Sabtu, 31 Oktober 2009

Efek Negatif Bioteknologi pada Lingkungan


Efek negative dari bioteknologi tidaklah banyak terungkap contohnya. Namun dari berbagai data dan analisis yang ada, bioteknologi meskipun menawarkan banyak keuntungan dan pengaplikasian dalam bidang pertanian dan pemrosesan atau produksi makanan, tetaplah dapat memiliki berbagai resiko:

•Saat ini dengan pesatnya kemajuan bioteknologi terutama dalam rekayasa genetika, manusia dapat membuat bakteri yang dapat menguraikan bahan-bahan limbah berbahaya dalam tanah (bioremedasi). Namun karena organisme baru tersebut tidak tercipta dari proses evolusi ataupun seleksi alam, perlu diperhatikan adanya kemungkinan interaksi dengan ekosistem. Kemungkinan terjadinya efek ekologis sangatlah sulit dievaluasi mengingat bahwa pada bakteri tanah sering terjadi pertukaran material genetik (bahkan antar spesies).

•Penggunaan bioteknologi pada bidang pertanian menjadikan produk hasil pertanian merupakan tanaman unggulan. Peran bioteknologi dalam menghasilkan tanaman unggulan ini melalui rekayasa dari genetik tumbuhan. Hal ini akan berakibat pada penurunan biodiversitas akibat penurunan tingkat keberagaman dari tumbuhan, karena melalui bioteknologi tanaman yang direkayasa akan memiliki sifat genetik yang kurang lebih sama.

•Adanya kemungkinan tanaman transgenik yang tahan hama menyerang spesies lainnya. Contoh kasusnya adalah pada Bt-crops yang merupakan tanaman yang mengandung gen pengkode protein insektisidal yang asalnya berasal dari bakteri Bacillus thuringensis. Pada percobaan di laboratorium menunjukkan serbuk sari (polen) dari Bt-crops dapat membunuh larva kupu-kupu Monarch.

•Pada umumnya tanaman transgenik akan membawa gen buatannya dalam serbuk sari. Terdapat kemungkinan adanya transfer genetik dari tanaman transgenik ke tanaman aslinya (wild type). Hal seperti ini sebenarnya tidaklah menimbulkan masalah selama tujuan penyisipin gen tersebut pada tanaman transgeinik terpenuhi pada tanaman wild type yang mengalami transfer genetik.

mungkin masih banyak lagi yang dapat menimbulkan efek negatif. Tapi meskipun begitu, adanya dampak negatif tidaklah menjadi alasan bagi kita untuk menolak bioteknologi, namun sudah selayaknya bagi kita untuk berupaya mengatasinya dan mengembangkan bioteknologi ini untuk kemashalatan umat manusia.

Pustaka:
Enviromental Biotechnology. (1999). EFB Task Group on Public Perception of Biotechnology. United Kingdom.
Menlas Kraud, et.al. (1998). Future Impact of Biotechnology on agriculture, food production, food processing- a Delphi survey.
Braun, Richard dan Klaus Ammann. (2002). Biodiversity: The Impact of Biotechnology. Encyclopedia of Support System. Oxford: EOLSS.
Read More..

Jumat, 02 Oktober 2009

Rekonstitusi Hematopoietic dengan Transplantasi Darah Tali Pusar Manusia


Darah tali pusar yang mengandung sel punca hematopoietic pluripoten dapat digunakan untuk rekonstruksi proses hematopoiesis manusia melalui kemoterapi myeloblative. Namun tantangan terbesar pada terapi ini adalah adanya kemungkinan reaksi transfusi yang tidak cocok antara donor dan resipien akibat perbedaan tipe golongan darah. Oleh karena itu salah satu solusinya adalah dengan mengurangi ataupun menghilangkan sel darah merah dari darah tali pusar dengan cara pengendapan eritrosit lewat gravitasi, metilselulosa, sentrifugasi, atau dengan me-lisiskan sel non-nukleus dengan NH4Cl. Cara ini menyebabkan hilangnya 50-90% sel progenitor. Akhirnya, direkomendasikan untuk tidak memisahkan tipe sel darah apapun sebelum dilakukan pembekuan dan tidak dicuci ataupun dimanipulasi setelah pencairan dilakukan.

Oleh karenanya dikembangkan metode baru dengan menggunakan 3% gelatin untuk memisahkan sel darah merah, yang dapat mengurangi resiko reaksi transfusi yang tidak diinginkan, namun juga tidak menghilangkan sel punca selama pengawetan-krio (cryopreservation) dan pencairan setelahnya.

Bahan dan Metode

Pasien, seorang anak (perempuan) berusia 8 tahun dengan berat 36,7 kg didiagnosis menderita leukemia turunan. Pemeriksaan lanjutan mengungkapkan adanya ko-ekspresif dari antigen CD15 dan CD13 pada populasi CD3. Sebelumnya diputuskan akan dilakukan transplantasi sumsum tulang belakang, namun tidak adanya saudara yang memiliki HLA (Human Leukocyte Antigen) yang cocok maka diputuskan untuk melakukan transplantasi darah tali pusar yang berasal dari ibunya yang sedang hamil trisemester pertama.

Pemanenan darah tali pusar, dilakukan secara aseptis melalui operasi caesar. Tali pusar di kempit 5cm dari umbilicus sementara placenta dibiarkan in utero dan 90 ml darah tali pusar dapat dikumpulkan dengan gravitasi. Darah tali pusar saudaranya (laki-laki) secara genotif identik dengan resipien berdasarkan pemeriksaan HLA-A, -B,-C dan –DR. Sampel mengandung 1,485 x 109 sel berinti.

Teknik pemisahan gelatin, dengan jumlah volume yang sama, darah tali pusar dan 3% gelatin dicampur dan dimasukkan pada tabung sentrifugasi steril 15 ml dan ditempatkan pada rak tabung uji di dalam ruangan laminar air flow. Sel darah merah dibiarkan mengendap dengan bantuan gravitasi dibawah pengawasan visual. Saat hematokrit dari leukosit/supernatant kaya plasma mendekati kisaran 5%-7,5% berdasarkan COBE spectra white blood cell cologram, sekitar 5-7 ml supernatant dipindahkan dengan steril pipet ke tabung sentrifugasi steeril 50 ml. Tiga persen gelatin, ekuivalen dengan volume yang dipindahkan, dicampur dengan darah yang tersisa dan supernatant dikumpulkan setelah pengendapan eritrosit seperti sebelumnya. Prosedur ini dilakukan sebanyak 4 kali.Leukosit/supernatant kaya plasma yang dikumpulkan, dilarutkan 1:1 dengan larutan Hank’s balanced salt. Butir-butir sel darah tali pusar disuspensikan lagi dengan larutan yang sama dan dicuci tiga kali, Re-suspensi akhir dilakukan pada medium M199. Sel darah tali pusar diawetkan pada konsentrasi 4 x 107 sel/ml pada suhu -80°C hingga waktu transplantasi.

Prosedur transplantasi, dilakukan dengan mengisolasi pasien terlebih dahulu pada ruangan laminar air flow dan diberikan fuconazole, acyclovir, dan trimethoprim/sulfamethoxazole dengan dosis standar sebelum dilakukan operasi. Setelah tiga hari dihentikan, kemudian diberikan kemoterapi myeloblative yang terdiri dari Busulfan. Kemudian dilakukan transplantasi sel darah tali pusar. Sebagai tambahan diberikan profilaksis GVHD (graft-versus-host disease), yang terdiri dari cyclosporine dan metilprednisolon.

Hasil dan Diskusi

Sel progenitor terdapat pada darah tali pusar yang sudah dipisahka dari sel darah merahnya. Penemuan kembali sel berinti semenjak pemisahan gelatin sebesar 94%, 88%, dan 92%. Sel darah tali pusar diketahui juga mensekresi GM-CSF (Granulocyte/Macrophage Colony Stimulating Factor) dan IL-6 hampir seefisien sel mononukleus darah tepi dewasa dan disekresikan lebih dari dua kali sebanyak IL-3 sebagai respon pada stimulasi PMA (phorbol 12-myristate 13-acetate) dan PHA (phytohemagglutinin 4).

Metode pemisahan ini menghasilkan 100-500 kali lipat lebih banyak pembentukan koloni myeloid pada CD34 dibandingkan dengan sel darah tali pusar yang tidak dipisahkan dari sel darah merahnya. Selain itu juga tidak terjadi kehilangan sel progenitor dalam jumlah yang besar. Uji yang dilakukan pada hasil dari terapi ini menunjukkan sel berinti yang dibutuhkan untuk mengembalikan fungsi hematopoietic 8-10 kali lebih sedikit dibandingkan dengan menggunakan sumsung tulang belakang dewasa. Pasien tidak mengalami GVHD yang kemungkinan besar disebabkan kecocokan antigen antara pasien dan donor.

[Source: Pahwa, Rajendra N., et. al. (1994). Successful hematopoietic reconstitusion with transplantation of erytrhrocyte-depleted allogenic human umbilical cord blood cells in a child with leukemia. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 94, 4485-4488.]
Read More..