Rabu, 25 Desember 2013

Saya (tidak) berbicara mimpi lagi.

(sumber: lockerz.com)
Saya pernah melihatnya, mungkin kamu juga, tentang cerita-cerita manusia yang digerakkan secara luarbiasa oleh mimpi. Mereka memimpikannya, memercayai keindahan mimpi-mimpinya, menggerak memujudkan hingga merubahnya menjadi sesuatu yang nyata. Mimpi, impian, cita yang kemudian terwujud nyata, dan mengakhiri dengan bahagia. Akhir bahagia.

Demikian dan sayangnya tidak berlaku sedemikian untuk semua orang.

Kita mengenal ada dua jendral besar dalam sejarah manusia. Keduanya bermimpi tinggi, bervisi besar, dan tergerakkan secara luarbiasa oleh mimpi-visi mereka. Dari keduanya kemudian kita belajar, alur besar takdir dalam aliran waktu dunia sudah digoreskan. Mimpi-mimpi mereka sama hanyut dalam alirannya, namun takdir hanya memeluk mimpi yang sudah digariskan padanya.
 

Dia seorang Habasyah yang kemudian menjadi Jenderal di Yaman. Mimpinya besar, membangun pusat peribadatan terbesar di kawasan timur tengah, bahkan dunia di daerah Yaman. Pusat peribadatan di mana seluruh umat manusia akan mengalihkan kiblat padanya. Mimpi besar perlu usaha-usaha besar mewujudkannya, dan Jenderal yang kemudian dikenal sebagai Abrahah tahu, satu-satunya cara untuk mewujudkannya adalah dengan meluluh-lantahkan Ka’bah. Dan Abrahah melakukan kerja-kerja besar, memimpin pasukan gajah yang menggentarkan untuk menghancurkan pusat peribadahan yang bangun oleh Ibrahim AS. Hingga pada akhirnya kita sama-sama tahu, kisahnya diabadikan khusus pada satu surat dalam Al Qur’an, dibaca oleh seluruh umat Islam sejak diturunkannya. Al Fiil.

Sementara itu, terjarak sekitar 800 tahun lebih, kita memiliki Jenderal yang mewarisi mimpi besar para pendahulunya. Tergerakkan oleh mimpi besar, menaklukan sebuah kota yang sudah dijanjikan, Jenderal ini menggapainya dengan gemilang. Kerja besarnya bahkan sudah dimulai semenjak kanak-kanak, menempa ilmu pada salah satu alim terbaik di masanya, Syaikh Aaq Syamsudin. Menjadikannya sebagai yang disebutkan dalam sabda Muhammad saw., kita semua kemudian mengenalnya sebagai Muhammad Al Fatih. Sang Pembebas.

Dua jenderal besar, dengan mimpi besar dan ikhtiar-ikhtiar terbaik, terlepas dari siapa salah dan benar, salah satunya gagal dan kalah, sementara lainnya berhasil dan berjaya. Dalam pusaran sejarah umat manusia kita belajar, di sisi pemenang, selalu berdampingan mereka yang kalah. Menang-kalah, berhasil-gagal, berjaya-terhina adalah koin dua sisi, satu sama lain berdamping tidak terpisah, menjadi paket kehidupan yang menggelinding melaju bersama waktu. Hingga pada akhirnya kita sama-sama memahfumi, di ujung usaha-usaha manusia selalu terbaring dua kemungkinan.

Yang pada akhirnya kita harus menjemputnya jua.

Kita tak pernah benar-benar tahu apa yang ada di ujung jalan-jalan yang kita pilih, diakhir usaha-usaha demi mimpi. Adakah sukses membahagia di sana? Atau justru derita menestapa siap memeluk kita yang datang. Ragu dan malah berhenti di tempat tidak menyelesaikan apa-apa. Sementar kita meragu, tanpa tersadar, waktulah yang membawa kita pada ujung akhir perjalanan. Mimpi-mimpi, sayangnya, tidak melulu harus tergapai. Pada ujung-ujung takdir, mimpi kita mungkin tak akan selalu gemilang. Hasilnya bisa jadi tetap sama, bersinar gemintang atau kelam meredup, tetapi bagaimana kita menuju padanya yang memberikan perbedaan besar di antaranya. Adalah hal yang sangat berbeda, maju naik ke atas arena pertandingan dengan kepala tegak dan maju diseret masuk ke dalam arena. Karena, berkahnya bisa jadi ada pada prosesnya, ada pada tiap cara kita menggapainya. Karena hikmahnya, bisa jadi bukan di akhir cerita, melainkan di tengah, di sepanjang perjalanan. Hal yang selanjutnya menjadi pertanyaan adalah, jalan mana yang akan kita ambil?


Read More..

Rabu, 13 November 2013

Hari ketika hujan tidak lagi romantis

Dear Amellia, sahabat ku tersayang.

Bagaimana kabarmu di negeri seberang Mel? Sudahkah berhasil melakukan hal yang kau impi-impikan jika berhasil menjejakkan di negeri empat musim, mencicipi rasa benda putih-putih dingin yang kau sebut salju itu? Aku dengar setiap akhir tahun benda putih-putih dingin itu turun dari langit, seperti hujan yang sering turun di kampung kita.

Amellia yang baik,

Aku dengar hari-hari ini, hujan sudah tidak lagi romantis. Ah, aku tahu kau pasti tak kan percaya. Akan tetapi aku mendengar orang-orang meracau demikian. Paling tidak, seperti itu kata orang-orang kota di sebelah barat kampung kita. Hujan tidak lagi membawa romantisme, seperti dahulu saat kita kecil, menadahkan tangan kita, menangkap air hujan yang turun melewati genting rumah kita yang reyot. Hujan hari ini hanya membawa air, teramat banyak bahkan. Menggenangi rumah-rumah besar bertingkat yang sering kita lihat di TV hitam-putih milik kepala kampung itu. Sampai-sampai hampir aku tidak percaya, biasanya kan alam juga pilih-pilih menimpakan kesusahan. Ternyata orang-orang kaya itu juga ditimpa bencana, hampir tergelak aku tertawa.

Amellia, sahabatku berpipi tembem,

Aku harap kau tidak kurus kering-kempot di sana. Aku tahu sedari dulu kau tidak pernah membiarkan makanan nganggur. Aku harap mereka memberikanmu banyak makanan di sana. Kau tahu Mel, hujan sudah tidak mau lagi membawa rindu, mereka hanya membawa angin besar dan gemuruh di sudut-sudut langit. Apa kau juga melihatnya di TV? Tetangga kita di timur laut sana yang merasakannya. Aku melihatnya, mereka berkata hal yang sama, hujan tidak mau lagi menyampaikan rindu seseorang pada kekasihnya. Mereka hanya membawa kemarahan ibu bumi, angin yang ribut ditambah gemuruh kilat, hal tersebut pastilah memekakkan telinga semua orang. Orang-orang bilang ibu bumi murka karena manusia membuang kotoran mereka ke langit-langitnya, menggelapkan bahkan di siang terik. Mengotori langit yang memberikanmu dulu pelangi Mel, iya, sekarang kau mungkin tidak bisa melihat lengkung warna-warni langit lagi. Semua sudah tertutup debu-debu hitam yang menyesakkan napas.

Amellia yang manis,

Aku mulai setuju bahwa hari-hari ini hujan sudah tidak lagi romantis. Tetapi ada orang sepertimu yang tetap bersikeras tidak setuju dan senang merayakan rindunya bersama hujan. Aku tahu, seperti mu juga, mereka sebenarnya tahu, mereka merayakannya selagi hujan masih mengantarkan rindu mereka ke orang-orang yang mereka kasihi. Sebelum hujan tidak membawa lagi apa-apa, seperti waktu itu Mel, kau ingat? Hari itu hujan tidak membawa apa-apa, tidak romantisme atau rindu, bahkan tidak pula kebencian. Hari itu hujan hanya membawa air saja, bersama angin dan kilat-kilat yang bergemuruh marah. Dan setelahnya, aku melihat kampung kita dengan leluasa Mel, tidak ada lagi rumah-rumah reyot yang berdiri padat-padat di dalamnya. Hujan saat itu membawa pergi romantisme kita Mel, aku tidak melihat apa-apa lagi, selain mayat-mayat yang berceceran di sudut-sudut puing rumah-rumah reyot dan adikmu, yang menangis sesenggukan, memeluk tubuhmu yang mulai dingin membiru.




Read More..

Selasa, 22 Oktober 2013

Di Kanan dan Kiri Otak Kita

(sumber: meritgest.com)
Anda pasti pernah mendengarnya, menggangguk-angguk saat melihat infografis tentangnya, mengingat-ingat, kemudian bergumam, ”Benar juga”. Dengan berbagai macam sumber psikologi popular saat ini, kita terbiasa dengan perbedaan fungsi otak yang begitu terkenal, otak kiri adalah otak analisis, logis, dan matematis. Orang-orang yang lebih suka berpikir analisis, logis, sekuens, atau matematis adalah para pemakai otak bagian kiri. Di lain sisi, otak kanan adalah otak abstrak, seni, dan kreativitas. Maka ini adalah otak para seniman, orang-orang yang berpikir kreatif adalah para pengguna sejati otak bagian kanan.

Demikian dan selesai.

Sayangnya, semua itu tidak lebih dari pseudosains, mitos yang terbungkus sains, atau paling tidak, penyederhanaan yang terlalu terburu-buru dari suatu hasil riset ilmiah. Dari mana miskonsepsi lama ini berasal, di mana letak ketidaktepatannya, dan apa yang bisa kita dapat dari hasil penelitian terkini? Mari sejenak, kita kembali menyelami organ paling menajubkan sekaligus paling misterius yang dimiliki manusia, satu-satunya organ yang dapat mengeksplorasi dirinya sendiri, otak.

Belah otak jadi dua
Adalah Roger W. Sperry, peraih nobel di bidang fisiologi/kedokteran, seorang neurobiologis yang berhasil melakukan operasi pemisahan dua sisi (hemisfer) otak pertama pada pasien epilepsi di tahun 1961. Bagi Sperry pada saat itu, operasi pemisahan dua hemisfer otak merupakan harapan terakhir bagi pasien epilepsinya untuk mencegah penyebaran kondisi epilepsi dari satu sisi otak ke sisi lainnya. Operasi berjalan mulus, pasien epilepsi tersebut berhasil membaik dan berhenti mengalami kejang-kejang akibat epilepsi. Dengan kedua belah otak yang terpisah sekarang, dia tampak baik-baik saja, menjalani kehidupan yang kembali normal, menari, bercanda, mengingat, dan belajar tanpa ada masalah. Tetapi sesuatu yang aneh akhirnya teramati, dengan pensil di kedua tangan, pasien tersebut dapat menggambar bentuk geometris berbeda secara bersamaan, misal gambar lingkaran oleh tangan kanan dan segitiga oleh tangan kiri. Teramati seakan-akan pasien memiliki dua otak yang bekerja secara independen.

Masih ada lagi, ketika pasien melihat sebuah kata hanya dengan mata kanannya saja, dia bisa menyebutkannya tetapi tidak dapat menggambarkannya. Sebaliknya, jika pasien melihat sebuah kata hanya dengan mata kirinya saja, dia bisa menggambarkannya, tetapi tidak dapat menyebutkannya(1). Dari operasi pemisahan kedua sisi otak ini kemudian para peneliti menyadari adanya daerah-daerah khusus pada otak yang bertanggung jawab atas fungsi kognitif tertentu. Otak kanan yang memiliki kemampuan visual-spasial dan otak kiri yang memiliki kemampuan bahasa. Dari titik awal inilah, berkembang konsep lateralisasi fungsi otak (perbedaan fungsi kedua hemisfer otak), yang kemudian diinterpretasikan terlalu jauh sebagai otak kiri adalah otak analisis-logis dan otak kanan adalah otak abstrak-kreativitas.

Interpretasi atas hasil operasi ini nyatanya lebih kompleks dari sekedar dua fungsi otak yang saling berlawanan. Bahwa sebelum zaman penggunaan teknologi pencitraan otak (magnetic resonance imaging, dll.), penemuan fungsi-fungsi otak selalu diawali dari adanya defek (cacat) pada daerah otak tertentu yang teramati pada penderitanya. Dalam salah satu esainya di The Throwing Madonna, William H. Calvin mencatat, “Eksperimen pemisahan otak merupakan contoh yang bagus untuk studi mengenai kemampuan perpindahan fungsi otak dari sisi satu ke sisi lainnya, dibandingkan studi mengenai keterpisahan kemampuan dua sisi otak.” Sebagian besar pasien mengalami epilepsi sejak kecil, dimana perkembangan fungsi otak sedang tinggi-tingginya. Pada masa muda, fungsi otak dapat berpindah dari daerah yang cacat ke daerah lainnya di otak, begitu pula berpindah lintas hemisfer otak(2).

Para neurosaintis sendiri tidak berani mengambil interpretasi yang terlalu jauh dari hasil eksperimen pemisahan hemisfer otak. “Operasi pemisah otak tidak lebih dramatis,” tulis Calvin dalam esainya, “dari sekedar terciptanya konflik antara dua sisi tubuh.” Pada pasien pemisahan hemisfer otak, misalnya, sering terjadi alien hand syndrome, satu tangan menutup kancing baju sedang tangan lainnya membukanya(3). David Eagleman, neurosaintis dari Baylor College of Medicine, menekankan dalam bukunya, Incognito, “Pada operasi pencabutan seluruh bagian dari salah satu hemisfer otak (hemispherectomy), selama operasi dilakukan pada anak di bawah umur 8 tahun, anak tersebut akan tetap dapat menjalani hidup dengan normal walau hanya memiliki setengah otak.” Dengan hanya setengah otak yang dimiliki, dia tetap dapat tumbuh, bermain, mengerjakan matematika, dan hal-hal lainnya yang dilakukan anak normal. Pada titik ini, kedua hemisfer otak tampak seperti kembar, memiliki fungsi kognitif yang sama, satu sama lain(3).

Membedah otak saat ini
Menjadi pandangan yang diterima secara luas bahwa otak kiri berfungsi spesifik pada proses berpikir analisis dan otak kanan berfungsi spesifik pada proses berpikir abstrak atau holistik. Akan tetapi, teori tersebut bukanlah hal yang mudah untuk dibuktikan. Pada eksperimen yang terkontrol, sebagai contoh, sangat sulit untuk menciptakan metode eksperimen yang hanya menguji proses berpikir analisis saja atau proses berpikir abstrak saja. “Dalam kehidupan sehari-hari, hampir tidak ada pekerjaan yang tidak melibatkan kedua proses berpikir,” tulis Vivian Leung, “Saat anda membaca tulisan ini, otak bagian kiri akan memproses kata-kata dan urutannya, dan otak bagian kanan menyediakan makna dan konteks dari suatu kalimat” (4). Dari kerja sama kedua belah otak ini kemudian kita mengerti suatu kalimat secara menyeluruh.

Kreativitas, sungguh, merupakan bagian dari kognisi manusia yang masih menjadi tanda tanya besar akan mekanisme sesungguhnya. Menciptakan eksperimen yang hanya menguji daya kreativitas saja, dan tidak lainnya adalah hal yang tidak mudah dilakukan. Seperti studi yang dilakukan oleh Aziz-Zadeh terhadap 13 subjek, laki dan perempuan dari berbagai latar belakang pendidikan menghasilkan kesimpulan yang menarik. Dengan menggunakan teknologi pencitraan pada otak manusia (fMRI), Aziz-Zadeh dan tim memeriksa bagian otak yang bekerja saat subjek diberikan tugas berupa tugas yang bersifat menguji kreativitas dan tugas non-kreatif. Hasilnya, otak kanan memang memegang peranan penting pada tugas kreatif, tetapi hal yang menarik adalah tugas kreatif justru lebih memicu otak kiri untuk bekerja dibandingkan tugas non-kreatif(5). Nampaknya, kreativitas bukan sekedar dominasi dari kerja otak kanan. Begitu pula hasil review dari 72 eksperimen yang dilaporkan dalam 63 artikel oleh Dietrich memberikan kesimpulan bahwa kreativitas bukan hasil mandiri dari satu proses mental atau daerah otak tertentu, terutama bila dihubungkan dengan fungsi tunggal otak kanan atau sinkronisasi alfa, dan sebagainya(6).

Pada akhirnya, menilai bahwa diri sendiri atau orang lain lebih menggunakan otak kirinya atau otak kanannya adalah hal yang absurd. Bahkan dari studi pada sejumlah 1.011 subjek untuk melihat adanya kecenderungan orang lebih memakai otak kirinya atau otak kanannya tidak menunjukkan adanya kecenderungan demikian. Jeff Anderson dan tim dari Universitas Utah memindai otak subjek yang terdiri anak-anak hingga dewasa (7- 39 tahun). Kesimpulannya, tidak terlihat adanya pola kecenderungan lebih penggunaan otak kanan saja atau otak kiri saja(7). Sebagai gambaran sederhana, pada aktivitas menggambar (yang mungkin sering dikatakan sebagai aktivitas otak kanan), otak kanan anda akan terkonsentrasi pada gambaran besar, hubungan antara satu objek dengan objek lainnya pada gambar, dan posisi relatif dari objek yang ada pada bidang gambar, sementara otak kiri anda akan fokus pada detail dari objek dan gambar yang anda buat. Tidak ada aktivitas khusus yang menggunakan otak kanan saja atau otak kiri saja.

Referensi:
  1. Boehm, K. 2012. Left brain, right brain: an outdated argument. Tersedia di http://www.yalescientific.org/2012/04/left-brain-right-brain-an-outdated-argument/.
  2. Calvin, W.H. 1983. The throwing Madonna: essay on the brain. McGraw-Hill.
  3. Eagleman, D. 2011. Incognito: the secret lives of the brain. Vintage Book.
  4. Leung, V. 2013. The whole brain scientist. Tersedia di http://www.scq.ubc.ca/the-whole-brain-scientist/.
  5. Aziz-zedah, L., et.al. 2012. Exploring the neural correlates of visual creativity. Soc. Cogn. Affect. Neurosci., 8 (4): 475-480.
  6. Dietrich, A., R. Kanso. 2010. A review of EEG, ERP, and neuroimaging studies of creativity and insight. Psychological Bulletin, 136 (5): 822-848.
  7. Nielsen, J.A., et.al. 2013. An evaluation of the left-brain vs. right-brain hypothesis with resting state functional connectivity magnetic resonance imaging. Plos one, 8 (8): e71275.


Read More..

Rabu, 28 Agustus 2013

Saya, membaca, dan es krim

(sumber: wowiamreading.com)
We read to know that we are not alone. (C.S. Lewis)

Saya sendiri tidak pernah mengingatnya dengan jelas, kapan saya mulai suka membaca. Hingga saat ini terkadang saya masih takjub dengan foto masa balita, seumur-umur yang belum bisa membaca, di mana saya duduk di sofa ruang tamu sambil membaca koran dengan posisi terbalik ! Saya sangat yakin bahwa pada saat itu, huruf ‘a’ atau ‘b’ atau ‘z’ tidak lebih dari sekedar gambar-gambar meliuk padat dan rapat. Saya kira ada sesuatu yang menarik perhatian seorang Gama kecil di koran yang terhampar begitu saja di sofa ruang tamu.

Sebelum memulai mengetik tulisan kali ini, saya menyempatkan diri membaca sejenak sebuah artikel yang terlihat menarik saat saya mengetik kata kunci ‘research reading cognitive' pada mesin pencari Google. Pada bagian pendahuluan dari artikel yang ditulis oleh Cunningham dan Stanovich (2001)* tereja istilah Matthew effects. Sebuah istilah yang menggambarkan fenomena di mana orang kaya semakin kaya dan orang miskin semakin miskin. Singkat cerita, konsep yang sama ternyata berlaku pada kebiasaan membaca manusia. Semakin sering kita terekspos oleh pengalaman membaca maka semakin senang kita dalam aktivitas membaca. Konsep yang sama kemudian mengilhamkan untuk membentuk ‘pengalaman membaca’ yang kaya pada anak-anak untuk menumbuhkan minat membaca sekaligus mengasah kemampuan kognitif mereka. Saya berpikir bahwa ‘pengalaman membaca’ tak mesti tentang anak yang duduk diam membaca, bisa jadi kegiatan-kegiatan yang memiliki banyak aktivitas gerak yang dihubungkan dengan ‘kegiatan membaca’ atau ‘buku’.

Masa awal memasuki universitas boleh jadi menjadi waktu intensitas membaca saya meningkat drastis. Bukan hanya karena tuntutan kuliah, sungguh bukan hanya itu, tetapi juga karena pada masa awal tersebut saya belum memiliki alat elektronik bernama laptop. Alhasil, saya yang tinggal di kost pada saat itu sering berkunjung ke perpustakaan pusat universitas untuk sejenak mengatasi kebosanan di kamar kost pada akhir pekan, selain tentu saja karena saya bisa memakai lab komputernya untuk berselancar ria di dunia maya. Saya ingat ketika saya menyelusuri satu demi satu rak-rak buku di perpustakaan, dari sebelah rak-rak yang berisikan buku-buku psikologi, filsafat, juga agama, berlanjut ke buku-buku sains, kedokteran, teknik, hingga ke buku-buku rumpun humaniora. Dari sini saya menemukan ternyata mereka juga memiliki koleksi buku-buku fiksi ! Dari novel-novel ringan semacam teenlit hingga karya sastra karangan penulis besar yang saya bahkan baru sekedar melihatnya pun sudah tercium aroma beratnya sastra Indonesia. Maka saya perlu berterimakasih pada perpustakaan pusat universitas karena mengenalkan berbagai macam buku fiksi yang menarik untuk dibaca. Saya mengingatnya walau dengan samar, saya membaca hampir semua serial supernova karya Dee hasil pinjaman perpustakaan pusat, atau novel bahasa Inggris pertama yang saya baca karya James Patterson (judulnya saya lupa, yang pasti berhubungan dengan eksperimen genetik yang menjadikan anak manusia bersayap seperti malaikat) hingga novel karya Stephen King yang bahkan pada halaman pertamanya saja sudah membuat saya mengenyerengitkan dahi kemudian menyudahinya pada halaman kelima. Tentu saja saya tidak lupa untuk sekedar meminjam buku farmasi fisiknya Alfred Martin atau melihat-lihat beberapa halaman berwarna dari fisiologi manusianya William F. Ganong.

Satu hal yang saya tahu bahwa membaca dapat membawamu sejenak dari realita di sekitarmu. Terutama ketika kita membaca buku-buku fiksi fantasi yang membawa realita kita ke negeri antah-berantah atau sekedar padang rumput bersemilirkan angin. Saya menyukai membaca dan buku tentunya, yang selalu saya anggap harta yang berharga. Kemajuan teknologi, ebook, tak akan pernah menggantikan kertas-kertas krem buku yang darinya tercium aroma khas yang memesona, atau paling tidak hingga manusia berhasil menciptakan sensasi yang sama pada saat kita membaca ebook. Di tengah pikiran yang sedang berat atau hati yang tidak keruan, membaca adalah pilihan yang selalu menyenangkan. Terutama membaca Qur’an, baca saja dan anda akan merasakan ketenangan yang menjalar dari ubun-ubun kepala. Oleh karena itu jika anda melihat saya sedang bersedih hati atau bermuram ria, berikan saja saya sebuah buku yang menarik untuk dibaca atau tulislah sebuah tulisan dan biarkan saya membacanya. Buku, tak ayal lagi, adalah moodbooster kedua terbaik selain, ah tentu saja yang terbaik pertama, es krim coklat !

*)Cunningham, A.E. and K.E. Stanovich. (2001). What reading does for the mind. Journal of Direct Instruction, 1(2), 137-149.


Read More..

Senin, 19 Agustus 2013

Parasetamol dan cerita lainnya

“Hingga saat ini saya kira semua sepakat, parasetamol masih menjadi obat yang paling dicari-cari saat kepala sakit terasa, saat demam menggigil melanda.”

Parasetamol tak pernah ditemukan benar-benar secara tidak sengaja, paling tidak hingga mereka menyebutnya parasetamol dan dipasarkan oleh Sterling-Winthrop Co. Meskipun demikian, rasanya kita perlu mencatat selalu ada pelajaran dari setiap kesalahan, dan dari sebuah kesalahan pemberian obat cacing, naftalen, menjadi asetanilid, dua orang asisten professor dari Universitas Strassburg mencatatkan dalam sejarah, obat penurun demam (antpiretik) baru yang dapat diproduksi dengan murah. Sayangnya, keberuntungan tak berlangsung lama, asetanilid memiliki efek samping serius pada hemoglobin darah dan peredarannya ditarik dari pasaran.

Berhenti hingga di sinikah? Tentu saja tidak. Ketidaksengajaan penemuan efek antipiretik asetanilid menggelitik rasa penasaran manusia. Rasa penasaran yang sama yang ada pada setiap penemu-penemu besar dunia. Rasa penasaran yang sama yang membangun peradaban manusia. Hingga singkat cerita, percobaan-percobaan dilakukan, sintesis senyawa baru yang memiliki potensi lebih baik dan efek samping rendah diciptakan. Setelah 60 tahun sejak kejadian kesalahan pemberian obat cacing di Universitas Strassburg, parasetamol dipasarkan ke dunia. Meledak menjadi obat sakit kepala dan demam yang dicari-cari umat manusia.

Kesalahan-kesalahan selalu terjadi, dari sesepele salah mengambil warna dasi hingga salah memberikan obat. Kesalahan-kesalahan mungkin terjadi, pada pribadi yang sudah ahli dan terbiasa sekalipun. Tetapi mereka yang luarbiasa adalah mereka yang mengakui kesalahannya, menyelesaikannya, bahkan bisa jadi memanfaatkannya menjadi suatu yang lebih berguna.

Cerita-cerita sakit kepala
Bahkan ketika mengetik tulisan ini, kepala saya masih agak terasa pening karena beberapa hal nampaknya terlalu menjadi beban pikiran. Beberapa hal memang tak perlu dipikirkan berlebihan karena hal-hal tersebut tercipta untuk dikerjakan. Masalah-masalah tak akan pernah selesai dengan memikirkan solusinya saja. Sakit kepala bisa saja tetap berlangsung walau solusi ditemukan, jika solusi tersebut tak pernah dilakukan, yang berarti tidak terbukti ketepatannya, yang dengan demikian menambah sakit kepala anda !

Banyak hal memang akan membuat anda sakit kepala, hal-hal yang tidak dapat dikendalikan atau rencana-rencana yang tak berjalan sesuai harapan. Bahkan harapan sendiri bisa membuat anda sakit kepala ! Sekali lagi jika harapan tersebut hanya dibayangkan, tak selangkah pun coba diwujudkan. Bayangan-bayangan masa depan bisa jadi sangat menyeramkan, tetapi bayangan hanyalah bayang-bayang, ketakutan-ketakutan akan masa depan tidak pernah perlu terjadi, dan masa depan sendiri bukanlah sesuatu yang harus selalu dibayang-bayangkan. Masa depan ada untuk kemudian kita melangkah memeluknya.

Urusan cinta yang membius banyak orang bisa jadi membuat anda lebih sakit kepala lagi. Tak ada kegilaan yang lebih memayahkan kecuali pada orang-orang yang memendam rindu dan tersiksa karena kerinduannya. Urusan gila-menggila karena cinta-rindu-harap sebenarnya bisa dihindari dengan mindset yang tepat. Ah, terlalu awam bagi saya untu berbicara persoalan gila-rindu-cinta-harap yang tak habis-habis. Paling tidak, satu solusi yang bisa saya tawarkan untuk meredakan sakit kepala anda sementara, minumlah obat sakit kepala, parasetamol !


Read More..

Kamis, 08 Agustus 2013

Happy Eid Mubarak 1434H :D


Taqabbalallahu minna wa minkum.
Mohon maaf pembaca sekalian atas segala postingan yang tidak berkenan.
Semoga kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi :D


Read More..

Kamis, 23 Mei 2013

Menandai catatan, happy 4th anniversary Journal of Ramadhan

Tidak ada kue ulangtahun, perayaan dengan berbagai giveaway, bahkan pesta-pesta meriah malam malam. Bukan, memang kau kira perayaan ulangtahun orang kaya dan terkenal.

Well, alhamdulillah, masih diberi konsistensi untuk menulis catatan-catatan sedikit ilmu di kepala atau dari buku-buku yang dibaca, jurnal, paper, artikel yang sedang iseng-iseng gak ada kerjaan terbaca :p, dalam sebuah blog yang sejak Mei 2009 lalu terterbitkan di dunia maya, Journal of Ramadhan !

Tentu saja bukan sebuah blog populer, dari 4 tahun malang melintang di dunia maya, hanya tercatat 32 followers dan 56.345 views (berdasarkan statistik internal blogger) yang tanpa sengaja tersesat ke blog Journal of Ramadhan. Mungkin karena tulisan saya yang memang gak bagus atau topik yang tidak populer atau bahkan keduanya!. HAHAHA. Though I don't really care about it. Di titik awal ketika memutuskan untuk menulis blog, hanya ada keinginan untuk berbagi keingintahuan tentang alam kita, diri kita sendiri, bahkan mengintip sedikit misteri mengagumkan di dunia. Saya selalu percaya, dengan sudut yang tepat, topik-topik sains selalu akan semengagumkan cerita fantasi sebelum tidur, seindah roman cinta paling memukau, atau serenyah kisah metropop di novel-novel teenlit. Suatu hari nanti, saya yakin ada saat di mana kita dapat berbincang tentang kisah penemuan menakjubkan terbaru, sehangat kopi yang kita minum di warung kopi sebelah.

After all, terimakasih kepada para pembaca yang tanpa sengaja tersesat dan yang (jika ada) menanti blogpost terbaru tiap bulannya atau para silent reader dan tentu saja pembaca yang berbaik hati meninggalkan jejaknya di bagian komentar. Trims and I'll keep writing or, oh well, blogging ;)

ganbarimashou !

Read More..

Selasa, 14 Mei 2013

mtDNA dan Jejak Ibu Peradaban

(sumber gambar: ENB 105)
Pada tahun 1987, sebuah penelitian menarik dilakukan oleh Rebecca L. Cann dari University of California, Barkeley terhadap sampel populasi dari 5 daerah geografis yang berbeda. Rebecca L. Can, dkk mengambil darah 147 orang dari total 5 daerah dengan kondisi georgrafis yang berbeda, mengekstrak DNA yang berada di dalam organel sel bernama mitokondria, melakukan peruntunan gen (genome sequencing), dan melakukan analisis (mapping) sekuens gen-gen tersebut. Kesimpulan yang didapat sungguh menarik, semua DNA mitokondria ini berasal dari satu garis keturunan yang sama, berasal dari seorang wanita, yang diperkirakan hidup sekitar 200.000 tahun lalu dan tinggal di Afrika. Sesosok Hawa?

DNA (Deoxyribonucleic acid), kita kenal sebagai suatu cetak biru manusia, di mana seluruh informasi ‘luar-dalam’ manusia dikodekan dalam suatu untaian berpilin ganda. Dalam sel manusia, DNA utama tersimpan rapi dalam suatu inti sel atau nukleus. Meskipun demikian, ada suatu organel sel, tempat dihasilkannya energi bagi sel, yang memiliki untaian DNA berpilin dan membentuk lingkaran, yaitu mitokondria. DNA mitokondria (mtDNA) menjadi salah satu alat istimewa dalam melacak asal usul manusia karena karakteristiknya yang justru berbeda dari DNA pada inti sel. Sementara DNA di inti sel didapatkan dari hasil kombinasi gen ayah dan ibu, mtDNA hanya diwariskan oleh ibu. Meskipun seorang pria memiliki mtDNA yang berasal dari ibunya, ia tidak akan bisa menurunkan mtDNA kepada keturunannya. Hal ini disebabkan, saat proses pembuahan terjadi, ketika sel sperma memasuki sel ovum, mitokondria sel sperma akan mengering dan mati. Alhasil, hanya mtDNA dari sel ovumlah yang akan diwariskan kepada keturunan selanjutnya. Selain karakter di atas, mtDNA memiliki karakteristik lain, seperti tingginya jumlah kopi gen mtDNA, rendahnya proses rekombinasi DNA, laju mutasi yang lebih tinggi.

Sebuah pertanyaan menarik adalah bila mtDNA diturunkan hanya melalui jalur ibu dan tidak ada kombinasi dari gen ayah, apakah hal itu berarti kita memiliki sekuens gen mtDNA yang sama? Jawabannya adalah tidak. Laju mutasi gen mtDNA lebih tinggi dari DNA pada inti sel, terutama mutasi titik, di mana terjadi perubahan pada pasang basa DNA di titik-titik tertentu. Laju mutasi ini tampaknya tetap dari generasi ke generasi, yakni sekitar satu mutasi tiap 3000 generasi, sehingga para peneliti dapat mengestimasikan berapa lama mutasi yang telah terjadi. Secara sederhana, kita dapat melacakan (tracing) pendahulu-pendahulu kita dengan menganalisis mutasi yang terjadi pada mtDNA. Bila kita mencocokkan sekuens mtDNA pada orang-orang yang hidup saat ini, maka garis kesamaan sekuens dapat terlihat yang berarti semakin sama sekuensnya menunjukkan semakin berkerabat orang tersebut. Lebih lanjut, pada mtDNA terdapat bagian-bagian khas tertentu pada sekuens gen yang mengalami mutasi dan cenderung menunjukkan spesifitas daerah geografis tertentu. Misal mutasi pada bagian (macrohaplogroup) L pada mtDNA menunjukkan mtDNA berasal dari daratan Afrika, sementara macrohaplogroup A, B, C, dan D berasal dari Asia. Setelah dilakukan sekuens gen mtDNA pada populasi di berbagai daerah geografis di dunia, mencocokkan berbagai kombinasi gen yang sedemikian kompleks dengan menggunakan simulasi komputer, arus migrasi populasi dunia dapat dibuat dan titik awal populasi tersebut berada pada dataran Afrika. Pada titik kesimpulan inilah, hipotesis mengenai adanya nenek moyang yang sama pada seluruh umat manusia diajukan.

Pendekatan pencarian asal-usul leluhur manusia dengan menggunakan mtDNA tentu saja memiliki kelemahan. Beberapa metode lain diajukan, seperti dengan menggunakan penanda kromosom-Y (yang spesifik hanya laki-laki) sebagai pelengkap analisis dengan metode mtDNA. Terlepas dari apakah anda pendukung teori evolusi atau tidak, kesimpulan bahwa kita berasal dari leluhur yang sama masih sangat kuat dan dapat diperdebatkan.


Bacaan lebih lanjut:
  1. Oppenheimer, S. Mitochondrial DNA: the eve gene. Tersedia di http://www.bradshawfoundation.com/journey/eve.html [diakses 14 Mei 2013]
  2. Pakendorf, B. dan M. Stoneking. (2005). Mitochondrial DNA and human evolution. Annu. Rev. Genomics Hum. Genet., 6, 165-183.
  3. Wilkins, A. How mitochondrial eve connected all humanity and rewrote human evolution. Tersedia di http://io9.com/5878996/how-mitochondrial-eve-connected-all-humanity-and-rewrote-human-evolution [diakses 14 Mei 2013]
  4. Witas, H.W. dan P. Zawicki. (2004). Mitochondrial DNA and human evolution: a review. Antrop. Rev., 67, 97-110.
     


Read More..

Selasa, 23 April 2013

Ikuti kata hati (?)

(sumber: cdn3.sbnation.com)
Sadar-tidak sadar, kita seringkali mengambil keputusan-keputusan strategis berdasarkan apa yang kita sebut sebagai ‘feeling’. Seiring dengan kebanggaan akan keputusan-keputusan logis yang dibuat, ‘feeling’ mempengaruhi keputusan kita lebih dari yang kita bayangkan.

Lupakan sejenak tentang pikiran alam sadar kita, tentang tempat di mana semua informasi yang bisa sepenuhnya kita akses serta kebanggaan atas kecerdasan-kecerdasan logika kita. Perhatikan diri kita pada sebuah cermin, tidak hanya padamuka-muka yang menampakkan kecantikan dan ketampanannya, tetapi lebih jauh masuk ke dalam, terdapat organ kenyal berwarna merah-jambu yang tersusun atas sel-sel yang mengatur dan beraturan, namun kompleks seperti alam semesta ini. Di pertengahan abad kedua puluh, para pemikir mulai menyadari bahwa sangat sedikit yang kita tahu tentang diri kita sendiri. Dan hal pertama yang kita pelajari dari seluruh untaian yang membangun siapa diri kita adalah sebuah pelajaran sederhana: Kebanyakan dari apa yang kita lakukan dan pikirkan dan rasakan tidak berada di bawah kontrol kesadaran kita. Segala hal yang kita sebut sebagai ‘kita’, kesadaran kita, merupakan sebagian kecil dari apa-apa yang dioperasikan oleh neuron-neuron yang saling bertautan membentuk sebuah organ-kenyal-merah-jambu.

Sebuah penelitian menarik dilakukan oleh Antoine Bechara dkk, mereka memberikan 4 buah dek kartu di mana para subjek diminta mengambil satu kartu dari keempat dek dalam satu kesempatan . Setiap kartu memiliki arti ‘mendapatkan uang’ atau ‘kehilangan uang'. Selang beberapa waktu, para subjek mulai menyadari setiap dek memiliki karakteristik, dua diantaranya berarti dek yang bagus (mendapatkan uang) sedangkan yang lainnya berarti dek yang jelek (kehilangan uang). Hal yang menarik adalah, para peneliti tersebut mengukur respon konduksi kulit, yang mencerminkan aktivitas saraf otonom manusia. Para peneliti melihat sesuatu yang menarik: sistem otonom menyadari karakteristik dek dengan baik sebelum alam sadar subjek menyadarinya, yaitu saat subjek akan mengambil dek yang jelek, ada aktivitas yang tercatat pada pengukur respon konduksi kulit yang menandakan sebuah tanda peringatan. Bagian-bagian tertentu otak subjek nampaknya menyadari adanya akibat dari mengambil suatu dek tertentu sebelum kesadaran subjek mengenai mana dek yang bagus atau buruk timbul. Subjek mulai memilih dek yang bagus sebelum mereka secara sadar mengetahui mengapa. Hal ini berarti pengetahuan yang kita sadari atau di alam sadar kita pada situasi tersebut ternyata tidak terlalu diperlukan untuk mengambil keputusan yang baik.

Beberapa studi lain nampaknya berkesimpulan bahwa keadaan atau respon tubuh sebagai bagian dari sistem otonom kita membentuk perasaan yang mempengaruhi bahkan membimbing pengambilan keputusan kita. Tanpa pernah kita sadari, insting bertahan hidup manusia mempengaruhi kondisi output yang terjadi pada tubuh. Ketika suatu kondisi yang buruk terjadi, secara otomatis otak kita mempengaruhi seluruh organ tubuh (denyut jantung, keringat, kontraksi otot, pupil mata, dsb) untuk menyimpan ‘perasaan fisik’ tersebut dan ‘perasaan’ ini kemudian diasosiasikan dengan kondisi yang sedang terjadi. Ketika suatu saat kondisi tersebut kembali terlintas di benak kita, otak secara otomatis menjalankan simulasi yang akan terjadi, membangkitkan kembali perasaan fisik yang kita alami sebelumnya dan kemudian perasaan tersebut atau praduga sebelumnya mempengaruhi keputusan yang akan kita ambil. Dengan kata lain, kondisi tubuh yang telah terekam sebelumnya menyediakan apa yang kita sebut sebuah firasat yang kemudian mempengaruhi sikap yang kita ambil. Sehingga seringkali, kita mengambil keputusan atau mengetahui apa yang harus dilakukan sebelum kesadaran kita sampai pada mengapa kita melakukan hal tersebut.

Jika kita tidak bisa selalu mengakses pengetahuan dari alam bawah sadar, kemudian bagaimana agar kita dapat mengambilnya? Idenya tentu saja sederhana untuk mengetahui apa yang firasatmu coba katakan. Jika suatu ketika kamu berada dalam dua pilihan sulit dan bingung apa yang harus dipilih, jentikkan sebuah koin ke udara. Setiap sisi koin mewakili pilihan yang hendak diambil. Hal yang paling penting adalah feeling saat koin mendarat di tanganmu. Jika secara misterius kamu merasakan perasaan lega pada hasil dari jentikan koin maka itulah pilihan yang tepat. Jika, sebaliknya, kamu merasakan suatu hal yang konyol dari hasil sisi jentikan koin, maka itu adalah pertanda bahwa sebaiknya kamu memilih opsi lainnya. Selamat mencoba !

Untuk yang ingin tahu lebih banyak:
Eagleman, D. (2011). Incognito: the secret lives of the brain. New York: Vintage Books


Read More..

Senin, 04 Maret 2013

Quran and Babies

(sumber: guardian.co.uk)
‘Mozzart Effect’ masih menyediakan beragam kontroversi soal kebenarannya dalam meningkatkan spatial-temporal reasoning, sebuah kecerdasan yang esensial dalam bagaimana cara kita berpikir pada matematika dan sains 1. Berbagai studi mengenai perkembangan kecerdasan manusia semenjak di dalam rahim mengindikasikan adanya faktor eksternal yang ikut serta berperan 2. Sepertinya bukan menjadi perdebatan lagi bahwa kecerdasan manusia dipengaruhi oleh nature dan nurture. Studi ‘efek peningkatan kecerdasan’ masih terus dipelajari lebih lanjut, mengingat topik ini tidak hanya menjadi hal yang menarik bagi para peneliti tetapi juga begitu hangat terutama di kalangan orangtua. Bagaimanapun juga, studi mengenai ‘Mozzart Effect’ pada janin, paling tidak, membuktikan bahwa stimulus suara (auditori) dapat diterima semenjak manusia berada dalam rahim. Bagaimana dengan Quran? Bila para (calon) ayah dan bunda memberikan stimulus bacaan Quran semenjak dini pada anak-anak mereka. Nampaknya belum ada studi mengenai hal tersebut (atau mungkin saya-nya yang kurang telaten mencari literatur), namun saya akan mencoba membaginya kepada anda, (calon) ayah-bunda, bahwa stimulus auditori dapat diterima oleh manusia semenjak di dalam janin. Bahwa mencoba memberikan stimulus berupa bacaan ayat Quran merupakan hal yang layak untuk dicoba.

Suara bunda suara dunia
Coba bayangkan anda berada dalam kondisi gelap gulita, sendiri, dalam ruangan yang hanya sebesar tubuh anda, tenggelam dalam air di dalamnya. Itulah rahim, tempat pembentukan awal fisik dan psikis manusia. Dimulai dari proses pembuahan, perubahannya menjadi zigot, terus-menerus sel tersebut membelah secara biner, membentuk fungsi-fungsi yang lebih spesifik, hingga akhirnya terciptalah aspek-aspek yang membentuk manusia hingga saat ini. Hal yang menarik tentu saja, janin dapat menangkap stimulus auditori di dalam ruang gelap ini semenjak trimester akhir kehamilan dan mengingat stimulus ini hingga beberapa hari setelah kelahiran 2,3. Sebuah studi yang dilakukan oleh peneliti dari Universitas Nottingham pada ibu-ibu hamil dengan usia kehamilan 37-42 minggu menunjukkan janin yang diberikan stimulus musik memberikan respon yang sama dengan saat dia telah berumur 5 hari setelah kelahiran. Para peneliti mengukur respon kecepatan denyut jantung subjek saat masih berada di dalam rahim dan setelah dilahirkan 2. Tentu saja studi ini tidak memberikan kesimpulan bahwa efek dari stimulus tersebut akan bermanfaat dan berjangka panjang atau tidak. Akan tetapi garis kesimpulan dapat ditarik, bahwa janin dapat merespon stimulus auditori yang diberikan.

Pertanyaannya selanjutnya adalah, bagaimana janin dapat menangkap stimulus tersebut. Secara garis besar, suara dapat sampai ke organ pendengaran janin lewat dua cara, gelombang suara menjalar melalui cairan amnion (ketuban) dan sampai ke bagian dalam telinga, membran timpani; atau gelombang suara menjalar melalui vibrasi tulang tengkorak janin sehingga sampai ke telinga bagian dalam 4. Beberapa studi, salah satunya oleh Ockleford, dkk, menunjukkan bahwa bayi yang baru lahir lebih memilih suara bundanya dibandingkan suara-suara lain 5. Begitu pula dengan jenis suara, bayi lebih memilih suara yang berupa ucapan (speech) dibandingkan dengan tanpa ucapan (hanya musik atau nada) 6. Nampaknya, janin lebih familiar dengan suara bundanya sendiri dibandingkan dengan suara-suara lainnya. Bunda, sejak dalam masa kehamilan, merupakan penghubung antara suara sang bayi dan suara dunia.

Saran-saran
Apa yang bisa kita lakukan dalam mengoptimalkan pemberian stimulus bacaan Quran sejak berada dalam janin? Jawabannya jelas, suara bunda adalah suara ternyaman untuk bayinya. Stimulus bacaan Quran terbaik yang bisa diberikan kepada sang janin adalah melalui suara bundanya sendiri. Terutama menjelang trimester akhir kehamilan, di mana organ pendengaran telah terbentuk, intensitas bacaan Quran bunda perlu dikonsistenkan bahkan ditingkatkan jika perlu. Mendapat stimulus selain dari suara bundanya memang tidak menjadi masalah, tetapi menurut hemat saya, suara bunda akan lebih diingat oleh sang janin dibandingkan suara lainnya.

Memasuki masa emas
Dengan menggunakan fMRI (functional magnetic resonance imaging), Dehaene-Lambertz beserta rekan-rekannya, mencoba mengukur aktifitas otak bayi-bayi berumur dua bulan saat diberi stimulus berupa suara bundanya dan suara musik sehingga dapat diketahui bagian-bagian mana dari otak bayi yang aktif oleh stimulus suara tersebut 7. Hasilnya bisa diduga, bayi lebih merespon suara bunda dibanding suara musik atau suara orang asing. Area lobus temporal sebelah kiri serta korteks prefrontal kiri dan kanan merupakan bagian yang terstimulasi oleh suara bunda. Artinya, suara bunda memiliki pengaruh dalam stimulasi bagian otak yang berperan dalam komunikasi dan pembentukan bahasa serta bagian yang berperan dalam proses emosional dan intelegensia bayi. Studi ini juga menemukan bahwa bayi-bayi akan lebih baik dalam mempelajari kata yang diucapkan oleh bundanya dibandingkan oleh suara orang lain. Pada masa emas 0-5 tahun, bagian-bagian yang berperan dalam stimulus auditori akan berkembang pesat melalui stimulus suara bunda.

Saran-saran
Nampaknya, suara bunda memegang peran kunci dalam perkembangan bahasa dan emosional bayinya. Stimulus bacaan Quran yang dilakukan oleh bundanya sendiri memegang peranan penting dalam membentuk penghargaan anak akan bacaan Quran. Meskipun demikian, peran serta seluruh anggota keluarga akan lebih mengoptimalkan tumbuh-kembang anak bersama Quran. Meskipun terlalu awal, kita mungkin dapat mengambil hipotesis bahwa kecintaan anak pada Quran memang berawal dari titik mulanya, sang Bunda.

Catatan-catatan
Hingga tanda titik terakhir yang berada di tulisan ini dibubuhkan, penulis sendiri belum menikah dan tidak mempunyai anak (bukan curhat rekan-rekan :p), oleh karenanya saran-saran yang dibuat hanya berada dalam tataran teoritis. Aplikasi yang dapat dilakukan tentunya akan sangat beragam dan bisa menjadi sangat kreatif. Nah (calon) ayah-bunda, selamat mencoba !

