The journey of life is like a man riding a bicycle. We know he got on the bicycle and started to move. We know that at some point he will stop and get off. We know that if he stops moving and does not get off he will fall off. (William Golding)
Menuju akhir pekan pertama di Tsukuba, saya sudah berkenalan dengan beberapa orang Indonesia dan Malaysia yang sudah menjadi penghuni TBIC sebelum kedatangan saya, termasuk mba Lidya dan ka Tia yang satu lab nantinya dengan saya. Di sini, Alat transportasi andalan kami adalah sepeda TBIC yang bisa dipinjam hingga pukul 21.00. Berhubung transportasi umum yang ada hanyalah bus Tsukubus dengan rute terbatas atau taksi yang sudah pasti mahal, dan tentu saja tidak ada angkot apalagi ojek, walhasil kemanapun pergi, sepeda adalah moda transportasi pilihan, terkecuali bila pergi ke lokasi kerja yang disediakan bus oleh TBIC. Rute bersepeda pertama saya adalah menuju Mall Aeon yang bisa ditempuh dalam 10 menit dari TBIC dengan melewati rumah penduduk, hamparan sawah di kiri kanan jalan, kolong jalan layang tol, bahkan kompleks pemakaman x)
Rencana menghabiskan akhir pekan pertama ini adalah dengan perjalanan ke pantai Oarai bersama beberapa teman baru mahasiswa Universitas Tsukuba. Perjalanan dimulai dengan bersepeda di pagi hari bersama mas Suryo, ka Tia, dan ka Nani menuju Tsukuba Center sejauh sekitar 7,5 km. Sesampainya di sana, kami beristirahat di samping kolam ikan besar dan kemudian menuju titik pertemuan di depan
Koban (pos polisi). Dari sini, kami bergabung bersama kang Deni, mba Dian, pak Harsono, dan mba Ria.
|
Di Tsukuba center, burung hantu adalah lambang kota Tsukuba. |
Setelah berkenalan sebentar, memastikan anggota perjalanan lengkap dan sepeda nyaman digunakan, kami bergerak menuju stasiun Tsuchiura yang ditempuh sejauh 10 km.
|
perjalanan bersepeda menuju stasiun Tsuchiura |
Setelah perjalanan memegalkan paha dan betis, kami akhirnya tiba di stasiun Tsuchiura. Saya pertama kalinya menggunakan parkiran sepeda berbayar sejumlah 100 yen di sini. Ban depan sepeda diletakkan ke semacam alat penguncinya, kemudian untuk membuka kuncinya, kita harus memasukkan uang sejumlah 100 yen ke alat penerima uang dan menekan nomor alat parkir sepeda kita.
|
Parkir sepeda berbayar dengan kunci otomatis di samping Sta. Tsuchiura |
Di stasiun Tsuchiura, kami bertemu satu anggota perjalanan terakhir dan paling penting (karena membawa logistik makan siang XD), yaitu teh Windi. Dari sini, kami berangkat menuju stasiun Mito terlebih dahulu untuk mencapai stasiun Oarai.
|
di Sta. Tsuchiura |
Hal menarik dari kereta yang membawa kami dari stasiun Mito menuju stasiun Oarai adalah tidak seperti perjalanan kereta yang pernah saya coba, di rute ini tiket dibayarkan di dalam kereta. Masinis kereta akan memintakan uang tiket satu persatu dari penumpang.
|
Masinis yang sedang memintakan uang tiket ke penumpang. *Saya ambil secara diam-diam* :p
|
Dan akhirnya kami tiba di stasiun Oarai
|
Di depan stasiun Oarai. (dari kiri ke kanan: ka Tya, ka Ria, teh Windi, Pak Harsono, kang Deni, saya, ka Nani,dan ka Dian. Terimakasih untuk mas Suryo sebagai fotografer) |
Untuk sampai ke pantai Oarai, kami masih harus menempuh perjalanan sekitar 2 km dengan berjalan kaki.
|
masih melanjutkan dengan perjalanan kaki menuju pantai Oarai |
Sebelum masuk ke daerah pantai, kami mencari lokasi untuk makan siang. Menu pembuka disediakan dan diproses kemudian secara ‘adat’ :P. Selanjutnya, kami berjalan sedikit dari lokasi makan siang, dan bermain-main di pantai yang ternyata tidak begitu ramai. Hal menarik yang dilakukan di sini adalah memberi makan burung camar dengan ikan-ikan kecil, karena kebetulan saat kami tiba, ada beberapa orang Jepang yang sedang memberi makan burung camar.
|
di Pantai Oarai |
Puas bermain di pantai, selanjutnya adalah menikmati menu utama, soto asli khas Indonesia yang telah disiapkan bahan-bahan nya oleh teh Windi. Ittadakimasu ! :D
|
Ittadakimasu ! |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar