakukan. Bila kita membaca paper yang menggunakan metode ini, kita hampir bisa mengambil kesimpulan bahwa hasil penelitian atau kesimpulan yang diambil metode ini berkualitas premium ataupun mendekati 100% kebenarannya.
Sayangnya, meskipun metode ini sangat kuat, hal tersebut tidak menjadikannya serta-merta membuat suatu hasil penelitian berkualitas premium atau sudah pasti benar kesimpulannya. Saya selalu teringat pertanyaan salah seorang dosen di almamater ketika sedang membaca-baca suatu paper, “Apa yang pertama kali perlu kita lihat,” tanya beliau, “untuk mengetahui kualitas suatu paper?” Kami, sewaktu itu, tidak ada yang berhasil menjawab dengan tepat hingga akhirnya beliau yang menjawab sendiri, “Untuk tahu kualitas suatu paper,” lanjut beliau, “hal yang pertama kali dilihat adalah sampel yang digunakan.” Bahkan metode sekuat double-blind, randomized placebo-controlled trial sekalipun bisa menghasilkan hasil yang tidak tepat atau kesimpulan yang melenceng bila sedari awal, sampel yang digunakan keliru. Sebagai contoh (walau agak dramatis), kita ingin melihat efek obat M terhadap penyakit Malaria yang disebabkan oleh parasit Plasmodium falciparum. Akan menghasilkan kesimpulan yang keliru, bila sampel subjek penelitian yang digunakan terjangkit Malaria yang ternyata hampir 80% disebabkan oleh parasit Plasmodium vivax. Contoh lainnya, kita bisa saja mengambil jumlah sampel yang terlalu sedikit sehingga efek obat M terhadap penyakit Malaria yang disebabkan oleh P. falciparum tidak signifikan secara statistik bila dibandingkan dengan plasebo. Hal ini tidak berarti obat M tidak memiliki efek melawan P. falciparum, tetapi butuh jumlah sampel yang lebih besar untuk dapat mendeteksi efektifitas obat M.
Kembali ke judul
Skeptis bisa jadi kata yang terlalu keras, mungkin kita bisa memperhalusnya menjadi suatu tindakan kehati-hatian, berhati-hati atas apa-apa yang kita terima dan peroleh dari hamburan informasi yang berselayaran di sekitar kita. Dalam membaca suatu paper penelitian pun, kehati-hatian diperlukan untuk mengevaluasi apakah hasil penelitian yang kita baca kuat dan valid sehingga bisa dijadikan landasan. Kita kemudian akan menilai, membaca, menggali lebih banyak lagi dari referensi-referensi yang lain untuk membangun kesimpulan yang kita susun. Perilaku yang sama secara prinsipil diperlukan oleh semua orang di dunia ini, tanpa memandang latar belakang pekerjaan atau pendidikan. Hal ini akan membuat kita lebih mengerti bahwa bias informasi bisa terjadi dimana saja, pada posisi apa saja, dan oleh siapa saja, apalagi pada dunia yang kompleks dimana kita tidak bisa mengontrol arus yang masuk ke dalam kepala kita; sekaligus membuat kita lebih rendah hati dalam mengklaim sesuatu atas pengetahuan kita yang tidak seberapa atasnya. Kebenaran bisa jadi subjektif, bervariasi, atau lebih dari satu, dan kita memiliki kemampuan untuk memilah dan memilihnya. Di atas pilihan itu sendiri, lebih penting rasanya untuk memilih dengan cara yang paling baik.
Read More..
Sabtu, 28 Juni 2014
Summer Tsukuba #6: Farewell Party
Don't be dismayed at good-byes. A farewell is necessary before we can meet again and meeting again, after moments or a lifetime, is certain for those who are friends. (Unknown)
Mendekati seminggu akhir di Tsukuba menjadi puncak-puncak kesibukan seiring dengan target yang senantiasa dikejar. Setiap akhir pekan, saya mengirimkan laporan pekanan ke Aoki sensei di Jakarta atas kemajuan yang telah dicapai. Hingga pekan terakhir, saya telah berhasil mengisolasi 5 senyawa bahan alam, walaupun tidak semuanya memiliki tingkat kemurnian yang tinggi, dari sejumlah fraksi sampel tanaman yang dibawa ke Tsukuba. Mendekati pekan akhir juga diwarnai dengan kemas-kemas oleh-oleh yang hendak dibawa ke Jakarta :)
Di pekan terakhir Juli, kami, semua anggota lab, mengadakan pesta perpisahan untuk kami bertiga (saya, mba Lidya, dan ka Tia) yang akan segera kembali ke Indonesia. Pesta diadakan setelah maghrib, sesudah kami berbuka, di atas atap lab yang pada sore harinya sudah dihiasi lampion dan pernak-perniknya, meja-meja panjang untuk makan bersama serta semacam panggangan. Berbagai makanan disediakan, mulai dari ikan hingga daging sapi. Oleh karena semua anggota lab tahu kami hanya memakan daging halal, khusus untuk kami pun dibelikan daging yang berlabel halal. Kalo untuk ikan dan lainnya, Alhamdulillah tidak ada yang meragukan. Minuman pun disediakan berbagai jus, walaupun beberapa anggota lab juga menikmati minuman keras seperti anggur atau bir kaleng. Turut hadir pula Kawahara sensei yang merupakan direktur NIBIO tempat lab kami berada.
Saya pikir sudah menjadi tradisi orang Jepang untuk memberikan hadiah-hadiah kecil (omiyage) kepada orang lain, terutama sebagai tanda terimakasih ataupun perpisahan. Saya pun pada hari-hari sebelumnya sempat menyiapkan omiyage untuk para anggota lab. Banyak kenangan, kesan, hal-hal yang sangat patut untuk saya syukuri Ramadhan tahun 2013 ini. Saya tidak pernah tahu apakah akan ada kesempatan lagi menginjakkan kaki di tanah matahari terbit dan berjumpa dengan mereka lagi atau tidak. Di antara berbagai dinamika, naik dan turunnya hidup kita, saya pikir selalu ada waktu-waktu di mana senyum mengembang dan hati yang ringan bersuka ria. Kenangan musim panas di tahun 2013 adalah salah satunya. ‘Ala kulli hal, Alhamdulillah. :)
Read More..
Mendekati seminggu akhir di Tsukuba menjadi puncak-puncak kesibukan seiring dengan target yang senantiasa dikejar. Setiap akhir pekan, saya mengirimkan laporan pekanan ke Aoki sensei di Jakarta atas kemajuan yang telah dicapai. Hingga pekan terakhir, saya telah berhasil mengisolasi 5 senyawa bahan alam, walaupun tidak semuanya memiliki tingkat kemurnian yang tinggi, dari sejumlah fraksi sampel tanaman yang dibawa ke Tsukuba. Mendekati pekan akhir juga diwarnai dengan kemas-kemas oleh-oleh yang hendak dibawa ke Jakarta :)
Di pekan terakhir Juli, kami, semua anggota lab, mengadakan pesta perpisahan untuk kami bertiga (saya, mba Lidya, dan ka Tia) yang akan segera kembali ke Indonesia. Pesta diadakan setelah maghrib, sesudah kami berbuka, di atas atap lab yang pada sore harinya sudah dihiasi lampion dan pernak-perniknya, meja-meja panjang untuk makan bersama serta semacam panggangan. Berbagai makanan disediakan, mulai dari ikan hingga daging sapi. Oleh karena semua anggota lab tahu kami hanya memakan daging halal, khusus untuk kami pun dibelikan daging yang berlabel halal. Kalo untuk ikan dan lainnya, Alhamdulillah tidak ada yang meragukan. Minuman pun disediakan berbagai jus, walaupun beberapa anggota lab juga menikmati minuman keras seperti anggur atau bir kaleng. Turut hadir pula Kawahara sensei yang merupakan direktur NIBIO tempat lab kami berada.
farewell party di atap lab. Kampai ! |
Read More..
Summer Tsukuba #5: Puasa !
A 15 hours fasting !
Ada yang lebih spesial kali ini dari sekedar kunjungan kedua ke Jepang, ini kali pertama saya menjalankan tigaperempat bulan Ramadhan di negeri orang, ini kali pertama saya berpuasa selama sekitar 15 jam. Berpuasa di negeri dengan penduduk mayoritas nonmuslim sebenarnya bukan suatu masalah, apalagi jika mereka juga mengerti hal yang sedang kita lakukan. Jika ada hal yang berbeda dari hari biasa adalah bahwa saya absen dari makan siang bersama anggota lab lainnya. Karena memang sedang berpuasa, maka saat istirahat saya isi dengan kembali melanjutkan pekerjaan di lab. Satu hal lagi yang sangat berbeda tentu saja tidak ada pasar kaget penjual kolak pisang, pacar cina, atau kue-kue basah di kanan kiri jalan atau orang-orang yang menghabiskan waktu menunggu maghrib seperti di Indonesia.
Meskipun belum memasuki puncak musim panas di bulan Agustus, matahari bersinar lebih lama dari pada musim lainnya. Di sini, kita sudah memasuki waktu subuh di sekitar jam 3 pagi dan menjemput waktu maghrib di sekitar jam setengah 7. Durasi puasa memang berkisar 15 jam, terlihat berat apalagi di musim panas, tetapi jika dijalani ternyata biasa saja. Apalagi jika kamu menghabiskan lebih dari setengah waktu kamu di lab. Menjalani puasa di sini, Alhamdulillah, banyak diberi kemudahan karena pihak asrama TBIC pun menfasilitasi bagi para penghuni muslim, makanan untuk sahur. Pada malam sebelumnya, mereka yang berpuasa akan mengisi semacam borang yang berisikan menu untuk sahur. Variasi menunya tidak banyak, tetapi jenisnya cukup lengkap dari nasi/roti/cornflake, ada lauknya berupa ayam, serta minuman sari buah ataupun susu. Mas Andi, sebagai ketua komunitas WNI di TBIC, pun berhasil melobi pihak TBIC untuk menyediakan ruangan shalat yang lebih luas di lantai 2 selama bulan Ramadhan. Cukup kiranya memuat belasan muslim yang hendak bertarawih bersama di TBIC. Tarawih pun menjadi hal yang sangat berkesan di Ramadhan tahun 2013, karena inilah pertama kalinya saya berjamaah dengan muslim dari berbagai belahan dunia, dari Asia hingga Afrika, baik berkulit hitam maupun bule. Imam tarawih biasa dipimpin oleh seorang saudara Muslim dari Mesir yang bersuara merdu setiap kali membaca ayat-ayat Qur’an. Selain itu, setiap hari kami bergantian menyediakan ta’jil untuk berbuka bersama, sekedar sirup dan kurma yang dinikmati bersama-sama.
Di Tsukuba terdapat satu masjid yang biasa dijadikan semua komunitas muslim dari berbagai benua yang tinggal di Tsukuba untuk shalat jum’at berjamaah. Kamu jangan membayangkan sebuah masjid dengan kubah di tengah dan tiang-tiang penyangga berwarna putih atau lainnya. Masjid Tsukuba merupakan rumah (saya kurang tahu apakah hanya menyewa atau sudah dibeli) yang cukup besar dan memiliki 3 ruangan utama: ruang shalat pria, ruang shalat wanita, dan ruang untuk pengurus masjid. Di sampingnya terdapat semacam toko yang menjual macam-macam pangan halal. Meskipun demikian, di sini merupakan pusat komunitas muslim Tsukuba berkumpul, bercengkrama, dan saling berbagi persaudaraan, cinta, serta keimanan. Sepertinya sudah menjadi tradisi untuk melaksanakan buka puasa bersama setiap akhir pekan di sini. Biasanya pelaksana buka puasa dibagi per komunitas Muslim, misalnya pada minggu pertama dilaksanakan oleh komunitas muslim dari Timur Tengah yang menyediakan nasi biryani atau minggu kedua dilaksanakan oleh komunitas muslim dari Indonesia-Malaysia yang kali ini menyediakan menu ayam kecap, capcai, lumpia, hingga brownies kukus. Perjalanan dari TBIC menuju masjid sekitar satu jam yang ditempuh dengan naik sepeda. Seperti biasa, saya ke sana bersama Mas Andi dan Mas Suryo.
Alhamdulillah, Ramadhan tahun 2013 memang jadi Ramadhan yang demikian istimewa, bukan karena dijalani di negeri orang, melainkan betapa gembiranya bersua dengan saudara-saudara Muslim dari berbagai negara. Menjadi minoritas di negara lain memang membuat rasa persaudaraan dan kedekatan hati menjadi begitu terasa, tetapi bukan tentang itu, bukan hanya itu, Allah sedemikian baiknya mendekatkan hati-hati sesama muslim, memperingankan langkah-langkah kaki bersilaturahim serta tangan kita bersalaman, dan mulut kita yang tersungging senyum seraya berucap salam. Semoga Allah memberkahi tiap jumpa dan salam kita, semoga Allah merahmati tiap silaturahim yang senantiasa dihubungkan. Allahu yubarik fiikum
Read More..
Ada yang lebih spesial kali ini dari sekedar kunjungan kedua ke Jepang, ini kali pertama saya menjalankan tigaperempat bulan Ramadhan di negeri orang, ini kali pertama saya berpuasa selama sekitar 15 jam. Berpuasa di negeri dengan penduduk mayoritas nonmuslim sebenarnya bukan suatu masalah, apalagi jika mereka juga mengerti hal yang sedang kita lakukan. Jika ada hal yang berbeda dari hari biasa adalah bahwa saya absen dari makan siang bersama anggota lab lainnya. Karena memang sedang berpuasa, maka saat istirahat saya isi dengan kembali melanjutkan pekerjaan di lab. Satu hal lagi yang sangat berbeda tentu saja tidak ada pasar kaget penjual kolak pisang, pacar cina, atau kue-kue basah di kanan kiri jalan atau orang-orang yang menghabiskan waktu menunggu maghrib seperti di Indonesia.
Meskipun belum memasuki puncak musim panas di bulan Agustus, matahari bersinar lebih lama dari pada musim lainnya. Di sini, kita sudah memasuki waktu subuh di sekitar jam 3 pagi dan menjemput waktu maghrib di sekitar jam setengah 7. Durasi puasa memang berkisar 15 jam, terlihat berat apalagi di musim panas, tetapi jika dijalani ternyata biasa saja. Apalagi jika kamu menghabiskan lebih dari setengah waktu kamu di lab. Menjalani puasa di sini, Alhamdulillah, banyak diberi kemudahan karena pihak asrama TBIC pun menfasilitasi bagi para penghuni muslim, makanan untuk sahur. Pada malam sebelumnya, mereka yang berpuasa akan mengisi semacam borang yang berisikan menu untuk sahur. Variasi menunya tidak banyak, tetapi jenisnya cukup lengkap dari nasi/roti/cornflake, ada lauknya berupa ayam, serta minuman sari buah ataupun susu. Mas Andi, sebagai ketua komunitas WNI di TBIC, pun berhasil melobi pihak TBIC untuk menyediakan ruangan shalat yang lebih luas di lantai 2 selama bulan Ramadhan. Cukup kiranya memuat belasan muslim yang hendak bertarawih bersama di TBIC. Tarawih pun menjadi hal yang sangat berkesan di Ramadhan tahun 2013, karena inilah pertama kalinya saya berjamaah dengan muslim dari berbagai belahan dunia, dari Asia hingga Afrika, baik berkulit hitam maupun bule. Imam tarawih biasa dipimpin oleh seorang saudara Muslim dari Mesir yang bersuara merdu setiap kali membaca ayat-ayat Qur’an. Selain itu, setiap hari kami bergantian menyediakan ta’jil untuk berbuka bersama, sekedar sirup dan kurma yang dinikmati bersama-sama.
Di Tsukuba terdapat satu masjid yang biasa dijadikan semua komunitas muslim dari berbagai benua yang tinggal di Tsukuba untuk shalat jum’at berjamaah. Kamu jangan membayangkan sebuah masjid dengan kubah di tengah dan tiang-tiang penyangga berwarna putih atau lainnya. Masjid Tsukuba merupakan rumah (saya kurang tahu apakah hanya menyewa atau sudah dibeli) yang cukup besar dan memiliki 3 ruangan utama: ruang shalat pria, ruang shalat wanita, dan ruang untuk pengurus masjid. Di sampingnya terdapat semacam toko yang menjual macam-macam pangan halal. Meskipun demikian, di sini merupakan pusat komunitas muslim Tsukuba berkumpul, bercengkrama, dan saling berbagi persaudaraan, cinta, serta keimanan. Sepertinya sudah menjadi tradisi untuk melaksanakan buka puasa bersama setiap akhir pekan di sini. Biasanya pelaksana buka puasa dibagi per komunitas Muslim, misalnya pada minggu pertama dilaksanakan oleh komunitas muslim dari Timur Tengah yang menyediakan nasi biryani atau minggu kedua dilaksanakan oleh komunitas muslim dari Indonesia-Malaysia yang kali ini menyediakan menu ayam kecap, capcai, lumpia, hingga brownies kukus. Perjalanan dari TBIC menuju masjid sekitar satu jam yang ditempuh dengan naik sepeda. Seperti biasa, saya ke sana bersama Mas Andi dan Mas Suryo.
Masjid Tsukuba |
Buka puasa bersama minggu pertama dengan menu utama nasi biryani |
Buka bersama minggu kedua disiapkan oleh komunitas muslim Indonesia dan Malaysia. Saya pun ikut bantu-bantu mempersiapkannya :)) |
Read More..
Summer Tsukuba #4: Festival !
There is no summer, without a festival !
Saya kira musim panas adalah musim perayaan di banyak negara. Meskipun cuaca memanas, tak ada yang benar-benar menghalangi keceriaan musim panas. Dan mengunjungi sebuah festival musim panas adalah hal menyenangkan bagi siapa saja. Di Jepang, sejauh yang saya tahu, ada beberapa festival yang diadakan saat musim panas tiba, seperti Festival Tanabata, Festival Hanabi, Festival Obon ataupun Bon-Odori, dan berbagai festival lokal di daerah. Alhamdulillah, saya berkesempatan untuk mengunjungi tiga festival yang diadakan di Tokyo di bulan Juli, yaitu Festival Iriya-Asagao, Festival Tanabata, dan Festival Hanabi.
Festival Iriya-Asagao
Iriya-asagao atau morning glory flower merupakan bunga yang sangat familiar bagi warga Jepang. Bunga ini mudah dipelihara dan merawatnya sering dijadikan tugas musim panas bagi sekolah anak-anak di Jepang. Festival Iriya-Asagao diadakan setiap tahun pada minggu awal Juli di jalan Kototoi-dori, Iriya, Tokyo. Festival ini dicirikan dengan begitu banyaknya stand penjual bunga morning glory, serta tentu saja stand jajanan yang selalu ada di sisi-sisi jalan.
Hari minggu, 7 Juli, saya berangkat dari TBIC menuju Tsukuba center dengan ka Tia dan mba Lidya menggunakan Tsukubus yang melewati tempat pemberhentian bus Koyodai. Sesampainya di Tsukuba center, kami melanjutkan perjalanan dengan kereta Tsukuba express hingga stasiun Asakusa. Di sini kami kemudian bergabung bersama beberapa anggota lab NIBIO, Kawakami-san yang mengikutsertakan suaminya dan Matsubara-san yang mengajak temannya yang ternyata dapat berbahasa Indonesia dengan lumayan baik. Merekalah yang menjadi pemandu festival kami hari itu. Festival Tanabata sebenarnya merupakan tujuan utama kunjungan ke Tokyo kali ini, namun karena pada hari yang sama terdapat Festival Iriya-Asagao pula maka kami pergi ke festival ini terlebih dahulu. Jarak antara jalan Kototoi-dori, tempat Festival Iriya-Asagao berlangsung, dengan jalan Kappabashi, lokasi Festival Tanabata digelar mendukung rencana jalan-jalan kali ini. Dan oleh karena kami masih berada di daerah Asakusa, maka kurang lengkap rasanya bila tidak berkunjung ke Kuil Sansoji terlebih dahulu.
Festival Tanabata
Tanabata dilaksanakan untuk merayakan pertemuan cinta antara sepasang suami-istri dewa-dewi langit, Orihime dan Hikoboshi, yang hanya dapat berjumpa satu tahun sekali pada tanggal 7 bulan ke 7. Agak mengenaskan sih, hanya bisa bertemu sehari dalam setahun, tapi kira-kira demikian sebagai hukuman dari langit qkarena terlalu asyik dengan dunia mereka sendiri setelah menikah sehingga melupakan tugas kelangitan mereka. Festival Tanabata memang diadakan setiap tahun pada (umumnya) tanggal 7 Juli di berbagai daerah di Jepang. Pada festival tanabata, setiap orang akan menuliskan harapan/cita-cita mereka pada sepotong kertas warna-warni (tanzaku) dan menggantungkan pada pohon bambu. Festival Tanabata tahun ini diadakan di sepanjang jalan Kappabashi, dengan berbagai untaian ornamen dan pernak-pernik warna-warni yang sangat menarik. Ketika memasuki jalan Kappabashi, kita akan disambut oleh fukinagasi, ornamen berbentuk bola pada pangkalnya dengan banyak pita menjuntai berwarna-warni, yang seakan menari bila terhembus angin.
Hari itu adalah hari yang sangat cerah, menambah semarak dan gairah orang-orang dalam berfestival. Kita akan melihat banyak orang yang memakai yukata warna warni, baik laki-laki maupun wanita. Di sepanjang jalan juga banyak pohon bambu tempat orang-orang menggantungkan tanzaku atau orizuru (kertas lipat berbentuk bangau), atau hiasan lain yang berbentuk segitiga atau lingkaran yang dipasang berkaitan satu sama lain hingga menjuntai beberapa sentimeter. Semakin ke tengah, kita akan melihat berbagai atraksi seperti tarian atau permainan yang saya tidak mengerti cara bermainnya, hahaa.
Hal yang disayangkan, Fuchino sensei tidak dapat bergabung bersama kami hari itu, sehingga sebagai gantinya, beliau menitipkan uang untuk mentraktir kami unagi, makanan yang berisikan belut panggang yang disiram saus tertentu dan diletakkan di atas nasi. Satu kata untuk makanan ini: oishii !
Festival Hanabi
Hanabi dalam Bahasa Indonesia berarti kembang api, ya, Festival Hanabi adalah festival kembang api yang biasa diadakan setiap akhir Juli di berbagai daerah di Jepang. Hari itu sabtu, 27 Juli kami berangkat dari TBIC sekitar siang hari dengan cuaca cukup panas di bulan puasa. Seperti biasa, rombongan hari itu adalah saya, mas Andi, mas Dafi, mas Suryo, ka Tia, ka Nani berangkat menggunakan sepeda menuju TBIC. Di sana kami bergabung dengan mba Krisna dan mba Ria. Sama seperti pada Festival Hanabi, kami menggunakan kereta Tsukuba Express menuju Asukasa, di mana atraksi kembang api akan berlangsung di atas sungai Sumida yang melintas di samping menara Tokyo SkyTree. Atraksi dimulai sekitar pukul enam sore, sedangkan sekitar setengah lima kami sudah sampai di stasiun Asakusa. Kami menyempatkan diri untuk berjalan di sepanjang pasar tradisional di depan Kuil Sansoji yang sudah mulai pada dipenuhi pengunjung sekaligus memikirkan titik-titik di mana akan melihat atraksi kembang api yang bagus.
Saat sampai di Kuil Sansoji, kami terpisah menjadi dua grup karena padatnya manusia yang mulai memenuhi daerah di sekitar Kuil Sansoji dan sungai Sumida. Saya bersama grup mas Andi, kang Dafi, dan mba Krisna memutuskan untuk mencari tempat melihat kembang api di sekitar sungai Sumida. Berhubung hari itu sudah bulan puasa, setelah mendapatkan tempat yang cukup baik dan sudah membawa bekal untuk berbuka, kami memutuskan untuk membeli beberapa minuman dan kentang rebus yang ternyata besar sekali bagi saya untuk menghabiskannya, hahaa. Atraksi kembang api dimulai beberapa menit setelah kami berbuka.
Bagaimanapun juga ternyata takdir berkata lain, sekitar pukul tujuh malam, hujan lebat mengguyur daerah Asukasu sehingga atraksi kembang api hanya berlangsung sekitar satu jam serta atraksi-atraksi utama belum sempat diluncurkan. Kami sempat berteduh dahulu di depan sebuah toko hingga hujan reda. Akhirnya kami memutuskan untuk pulang agar tidak terlalu larut sampai di TBIC, walaupun mas Andi dan kang Dafi sempat mentraktir saya sushi seharga 300 yen lebih/potong, hohohoo. Berdasarkan pengamatan sok tahu, saya membagi tiga tingkat restoran sushi. Pertama yang menyajikan sushi seharga sekitar 100 yen. Biasanya potongan daging ikan sushi tersebut tidak dipotong segar ketika pengunjung memesan. Seperti jika makan di warteg, kita memilih sushi yang hendak dimakan dan langsung disajikan kepada kita. Restoran tipe kedua adalah yang menyajikan sushi seharga sekitar 300 yen ke atas. Potongan daging ikan akan dipotong segar saat kita memesan menu yang diinginkan. Sehingga kita harus menunggu dulu beberapa lama hingga pesanan sampai ke meja untuk siap dimakan. Restoran tipe ketiga adalah yang menyajikan sushi seharga lebih dari 1000 yen. Ini adalah restoran kelas atas yang tidak pernah saya bayangkan untuk masuk ke dalamnya. Menurut kabar yang beredar, pengunjung akan memilih sendiri ikan hidup yang akan dijadikan sushi. Weew…
Sampai kembali di stasiun Tsukuba sekitar pukul 9 malam. Kami mengambil sepeda yang diparkir di salah satu swalayan di dekat Tsukuba center dan bergerak menuju TBIC dalam dengan diiringi lampu sepeda. Sekitar pukul 11 malam kami sudah masuk ke kamar masing-masing. Oleh karena azan subuh sekitar pukul 3 pagi, maka saya memutuskan untuk terjaga hingga selesai shalat subuh. Setelahnya menuntaskan waktu tidur yang kurang di hari minggu :)
Read More..
