Sabtu, 28 Juni 2014

Summer Tsukuba #5: Puasa !

A 15 hours fasting !

Ada yang lebih spesial kali ini dari sekedar kunjungan kedua ke Jepang, ini kali pertama saya menjalankan tigaperempat bulan Ramadhan di negeri orang, ini kali pertama saya berpuasa selama sekitar 15 jam. Berpuasa di negeri dengan penduduk mayoritas nonmuslim sebenarnya bukan suatu masalah, apalagi jika mereka juga mengerti hal yang sedang kita lakukan. Jika ada hal yang berbeda dari hari biasa adalah bahwa saya absen dari makan siang bersama anggota lab lainnya. Karena memang sedang berpuasa, maka saat istirahat saya isi dengan kembali melanjutkan pekerjaan di lab. Satu hal lagi yang sangat berbeda tentu saja tidak ada pasar kaget penjual kolak pisang, pacar cina, atau kue-kue basah di kanan kiri jalan atau orang-orang yang menghabiskan waktu menunggu maghrib seperti di Indonesia.

Meskipun belum memasuki puncak musim panas di bulan Agustus, matahari bersinar lebih lama dari pada musim lainnya. Di sini, kita sudah memasuki waktu subuh di sekitar jam 3 pagi dan menjemput waktu maghrib di sekitar jam setengah 7. Durasi puasa memang berkisar 15 jam, terlihat berat apalagi di musim panas, tetapi jika dijalani ternyata biasa saja. Apalagi jika kamu menghabiskan lebih dari setengah waktu kamu di lab. Menjalani puasa di sini, Alhamdulillah, banyak diberi kemudahan karena pihak asrama TBIC pun menfasilitasi bagi para penghuni muslim, makanan untuk sahur. Pada malam sebelumnya, mereka yang berpuasa akan mengisi semacam borang yang berisikan menu untuk sahur. Variasi menunya tidak banyak, tetapi jenisnya cukup lengkap dari nasi/roti/cornflake, ada lauknya berupa ayam, serta minuman sari buah ataupun susu. Mas Andi, sebagai ketua komunitas WNI di TBIC, pun berhasil melobi pihak TBIC untuk menyediakan ruangan shalat yang lebih luas di lantai 2 selama bulan Ramadhan. Cukup kiranya memuat belasan muslim yang hendak bertarawih bersama di TBIC. Tarawih pun menjadi hal yang sangat berkesan di Ramadhan tahun 2013, karena inilah pertama kalinya saya berjamaah dengan muslim dari berbagai belahan dunia, dari Asia hingga Afrika, baik berkulit hitam maupun bule. Imam tarawih biasa dipimpin oleh seorang saudara Muslim dari Mesir yang bersuara merdu setiap kali membaca ayat-ayat Qur’an. Selain itu, setiap hari kami bergantian menyediakan ta’jil untuk berbuka bersama, sekedar sirup dan kurma yang dinikmati bersama-sama.

Di Tsukuba terdapat satu masjid yang biasa dijadikan semua komunitas muslim dari berbagai benua yang tinggal di Tsukuba untuk shalat jum’at berjamaah. Kamu jangan membayangkan sebuah masjid dengan kubah di tengah dan tiang-tiang penyangga berwarna putih atau lainnya. Masjid Tsukuba merupakan rumah (saya kurang tahu apakah hanya menyewa atau sudah dibeli) yang cukup besar dan memiliki 3 ruangan utama: ruang shalat pria, ruang shalat wanita, dan ruang untuk pengurus masjid. Di sampingnya terdapat semacam toko yang menjual macam-macam pangan halal. Meskipun demikian, di sini merupakan pusat komunitas muslim Tsukuba berkumpul, bercengkrama, dan saling berbagi persaudaraan, cinta, serta keimanan. Sepertinya sudah menjadi tradisi untuk melaksanakan buka puasa bersama setiap akhir pekan di sini. Biasanya pelaksana buka puasa dibagi per komunitas Muslim, misalnya pada minggu pertama dilaksanakan oleh komunitas muslim dari Timur Tengah yang menyediakan nasi biryani atau minggu kedua dilaksanakan oleh komunitas muslim dari Indonesia-Malaysia yang kali ini menyediakan menu ayam kecap, capcai, lumpia, hingga brownies kukus. Perjalanan dari TBIC menuju masjid sekitar satu jam yang ditempuh dengan naik sepeda. Seperti biasa, saya ke sana bersama Mas Andi dan Mas Suryo.

Masjid Tsukuba

Buka puasa bersama minggu pertama dengan menu utama nasi biryani

Buka bersama minggu kedua disiapkan oleh komunitas muslim Indonesia dan Malaysia. Saya pun ikut bantu-bantu mempersiapkannya :))
Alhamdulillah, Ramadhan tahun 2013 memang jadi Ramadhan yang demikian istimewa, bukan karena dijalani di negeri orang, melainkan betapa gembiranya bersua dengan saudara-saudara Muslim dari berbagai negara. Menjadi minoritas di negara lain memang membuat rasa persaudaraan dan kedekatan hati menjadi begitu terasa, tetapi bukan tentang itu, bukan hanya itu, Allah sedemikian baiknya mendekatkan hati-hati sesama muslim, memperingankan langkah-langkah kaki bersilaturahim serta tangan kita bersalaman, dan mulut kita yang tersungging senyum seraya berucap salam. Semoga Allah memberkahi tiap jumpa dan salam kita, semoga Allah merahmati tiap silaturahim yang senantiasa dihubungkan. Allahu yubarik fiikum




Tidak ada komentar:

Posting Komentar