Sumber-sumber:
  1. Habe, K. dan N. Jausovec. (2003). Mozart effect – reality or science fiction? Horizon of psychology, 12(4), 23-32.
  2. James, D.K., et.al. (2002). Fetal learning: a prospective randomized controlled study. Ultrasound obstet gynecol, 20, 431-438.
  3. Mampe, B., et.al. (2009). Newborn’s cry melody is shaped by their native language. Current biology, 19, 1994-1997.
  4. Sohmer, H., et.al. (2001). The pathway enabling external sounds to reach the fetal inner ear. Audiology & Neuro-Otology, 6(3), 109-116.
  5. Ockleford, E.M., et.al. (1988). Responses of neonates to parents’ and other’s voices. Early hum dev, 18(1), 27-36.
  6. Hespos, S.J. Language Acquisition: when does the learning begin? Current biology 17(16).
  7. Dehaene-Lambertz, G., et.al. (2010). Language or music, mother or mozzart? Structural and environmental influences on infants’ language networks. Brain & language 114(2), 53-56.

Read More..

Senin, 25 Februari 2013

Sesederhana Telur, Apel, dan Pemandian Umum

(sumber gambar: lightbulbcentral)
Christoper Columbus pulang dari pelayaran melelahkan menemukan daratan di seberang laut Atlantik. Disambut suka cita oleh rakyat Spanyol dan rajanya, didengungkan sebagai pahlawan pembawa dunia baru bagi Spanyol. Pesta perayaan dibuat, ditengah makan malam pelaut-pelaut hebat berkata nyinyir, “Kau telah menemukan dunia di luar samudra kita, lalu ada apa dengan semua itu? Siapa pun dapat menyebrangi lautan dan menemukannya.” Alih-alih menjawab, Columbus mengambil sebutir telur dan menantang semua hadirin untuk membuatnya berdiri tanpa bantuan apa pun. Setiap orang mencoba, telur tetap berputar dan jatuh, gagal memenuhi tantangan, dan mereka mengatakannya tidak mungkin. Columbus melakukannya, meretakkan sedikit pada bagian bawah telur hingga menjadi rata dan mendirikannya dengan mudah. “Apa yang lebih mudah dari melakukan hal yang kalian anggap tidak mungkin?”, ucap Columbus, “Siapa pun dapat melakukannya.”

Kesadaran seringkali merupakan pemicu dari segalanya. Hal-hal sederhana, inspirasi-inspirasi mengagumkan, ide-ide cemerlang selalu berawal dari kesadaran yang menyentak diri manusia. Kesadaranlah yang membedakan antara inovator dengan orang biasa dan para filsuf dengan rakyat jelata. Apel jatuh mungkin hanyalah sekedar apel yang jatuh dalam pandangan orang lain, namun tidak bagi Newton. Ada sesuatu yang lebih besar terkuak di dalamnya, sebuah kesadaran muncul, menyentak Newton. Apel berada dalam posisi diam di atas pohon, jatuh dengan kecepatan yang semakin cepat ke bawah. Pada akhirnya, hanya Newton lah yang tersadarkan, bukan petani atau sembarang orang yang melintasi pohon apel. Dan dari kesadaran ini muncul ide cemerlang tentang alam semesta, gaya gravitasi.

Orang-orang menyebutnya insight, pemahaman akan suatu kebenaran yang tersembunyi. Ide-ide yang muncul seringkali sederhana, namun menuju ide tersebut adalah hal yang lain. Kisah klasik yang meskipun diragukan kebenarannya memberikan kita contoh, kisah penemuan hukum Archimedes yang merupakan prinsip sederhana yang dapat dimengerti ke siswa kelas menengah pertama. Dari semua orang yang berendam dalam pemandian umum mungkin hanya Archimedes yang menyadarinya. Columbus, Newton, Archimedes melihat sesuatu yang berbeda dari suatu hal yang dianggap biasa. Mereka memberikan kita contoh ide-ide sederhana dapat berakibat besar dan ditemukan dengan cara-cara yang tidak biasa. Penemuan-penemuan besar terkadang diinspirasikan dari sesuatu yang sederhana. Observasi, telaah, analisis, percobaan-percobaan membuka yang tersembunyi dari hal-hal sederhana.

Bahwa inspirasi ada di sekitar kita dan menunggu untuk ditemukan adalah keniscayaan. Hal yang kita perlukan mungkin sekedar melihat dari sisi yang berbeda, menemukan maksud dari suatu fenomena, atau bahkan berbagi dengan orang lain. Yakinlah, kita akan bisa menemukan keunikan dari kepolosan, ketakjuban dari ketidakbiasaan, dan keindahan dari hal-hal sederhana.

Read More..

Minggu, 27 Januari 2013

Negative result is not a failure

(sumber: oasisforya.blospot.com)
Eksperimen-eksperimen selalu berangkat dari sebuah pertanyaan, para peneliti kemudian mengandaikan hasilnya dengan membuat hipotesis, mereka melakukan percobaan-percobaan dan mendapatkan hasil. Percobaan-percobaan, bukan satu tetapi banyak percobaan, sehingga dapat menjawab persoalan yang membentang. Hal yang menarik tentu saja betapa satu jawaban dapat menimbulkan sepuluh pertanyaan lanjutan. Dan apa yang kita dapat dari siklus tak terbatas ini adalah apa-apa yang kita lihat sekarang, dari microchip berukuran mini hingga spaceship penjelajah angkasa.

Ada sebuah adagium terkenal dalam dunia riset, “hasil negatif bukanlah sebuah kegagalan”. Hasil positif dan negatif adalah paket dalam semua hal di dunia ini. Kita tak pernah bisa mengharapkan data yang selalu bagus, linearitas yang selalu 0.9999, atau hasil yang selalu optimal. Kegagalan pasti ada pada setiap eksperimen, pencilan sering ada dalam setiap statistik, dan hasil negatif sangat mungkin muncul dalam setiap assay, namun bagaimana cara pandang terhadap setiap kegagalan, data pencilan, dan hasil negatif merupakan hal yang esensial. Karena setiap hasil negatif, setiap kegagalan yang dialami tidak lain merupakan penemuan akan suatu cara untuk tidak membuat suatu tujuan tercapai. Sebuah momen pembelajaran langsung yang tak didapat di bangku kuliah. Sehingga manusia akan terus-menerus berusaha, trial and error, mencapai hasil yang diinginkan.

Hasil negatif tidak perlu menjadi suatu kegagalan, tidak tercapainya cita tak pernah perlu menjadi akhir kehidupan. Karena setiap kita memiliki pilihan untuk mengambil jalan lain, jika kamu masih kuat melawan tantangan, lawanlah sekuat tenaga, jika takdir memilihkan yang lain maka ambillah. Beranjak dari suatu kegagalan akan cita juga adalah keberanian, berani menyusun ulang kembali cerita cita, berani menjalani langkah yang baru. Dan hal itu bukanlah tanda penyerahan !


Read More..