Saya kira musim panas adalah musim perayaan di banyak negara. Meskipun cuaca memanas, tak ada yang benar-benar menghalangi keceriaan musim panas. Dan mengunjungi sebuah festival musim panas adalah hal menyenangkan bagi siapa saja. Di Jepang, sejauh yang saya tahu, ada beberapa festival yang diadakan saat musim panas tiba, seperti Festival Tanabata, Festival Hanabi, Festival Obon ataupun Bon-Odori, dan berbagai festival lokal di daerah. Alhamdulillah, saya berkesempatan untuk mengunjungi tiga festival yang diadakan di Tokyo di bulan Juli, yaitu Festival Iriya-Asagao, Festival Tanabata, dan Festival Hanabi.
Festival Iriya-Asagao
Iriya-asagao atau morning glory flower merupakan bunga yang sangat familiar bagi warga Jepang. Bunga ini mudah dipelihara dan merawatnya sering dijadikan tugas musim panas bagi sekolah anak-anak di Jepang. Festival Iriya-Asagao diadakan setiap tahun pada minggu awal Juli di jalan Kototoi-dori, Iriya, Tokyo. Festival ini dicirikan dengan begitu banyaknya stand penjual bunga morning glory, serta tentu saja stand jajanan yang selalu ada di sisi-sisi jalan.
Festival Iriya-Asagao dengan bunga Asagao biru memesona |
Kuil Sansoji yang berada di Asukasa ini merupakan salah satu tujuan wisata yang menarik. Kamu bisa ikut mencoba melihat peruntungan di masa depan di sini ;) |
Festival Tanabata
Tanabata dilaksanakan untuk merayakan pertemuan cinta antara sepasang suami-istri dewa-dewi langit, Orihime dan Hikoboshi, yang hanya dapat berjumpa satu tahun sekali pada tanggal 7 bulan ke 7. Agak mengenaskan sih, hanya bisa bertemu sehari dalam setahun, tapi kira-kira demikian sebagai hukuman dari langit qkarena terlalu asyik dengan dunia mereka sendiri setelah menikah sehingga melupakan tugas kelangitan mereka. Festival Tanabata memang diadakan setiap tahun pada (umumnya) tanggal 7 Juli di berbagai daerah di Jepang. Pada festival tanabata, setiap orang akan menuliskan harapan/cita-cita mereka pada sepotong kertas warna-warni (tanzaku) dan menggantungkan pada pohon bambu. Festival Tanabata tahun ini diadakan di sepanjang jalan Kappabashi, dengan berbagai untaian ornamen dan pernak-pernik warna-warni yang sangat menarik. Ketika memasuki jalan Kappabashi, kita akan disambut oleh fukinagasi, ornamen berbentuk bola pada pangkalnya dengan banyak pita menjuntai berwarna-warni, yang seakan menari bila terhembus angin.
Fukinagasi di sepanjang jalan Kappabashi memeriahkan keceriaan festival |
Festival Tanabata dan semarak kemeriahannya |
Sebelum bersantap unagi. Dari kiri-kanan: Matsubara san, ka Tia, Saya, Kawakami-san dan suami, teman dari Matsubara-san. (Terimakasih untuk mba Lidya yang menjadi juru foto) |
Festival Hanabi
Hanabi dalam Bahasa Indonesia berarti kembang api, ya, Festival Hanabi adalah festival kembang api yang biasa diadakan setiap akhir Juli di berbagai daerah di Jepang. Hari itu sabtu, 27 Juli kami berangkat dari TBIC sekitar siang hari dengan cuaca cukup panas di bulan puasa. Seperti biasa, rombongan hari itu adalah saya, mas Andi, mas Dafi, mas Suryo, ka Tia, ka Nani berangkat menggunakan sepeda menuju TBIC. Di sana kami bergabung dengan mba Krisna dan mba Ria. Sama seperti pada Festival Hanabi, kami menggunakan kereta Tsukuba Express menuju Asukasa, di mana atraksi kembang api akan berlangsung di atas sungai Sumida yang melintas di samping menara Tokyo SkyTree. Atraksi dimulai sekitar pukul enam sore, sedangkan sekitar setengah lima kami sudah sampai di stasiun Asakusa. Kami menyempatkan diri untuk berjalan di sepanjang pasar tradisional di depan Kuil Sansoji yang sudah mulai pada dipenuhi pengunjung sekaligus memikirkan titik-titik di mana akan melihat atraksi kembang api yang bagus.
Suasana sore hari di daerah Kuil Sansoji sebelum atraksi kembang api dimulai |
Rona-rona kembang api di atas sungai Sumida. Aslinya jauh lebih dramatis dan spektakular |
Mampir-mampir sejenak sebelum kembali ke Tsukuba |
Read More..
Jumat, 27 Juni 2014
Summer Tsukuba #3: NIBIO Tsukuba
Research is what I'm doing when I don't know what I'm doing. (Wernher von Braun)
Pelatihan sekaligus bekerja adalah alasan utama saya mendapat kesempatan kembali mengunjungi Jepang. Seperti yang sudah dijelaskan pada tulisan pertama, sebagian besar hari-hari saya di sini dihabiskan di sebuah institusi penelitian bernama NIBIO atau National Institute of Biomedical Inovation. NIBIO sendiri memiliki beberapa fasilitas riset di berbagai daerah di Jepang dengan pusatnya yang berada di Osaka. Di Tsukuba terdapat dua fasilitas riset NIBIO, yaitu Tsukuba Primate Research Center dan tempat saya ‘ngelab’, Research Center for Medicinal Plant Resources. Apa yang saya kerjakan di sini? Secara sederhana, saya mencari senyawa kimia bahan alam dari suatu spesies tanaman yang memiliki aktivitas anti hepatitis C. Kurang lebih, di sini saya mempelajari teknik-teknik yang biasa dilakukan oleh para peneliti di NIBIO dalam mengisolasi senyawa kimia bahan alam.
Setiap pagi saya, mba Lidya, dan ka Tia berangkat dari TBIC menuju NIBIO bersama dengan para penghuni TBIC lainnya dengan bus yang disediakan oleh JICA. Penghuni TBIC berasal dari beragam negara dengan tujuan tinggal di sana biasanya karena mendapat beasiswa S2/S3 atau pelatihan dari JICA. Setiap pagi senin hingga jumat, kami selalu disediakan dua bus besar dengan rute yang berbeda untuk mengantar para penghuni TBIC ke lokasi aktivitasnya masing-masing. Perjalanan bisa lebih ditempuh dalam waktu sekitar 15 menit dengan melewati berbagai institusi riset yang berada di Tsukuba. Begitu sampai, kami mengganti sepatu luar dengan sepatu lab, naik ke lantai dua (tempat lab kami berada), masuk ke ruang staf lab dan mengucapkan selamat pagi ohayou gozaimasu ! kepada setiap orang, terutama pada sensei kami. Selanjutnya masuk ke dalam lab dan mulai bekerja di bench masing-masing.
NIBIO, tempat lab saya berada, merupakan area yang cukup luas. Terdapat berbagai macam ladang tempat tanaman obat ditanam untuk dipanen. Koleksi herbariumnya juga banyak, menyimpan tanaman obat dari berbagai daerah di dunia, termasuk Indonesia. Terdapat dua gedung utama yang saya jelajahi untuk bekerja, satu gedung di mana saya menghabiskan sebagian besar waktu penelitian di sana (tempat saya berfoto dengan Takewaki-san di atas) dan satu gedung di mana berbagai instrumen analisis kimia berada. Di gedung yang saya sebut terakhir, biasa saya kunjungi untuk mendapatkan data spektrum NMR dari senyawa kimia yang saya dapat.
Orang-orang di lab ini sangat ramah dan menyenangkan. Sensei saya, Fuchino sensei, adalah orang yang humoris dan terkadang suka ‘jahil’ dengan anggota labnya. Bila jam makan siang tiba, beliau akan meminta semua anggota lab untuk menghentikan pekerjaannya dan makan siang bersama di ruang staf. Sudah menjadi budaya di sini untuk membawa bekal (bento) masing-masing. Oleh karena, lokasi lab yang jauh dari tempat makan ataupun combini (convenient store), maka saya biasanya membawa bento yang disisihkan dari jatah makan pagi di TBIC. Beberapa kali, sensei membawa banyak tomat atau semangka untuk dimakan bersama saat makan siang. Dan pertama kalinyalah saya mencoba memakan semangka yang ditaburi garam dahulu sebelumnya. Dan ternyata, lezat juga :3
Read More..
Pelatihan sekaligus bekerja adalah alasan utama saya mendapat kesempatan kembali mengunjungi Jepang. Seperti yang sudah dijelaskan pada tulisan pertama, sebagian besar hari-hari saya di sini dihabiskan di sebuah institusi penelitian bernama NIBIO atau National Institute of Biomedical Inovation. NIBIO sendiri memiliki beberapa fasilitas riset di berbagai daerah di Jepang dengan pusatnya yang berada di Osaka. Di Tsukuba terdapat dua fasilitas riset NIBIO, yaitu Tsukuba Primate Research Center dan tempat saya ‘ngelab’, Research Center for Medicinal Plant Resources. Apa yang saya kerjakan di sini? Secara sederhana, saya mencari senyawa kimia bahan alam dari suatu spesies tanaman yang memiliki aktivitas anti hepatitis C. Kurang lebih, di sini saya mempelajari teknik-teknik yang biasa dilakukan oleh para peneliti di NIBIO dalam mengisolasi senyawa kimia bahan alam.
Dengan Takewaki-san, tetangga seberang meja kerja. Takewaki adalah mahasiswa farmasi Tokyo University of Science dan sedang menyelesaikan riset tugas akhirnya di NIBIO |
NIBIO, tempat lab saya berada, merupakan area yang cukup luas. Terdapat berbagai macam ladang tempat tanaman obat ditanam untuk dipanen. Koleksi herbariumnya juga banyak, menyimpan tanaman obat dari berbagai daerah di dunia, termasuk Indonesia. Terdapat dua gedung utama yang saya jelajahi untuk bekerja, satu gedung di mana saya menghabiskan sebagian besar waktu penelitian di sana (tempat saya berfoto dengan Takewaki-san di atas) dan satu gedung di mana berbagai instrumen analisis kimia berada. Di gedung yang saya sebut terakhir, biasa saya kunjungi untuk mendapatkan data spektrum NMR dari senyawa kimia yang saya dapat.
Orang-orang di lab ini sangat ramah dan menyenangkan. Sensei saya, Fuchino sensei, adalah orang yang humoris dan terkadang suka ‘jahil’ dengan anggota labnya. Bila jam makan siang tiba, beliau akan meminta semua anggota lab untuk menghentikan pekerjaannya dan makan siang bersama di ruang staf. Sudah menjadi budaya di sini untuk membawa bekal (bento) masing-masing. Oleh karena, lokasi lab yang jauh dari tempat makan ataupun combini (convenient store), maka saya biasanya membawa bento yang disisihkan dari jatah makan pagi di TBIC. Beberapa kali, sensei membawa banyak tomat atau semangka untuk dimakan bersama saat makan siang. Dan pertama kalinyalah saya mencoba memakan semangka yang ditaburi garam dahulu sebelumnya. Dan ternyata, lezat juga :3
Read More..
Kamis, 26 Juni 2014
Summer Tsukuba #2: Trip to Oarai Beach
The journey of life is like a man riding a bicycle. We know he got on the bicycle and started to move. We know that at some point he will stop and get off. We know that if he stops moving and does not get off he will fall off. (William Golding)
Menuju akhir pekan pertama di Tsukuba, saya sudah berkenalan dengan beberapa orang Indonesia dan Malaysia yang sudah menjadi penghuni TBIC sebelum kedatangan saya, termasuk mba Lidya dan ka Tia yang satu lab nantinya dengan saya. Di sini, Alat transportasi andalan kami adalah sepeda TBIC yang bisa dipinjam hingga pukul 21.00. Berhubung transportasi umum yang ada hanyalah bus Tsukubus dengan rute terbatas atau taksi yang sudah pasti mahal, dan tentu saja tidak ada angkot apalagi ojek, walhasil kemanapun pergi, sepeda adalah moda transportasi pilihan, terkecuali bila pergi ke lokasi kerja yang disediakan bus oleh TBIC. Rute bersepeda pertama saya adalah menuju Mall Aeon yang bisa ditempuh dalam 10 menit dari TBIC dengan melewati rumah penduduk, hamparan sawah di kiri kanan jalan, kolong jalan layang tol, bahkan kompleks pemakaman x)
Rencana menghabiskan akhir pekan pertama ini adalah dengan perjalanan ke pantai Oarai bersama beberapa teman baru mahasiswa Universitas Tsukuba. Perjalanan dimulai dengan bersepeda di pagi hari bersama mas Suryo, ka Tia, dan ka Nani menuju Tsukuba Center sejauh sekitar 7,5 km. Sesampainya di sana, kami beristirahat di samping kolam ikan besar dan kemudian menuju titik pertemuan di depan Koban (pos polisi). Dari sini, kami bergabung bersama kang Deni, mba Dian, pak Harsono, dan mba Ria.
Setelah berkenalan sebentar, memastikan anggota perjalanan lengkap dan sepeda nyaman digunakan, kami bergerak menuju stasiun Tsuchiura yang ditempuh sejauh 10 km.
Setelah perjalanan memegalkan paha dan betis, kami akhirnya tiba di stasiun Tsuchiura. Saya pertama kalinya menggunakan parkiran sepeda berbayar sejumlah 100 yen di sini. Ban depan sepeda diletakkan ke semacam alat penguncinya, kemudian untuk membuka kuncinya, kita harus memasukkan uang sejumlah 100 yen ke alat penerima uang dan menekan nomor alat parkir sepeda kita.
Di stasiun Tsuchiura, kami bertemu satu anggota perjalanan terakhir dan paling penting (karena membawa logistik makan siang XD), yaitu teh Windi. Dari sini, kami berangkat menuju stasiun Mito terlebih dahulu untuk mencapai stasiun Oarai.
Hal menarik dari kereta yang membawa kami dari stasiun Mito menuju stasiun Oarai adalah tidak seperti perjalanan kereta yang pernah saya coba, di rute ini tiket dibayarkan di dalam kereta. Masinis kereta akan memintakan uang tiket satu persatu dari penumpang.
Dan akhirnya kami tiba di stasiun Oarai
Untuk sampai ke pantai Oarai, kami masih harus menempuh perjalanan sekitar 2 km dengan berjalan kaki.
Sebelum masuk ke daerah pantai, kami mencari lokasi untuk makan siang. Menu pembuka disediakan dan diproses kemudian secara ‘adat’ :P. Selanjutnya, kami berjalan sedikit dari lokasi makan siang, dan bermain-main di pantai yang ternyata tidak begitu ramai. Hal menarik yang dilakukan di sini adalah memberi makan burung camar dengan ikan-ikan kecil, karena kebetulan saat kami tiba, ada beberapa orang Jepang yang sedang memberi makan burung camar.
Puas bermain di pantai, selanjutnya adalah menikmati menu utama, soto asli khas Indonesia yang telah disiapkan bahan-bahan nya oleh teh Windi. Ittadakimasu ! :D
Read More..
Menuju akhir pekan pertama di Tsukuba, saya sudah berkenalan dengan beberapa orang Indonesia dan Malaysia yang sudah menjadi penghuni TBIC sebelum kedatangan saya, termasuk mba Lidya dan ka Tia yang satu lab nantinya dengan saya. Di sini, Alat transportasi andalan kami adalah sepeda TBIC yang bisa dipinjam hingga pukul 21.00. Berhubung transportasi umum yang ada hanyalah bus Tsukubus dengan rute terbatas atau taksi yang sudah pasti mahal, dan tentu saja tidak ada angkot apalagi ojek, walhasil kemanapun pergi, sepeda adalah moda transportasi pilihan, terkecuali bila pergi ke lokasi kerja yang disediakan bus oleh TBIC. Rute bersepeda pertama saya adalah menuju Mall Aeon yang bisa ditempuh dalam 10 menit dari TBIC dengan melewati rumah penduduk, hamparan sawah di kiri kanan jalan, kolong jalan layang tol, bahkan kompleks pemakaman x)
Rencana menghabiskan akhir pekan pertama ini adalah dengan perjalanan ke pantai Oarai bersama beberapa teman baru mahasiswa Universitas Tsukuba. Perjalanan dimulai dengan bersepeda di pagi hari bersama mas Suryo, ka Tia, dan ka Nani menuju Tsukuba Center sejauh sekitar 7,5 km. Sesampainya di sana, kami beristirahat di samping kolam ikan besar dan kemudian menuju titik pertemuan di depan Koban (pos polisi). Dari sini, kami bergabung bersama kang Deni, mba Dian, pak Harsono, dan mba Ria.
Di Tsukuba center, burung hantu adalah lambang kota Tsukuba. |
perjalanan bersepeda menuju stasiun Tsuchiura |
Parkir sepeda berbayar dengan kunci otomatis di samping Sta. Tsuchiura |
di Sta. Tsuchiura |
Masinis yang sedang memintakan uang tiket ke penumpang. *Saya ambil secara diam-diam* :p |
Di depan stasiun Oarai. (dari kiri ke kanan: ka Tya, ka Ria, teh Windi, Pak Harsono, kang Deni, saya, ka Nani,dan ka Dian. Terimakasih untuk mas Suryo sebagai fotografer) |
masih melanjutkan dengan perjalanan kaki menuju pantai Oarai |
di Pantai Oarai |
Ittadakimasu ! |
Read More..
Summer Tsukuba #1: Introduksi
Apa yang akan kamu tuliskan pada sebuah blog? Kontemplasi sarat makna? Rekaman cerita-cerita sewaktu? Kisah-kisah istimewa penuh inspirasi? Atau ricauan tentang dunia?
Beberapa minggu sebelum perjalanan pesawat saya yang pertama, dosen saya pernah berpesan untuk sebuah perjalanan jauh melintas pulau-pulau ini, “Tuliskan gam”, pesannya, “kisah perjalanan kamu”. Sejak saat itu, ketika saya melakukan perjalanan jauh (yang sangat jarang sekali dilakukan), ada buku catatan kecil yang saya bawa, sekedar untuk menuliskan teman perjalanan, nama tempat, hal-hal menarik yang kemudian tertangkap mata. Saya kemudian menyadari bahwa sekiranya perlu untuk menuliskan pengalaman-pengalaman yang patut untuk dikenang, pada sebuah blog atau catatan-catatan lainnya. Bukan untuk siapa-siapa, dan semoga bukan menjadi wadah berpamer-ria, hanya paling tidak, menjadi pengingat bahwa kita pernah diberi kesempatan-kesempatan berharga, yang walaupun semua hal tersebut telah terlewati, semoga masih terus tersimpan rasa syukur atasnya.
Rangkaian tulisan Summer Tsukuba adalah rekam jejak saat saya diberi kesempatan sekali lagi ke Jepang dalam rangka tugas pekerjaan pada tahun 2013. Seri Summer Tsukuba ini akan saya susun berdasarkan topik-topik besar menarik yang saya lakukan selama satu bulan di sana. Hari ketika saya membuka ruang kantor SATREPS Project di gedung IASTH FK UI, kemudian menyerahkan CV pada calon atasan saya saat itu, Aoki sensei, dan membuat janji untuk wawancara adalah awal dari kesempatan saya kembali ke sana. Hari itu, di awal Juli 2013, memasuki musim panas dan menuju bulan Ramadhan, saya kembali ke negara yang telah melesat bangkit semenjak keterpurukannya di tahun 1945, meskipun kali ini bukan lagi ke Tokyo, melainkan ke sebelah utaranya, dan dengan menempuh perjalanan sekitar satu jam, kita akan mendapatinya sebagai kota Tsukuba.
Kunjungan kedua
Proyek riset yang saya ikuti merupakan bagian dari program SATREPS Jepang yang mengolaborasikan tiga institusi pendidikan, FK Universitas Kobe, FK Universitas Indonesia, dan FF Universitas Airlangga dengan JICA (Japan International Cooperation Agency) dan JST (Japan Science and Technology Agency) sebagai penyuntik donasi. Oleh karena kunjungan saya ke Tsukuba ini mendapat endorsement dari JICA, sungguh sangat dimudahkan pengurusan visa dan keperluan lainnya.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 8 jam dengan Japan Airlines (JAL 726) sendirian tanpa teman (semacam jomblo :P), saya menapakkan kaki kembali di Narita. Melesat turun dari pesawat, saya tiba di satellite building dan berlanjut menuju gedung utama (honkan) dengan menggunakan kereta monorel tanpa masinis. Setelah mengambil koper dan barang bawaan, saya menyelesaikan urusan kepabeanan (custom inspections), dan menuju loket JICA di lobi kedatangan. Sesampainya di sana, saya disambut petugas yang berjaga, seorang lelaki setengah baya, bersalaman dengan sedikit berkenalan dan bercakap-cakap. Selanjutnya ternyata saya diantarkan ke taksi yang sudah dipesankan untuk membawa saya ke JICA Tsukuba International Center (TBIC), sebuah asrama yang menampung banyak orang dari berbagai negara.
TBIC terletak di kawasan Koyadai, di antara perumahan penduduk dengan pemandangan tatanan rumah yang rapi, jalan yang cukup lengang, serta hamparan persawahan yang masih cukup banyak. Setibanya saya di sana, meja resepsionis adalah tempat pertama yang dituju. Setelah mengisi beberapa borang, saya menerima arahan singkat mengenai jadwal orientasi, kunci kamar, serta kartu makan. Berjalan santai menuju kamar, ha yang saya lakukan pertama kali adalah rebahan di tempat tidur !
Meskipun demikian, setelah badan kembali segar, saya iseng untuk berjalan-jalan di sekitar TBIC.
Sambil menghirup udara sore yang segar, dan ditemani suara tonggeret yang khas di musim panas, Japan, here I am back again :)
Read More..
Beberapa minggu sebelum perjalanan pesawat saya yang pertama, dosen saya pernah berpesan untuk sebuah perjalanan jauh melintas pulau-pulau ini, “Tuliskan gam”, pesannya, “kisah perjalanan kamu”. Sejak saat itu, ketika saya melakukan perjalanan jauh (yang sangat jarang sekali dilakukan), ada buku catatan kecil yang saya bawa, sekedar untuk menuliskan teman perjalanan, nama tempat, hal-hal menarik yang kemudian tertangkap mata. Saya kemudian menyadari bahwa sekiranya perlu untuk menuliskan pengalaman-pengalaman yang patut untuk dikenang, pada sebuah blog atau catatan-catatan lainnya. Bukan untuk siapa-siapa, dan semoga bukan menjadi wadah berpamer-ria, hanya paling tidak, menjadi pengingat bahwa kita pernah diberi kesempatan-kesempatan berharga, yang walaupun semua hal tersebut telah terlewati, semoga masih terus tersimpan rasa syukur atasnya.
Rangkaian tulisan Summer Tsukuba adalah rekam jejak saat saya diberi kesempatan sekali lagi ke Jepang dalam rangka tugas pekerjaan pada tahun 2013. Seri Summer Tsukuba ini akan saya susun berdasarkan topik-topik besar menarik yang saya lakukan selama satu bulan di sana. Hari ketika saya membuka ruang kantor SATREPS Project di gedung IASTH FK UI, kemudian menyerahkan CV pada calon atasan saya saat itu, Aoki sensei, dan membuat janji untuk wawancara adalah awal dari kesempatan saya kembali ke sana. Hari itu, di awal Juli 2013, memasuki musim panas dan menuju bulan Ramadhan, saya kembali ke negara yang telah melesat bangkit semenjak keterpurukannya di tahun 1945, meskipun kali ini bukan lagi ke Tokyo, melainkan ke sebelah utaranya, dan dengan menempuh perjalanan sekitar satu jam, kita akan mendapatinya sebagai kota Tsukuba.
Kunjungan kedua
Proyek riset yang saya ikuti merupakan bagian dari program SATREPS Jepang yang mengolaborasikan tiga institusi pendidikan, FK Universitas Kobe, FK Universitas Indonesia, dan FF Universitas Airlangga dengan JICA (Japan International Cooperation Agency) dan JST (Japan Science and Technology Agency) sebagai penyuntik donasi. Oleh karena kunjungan saya ke Tsukuba ini mendapat endorsement dari JICA, sungguh sangat dimudahkan pengurusan visa dan keperluan lainnya.
Borang aplikasi dari JICA dan Tiket keberangkatan |
Menuju TBIC |
Meskipun demikian, setelah badan kembali segar, saya iseng untuk berjalan-jalan di sekitar TBIC.
Di sekitar TBIC |
Read More..
Minggu, 27 April 2014
Nobody wants to be left behind.
(sumber: forum.station.sony.com) |
Monster yang terbaring di bawah tempat tidur atau bayangan perempuan berambut panjang di pojok kamar sebelah lemari baju atau binatang yang merayap, melata mengerikan? Bukan, saya rasa bukan. Ketidaktahuan adalah ketakutan terbesar manusia. Mahluk yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya, kejadian yang tidak dimengerti sepenuhnya, atau bahkan masa depan yang tak pernah jelas muaranya berakhir. Ketakutan, ketidakmengertian membawa manusia keluar dari lingkaran amannya, memaksa manusia untuk menghadapi apapun itu, tragedi, masa lalu, masa depan.
Siapa yang tertinggal?
Apa yang paling buruk dari tertinggal? Ketidakmengertian mengapa semua orang meninggalkan, ketidaktahuan apa yang akan terjadi setelahnya. Kita mungkin tak pernah benar-benar mengerti mengapa hal itu terjadi atau hal ini tidak bisa terjadi. Mengapa jawaban-jawaban tak selalu muncul di depan mata. Mengapa kita ditinggal belakangan, sendirian. Dan merasa sendirian adalah hal yang dihindari sangat oleh manusia. Bukan tentang berapa orang di sekitarnya, perasaan sendirian tak melulu berhubungan lurus dengan jumlah orang yang berada di samping kanan-kiri atau depan-belakang. Merasa sendiri adalah esensi dari kesendiriannya, menelingkupi hati, pikiran, raga bahkan walau dunia bergerak bising di sekitar. Siapa yang ingin ditinggal oleh orang terkasih? Kemudian sendiri setelahnya, berjalan di tepi-tepi sepi. Tetapi setiap kekasih akan terpisah, setiap hubungan akan menemui akhir, dan waktu yang membingkai semua hal juga terbatas. Waktu-waktu yang berujung di batasnya dan keinginan-keinginan yang ingin terus melaju, memaksa kita untuk memilih. Meninggalkan satu hal untuk hal lainnya, juga tertinggal oleh satu hal dan menjadi hal lainnya. Kita mungkin tak pernah ingin meninggalkan, begitu pula kita tak ingin pernah ditinggalkan.
Demikiankah?
Dan takut adalah manusia. Meskipun demikian, dikatakan bahwa di atas semua itu, manusia tetap bisa bahagia. Walau dengan bayangan di waktu lalu atau ketidakpastian di akan datang. Kita hidup saat ini. Dikatakan ada pilihan untuk bahagia. Tidak ada orang yang ingin ditinggal di belakang, sendirian. Semisal kamu sendiri, adakah menemukan pilihan untuk berbahagia di sana?
Read More..
Jumat, 07 Maret 2014
Vaksin 101: Komposisi dan Hal-Hal di Sekitarnya
sumber gambar: quickmeme.com |
Alumunium
Alumunium (lebih tepatnya dalam konteks ini, garam alumunium) sudah digunakan sejak lama dalam proses pembuatan vaksin. Sebagian orang mungkin mempertanyakan mengenai keamanan penggunaan alumunium sebagai adjuvant. Meskipun demikian, hal yang perlu diketahui pertama adalah alumunium merupakan senyawa yang secara normal ada di lingkungan sekitar kita, begitu pula pada air dan makanan yang masuk ke perut, mengandung alumunium walau dalam jumlah yang sangat sedikit sekali. Jumlah garam alumunium dalam sebuah vaksin sangatlah kecil. Sebagai gambarannya, pada enam bulan pertama, seorang bayi yang mendapatkan vaksin lengkap akan menerima sekitar 4 miligram alumunium yang terkandung dalam vaksin. Akan tetapi, pada durasi yang sama, seorang bayi dapat menerima 10 miligram alumunium dari ASI, 40 miligram jika mereka diberi susu formula secara regular, dan hingga 120 miligram bila mereka diberikan susu formula yang berbahan kedelai. Alumunium akan berbahaya hanya bila ketika fungsi ginjal tidak berfungsi dan bila alumunium dalam jumlah besar diberikan, seperti saat kita meminum antasida untuk obat mag.
Selain alumunium, lipid monofosforil A yang diisolasi dari bakteri juga dapat digunakan sebagai adjuvant dan sudah digunakan pada salah satu produk vaksin HPV.
Formaldehid
Formaldehid digunakan selama proses produksi pada beberapa vaksin untuk menginaktivasi virus atau toksin bakteri yang akan digunakan. Sebagian besar formaldehid akan hilang pada proses pemurnian produk, walau sedikit jumlah yang masih tersisa. Meskipun demikian, hal yang perlu dicatat adalah formaldehid juga merupakan produk samping dari sintesis protein dan DNA dalam sel, sehingga senyawa ini umum ditemukan pada aliran darah. Jumlah formaldehid yang umum terdeteksi pada darah 10x lebih besar dari yang dapat ditemukan pada vaksin.
Gelatin
Gelatin merupakan salah satu jenis stabilizer yang ditambahkan pada produk vaksin. Bahan stabilizer berguna untuk melindung bahan aktif selama proses produksi, pendistribusian, hingga penyimpanan. Gelatin yang digunakan pada umumnya berasal dari hewan babi atau sapi. Selain gelatin, beberapa bahan lain dapat digunakan sebagai stabilizer seperti sukrosa, laktosa, albumin, MSG, dan glisin. Data dari CDC(3) hanya beberapa produk vaksin (keluaran Amerika) saja yang menggunakan gelatin sebagi stabilizer-nya, seperti vaksin influenza, vaksin MMR-II, vaksin rabies, vaksin varicella, vaksin demam kuning (yellow fever), dan vaksin zoster. Pada vaksin produksi dalam negeri (keluaran PT Biofarma) tidak disebutkan menggunakan gelatin sebagai stabilizer-nya(4). Gelatin yang digunakan sebenarnya sangat sedikit sekali dan merupakan merupakan senyawa yang mudah dirusak (dihidrolisis) sehingga konsentrasinya akan semakin berkurang.
Merkuri
Merkuri atau lebih tepatnya sebagai senyawa mengandung merkuri merupakan pengawet yang umum digunakan pada awal abad 20. Pengawet ini digunakan terutama pada sediaan vaksin yang digunakan beberapa kali (tidak sekali pakai habis), seperti pada vaksin influenza. Senyawa mengandung merkuri yang dimaksud adalah Thimerosal. Seringkali terdapat kesalahpahaman antara etilmerkuri dengan metilmerkuri. Etilmerkuri terbentuk setelah tubuh memetabolisme thimerosal dan akan dipecah lagi serta dikeluarkan dari tubuh dengan cepat. Metilmerkuri umum terbentuk di alam ketika terdapat logam merkuri. Jika metilmerkuri ditemukan dalam tubuh, hal ini biasanya terjadi akibat mengkonsumsi pangan yang terkontaminasi logam merkuri. Etilmerkuri dan metilmerkuri merupakan dua senyawa yang berbeda dengan cara metabolisme serta pembuangan (clearance) pada tubuh yang berbeda pula. Hingga saat ini, penelitian-penelitian yang ada tidak menemukan adanya hubungan antara thimerosal pada vaksin dengan autisme pada anak(5).
Bagaimana dengan enzim tripsin? Pada dasarnya tripsin bukan merupakan bagian dari komposisi produk vaksin. Tripsin digunakan pada saat penyiapan kultur virus yang akan digunakan untuk pembuatan vaksin, seperti isolasi sel inang dari jaringan hewan untuk tempat tumbuh virus, atau untuk aktivasi partikel virus tertentu(6). Setelah bahan virus atau bagian virus berhasil di-‘panen’ dari kultur sel, bahan tersebut akan dimurnikan hingga memungkin tidak terdeteksi kembali bahan-bahan lainnya, termasuk enzim tripsin. Kemudian setelah itu bahan virus ini lah yang merupakan komposisi dari produk vaksin.
Sumber-sumber:
- Vaccine Education Center The Children’s Hospital of Philadelphia. (2012). Vaccine ingredients: what you should know. Diunduh 7 Maret 2014 [vaccine.chop.edu]
- American Academy of Pediatrics. (2013). Questions and answers about vaccine ingredients.
- CDC. (2013). Vaccine excipient and media summary. Diunduh 7 Maret 2014 [cdc.gov]
- PT Biofarma. Diakses pada 7 Maret 2014 [biofarma.co.id]
- CDC. (2013). Understanding thimerosal, mercury, and vaccine safety. Diunduh 7 Maret 2014 [cdc.gov]
- European Medicines Agency. (2013). Draft guideline on the use of porcine trypsin used in manufacture of human biological medicine products. EMA/CHMP/BWP/814397/2011 [ema.europe.eu]
Read More..
Memasak dalam Industri Farmasi
(sumber gambar: pharmaleaders.tv) |
- Sebelum pergi ke pasar untuk berbelanja bahan masakan, Anda akan memulainya dengan menuliskan resep masakan yang akan anda buat, beserta cara pembuatannya, cara bagaimana Anda memastikan bahwa rasa dan kualitas masakan Anda akan tetap konsisten, parameter yang akan Anda tes untuk memenuhi standar kualitas yang Anda harapkan dari hasil akhir masakan Anda ketika disajikan di meja makan.
- Anda diwajibkan memilih bahan baku masakan yang memenuhi standar yang telah ditentukan. Semua bahan baku yang akan anda gunakan, dimulai dari bahan utama hingga bumbu-bumbunya, akan diperiksa terlebih dahulu, kualitasnya, keamanannya.
- Setelah bahan baku memenuhi standar yang telah ditentukan, selanjutnya anda akan mulai masuk ke dapur, ruang produksi anda membuat masakan. Anda akan memastikan segala fasilitas dan peralatan yang akan digunakan memenuhi standar yang telah ditentukan. Kebersihan dapur, bahkan hingga kadar partikel udara terkandung di dalamnya. Sekali saja ditemukan ada hama (serangga, cicak, tikus, dan lainnya) masuk ke dapur Anda, bisa dipastikan masakan Anda akan ditolak masuk ke meja makan. Anda akan memastikan kompor, panci, sodet, dan peralatan masak lainnya berfungsi dengan baik dan sesuai.
- Anda akan memastikan siapa personil yang boleh masuk ke dapur Anda. Apakah Anda akan bekerja sendiri atau dibantu orang lain? Berapa orang? Siapa saja? Anda akan memastikan dapur Anda tidak memuat terlalu banyak orang yang akan membuat proses memasak menjadi tidak efektif dan efisien.
- Di tengah Anda memasak, Anda akan mengambil sedikit sampel masakan untuk diuji. Sudahkan memenuhi standar yang telah ditentukan? Jika belum, maka Anda akan melakukan investigasi letak kekeliruannya, apakah pada cara Anda memasak atau bahan bakunya yang ternyata bermasalah. Akhirnya bisa beberapa kemungkinan; bisa jadi proses memasak Anda dihentikan atau masih bisa dilanjutkan atau diulang kembali dari awal. Selain itu, Anda akan mencatat segala temuan-temuan yang terjadi selama Anda memasak.
- Setelah Anda selesai memasak, dan masakan jadi, sekali lagi Anda akan mengambil sedikit sampel masakan Anda dan diuji kembali. Sudahkah memenuhi syarat yang telah ditentukan? Pengujian bukan hanya masakannya, tetapi juga ‘bungkus’nya, seperti piringnya, sendok-garpunya, tutup sajinya, apakah sudah memenuhi syarat?
- Oh iya, pihak diluar Anda (regulator, anggota keluarga lain) akan turut mengaudit masakan Anda.
- Masakan Anda yang sudah disajikan di meja makan masih akan tetap diawasi. Apakah menimbulkan sakit perut setelah memakannya, atau bahkan diare pada orang yang memakannya.
Bacaan lebih dalam:
Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik.
Catatan tambahan:
Mengintip sedikit gambaran produksi pada industri farmasi dapat and abaca di tulisan saya di sini.
Read More..
Sabtu, 25 Januari 2014
Anak-anak Ibu
(sumber: natureandhealth.com.au) |
The Maternal Effect
Kita semua mengenal materi ini; DNA, tak lain tak bukan adalah materi penyimpan semua informasi mengenai kemampuan fisik dan mental manusia. DNA adalah warisan pertama yang diturunkan oleh orangtua kepada keturunannya, menyimpan kombinasi karakter atau sifat kedua orangtua. Dari DNA, protein disintesis, sel dibentuk, jaringan dibangun, organ disusun, hingga seluruh kesatuan manusia dilengkapi. Hingga saat proses pembuahan berhasil dilakukan, ayah dan ibu kita membagi perannya sama. Kita akan menerima sebagian warisan genetik dari ayah dan sebagain lainnya dari ibu. Setiap bagian warisan ayah-ibu kemudian akan bersatu dan membelah terus menerus hingga tercipta manusia utuh. Hal yang selanjutnya menarik adalah setelah peristiwa ini terjadi, kita akan terus-menerus dalam lingkungan ibu, dari rahim hingga gendongan ibu.
Dalam studi hereditas dan genetika, ada istilah yang dikenal sebagai epigenetika, studi mengenai perubahan aktivitas genetis yang terjadi selain karena perubahan sekuens basa DNA. Apa artinya? Perubahan dalam skala molekular hingga (mungkin) fisiologis tubuh organisme, dapat terjadi tidak hanya karena ada perubahan (mutasi) pada sekuens DNA. Mekanisme bagaimana hal ini terjadi masih menjadi topik yang menarik untuk diteliti lebih lanjut, meskipun demikian mekanisme yang diketahui di antaranya adalah proses interferensi RNA, remodeling kromatin, metilasi DNA, dan modifikasi histone. Secara sederhana, peristiwa epigenetik merubah bagaimana suatu gen diekspresikan, lebih lanjut lagi, hal ini berarti protein-protein yang akan disintesis oleh suatu sel akan berubah, dan pada akhirnya mungkin saja terjadi perubahan struktur fisiologis organisme tersebut.
Fakta bahwa setelah proses pembuahan terjadi, suatu individu (terutama mamalia, juga manusia) akan terus menerus dalam lingkungan ibunya (terkandung dalam rahim hingga mendapat nutrisi dari ibu). Dalam skala molekular, organel sel seperti mitokondria hanya diperoleh dari sel telur ibu, mengingat mitokondria sel sperma berada pada ekornya yang akan terlepas saat ‘kepala’ sel sperma masuk ke dalam sel telur. Pada studi terhadap berbagai mamalia, pihak ibu dapat memicu terjadinya peristiwa epigenetik terhadap bakal janin yang berkembang dalam rahimnya, yang kemudian dikenal sebagai Maternal Effect. Secara harfiah, kita bisa mengatakan bahwa ibu memiliki akses (tanpa disadari) untuk merubah ekspresi gen (baca: merubah struktur molekular hingga morfologi) dari keturunan yang akan dilahirkannya. Hingga ke tingkat molekular pun, ibu memiliki peran dalam membentuk anak-anaknya.
Implikasi-implikasi
Tujuan utama dari mungkinnya fenomena ini terjadi, tak lain adalah kecendrungan alamiah mahluk hidup untuk bertahan hidup. Suatu insting yang amat mendasar bagi seorang (atau suatu) ibu untuk memperoleh keturunan terbaik yang bertahan hidup di dunia luar (rahim). Walaupun tidak menjamin keturunan berikutnya akan terhindar dari penyakit genetik ataupun ketidakmampuan yang disebabkan faktor genetik muncul, intervensi maternal effect memungkinkan kita memiliki keturunan dalam bentuk terbaik yang bisa diperoleh.
Mungkin ini adalah suatu interpolasi yang terlalu jauh, akan tetapi, jika seorang ibu memiliki keinginan kuat untuk memiliki anak-anak terbaik maka bisa jadi hal tersebut akan memicu terjadinya serangkaian proses yang akan berdampak pada janin yang dikandungnya. Dan pada akhirnya, kita memang anak-anak ibu kita, perwujudan dari harap dan cita sang ibu.
Catatan tambahan
Bagaimana dengan paternal effect, efek ayah, adakah ikut mempengaruhi keturunan yang akan dihasilkan? Pada skala genetik, tentu saja ada, mengingat kita terbentuk dari setengah kromosom ayah dan setengah kromosom ibu. Intensitas hubungan anak-ibu yang sedemikian besar semenjak sel zigot terbentuk memungkinkan ibu memiliki pengaruh besar selama perkembangan janin (selain pengaruh genetik yang memang diturunkan).
Bacaan lebih lanjut:
Champagne, F.A. dan J.P. Curley. (2009). Epigenetic mechanisms mediating the long-term effects of maternal care on development. Neuroscience and Biobehavioral Reviews 33, 593–600.
Qvarnström, A. dan T.D. Price. (2001). Maternal effects, paternal effects and sexual selection. TRENDS in Ecology & Evolution, 16(2), 95-100.
Wolf, J.B. dan M.J. Wade. (2009). What are maternal effects (and what are they not)? Philos. Trans. R. Soc. Lond. B. Biol. Sci., 364(1520), 1107-1115.
Read More..
Langganan:
Postingan (Atom)