Selasa, 22 Oktober 2013

Di Kanan dan Kiri Otak Kita

(sumber: meritgest.com)
Anda pasti pernah mendengarnya, menggangguk-angguk saat melihat infografis tentangnya, mengingat-ingat, kemudian bergumam, ”Benar juga”. Dengan berbagai macam sumber psikologi popular saat ini, kita terbiasa dengan perbedaan fungsi otak yang begitu terkenal, otak kiri adalah otak analisis, logis, dan matematis. Orang-orang yang lebih suka berpikir analisis, logis, sekuens, atau matematis adalah para pemakai otak bagian kiri. Di lain sisi, otak kanan adalah otak abstrak, seni, dan kreativitas. Maka ini adalah otak para seniman, orang-orang yang berpikir kreatif adalah para pengguna sejati otak bagian kanan.

Demikian dan selesai.

Sayangnya, semua itu tidak lebih dari pseudosains, mitos yang terbungkus sains, atau paling tidak, penyederhanaan yang terlalu terburu-buru dari suatu hasil riset ilmiah. Dari mana miskonsepsi lama ini berasal, di mana letak ketidaktepatannya, dan apa yang bisa kita dapat dari hasil penelitian terkini? Mari sejenak, kita kembali menyelami organ paling menajubkan sekaligus paling misterius yang dimiliki manusia, satu-satunya organ yang dapat mengeksplorasi dirinya sendiri, otak.

Belah otak jadi dua
Adalah Roger W. Sperry, peraih nobel di bidang fisiologi/kedokteran, seorang neurobiologis yang berhasil melakukan operasi pemisahan dua sisi (hemisfer) otak pertama pada pasien epilepsi di tahun 1961. Bagi Sperry pada saat itu, operasi pemisahan dua hemisfer otak merupakan harapan terakhir bagi pasien epilepsinya untuk mencegah penyebaran kondisi epilepsi dari satu sisi otak ke sisi lainnya. Operasi berjalan mulus, pasien epilepsi tersebut berhasil membaik dan berhenti mengalami kejang-kejang akibat epilepsi. Dengan kedua belah otak yang terpisah sekarang, dia tampak baik-baik saja, menjalani kehidupan yang kembali normal, menari, bercanda, mengingat, dan belajar tanpa ada masalah. Tetapi sesuatu yang aneh akhirnya teramati, dengan pensil di kedua tangan, pasien tersebut dapat menggambar bentuk geometris berbeda secara bersamaan, misal gambar lingkaran oleh tangan kanan dan segitiga oleh tangan kiri. Teramati seakan-akan pasien memiliki dua otak yang bekerja secara independen.

Masih ada lagi, ketika pasien melihat sebuah kata hanya dengan mata kanannya saja, dia bisa menyebutkannya tetapi tidak dapat menggambarkannya. Sebaliknya, jika pasien melihat sebuah kata hanya dengan mata kirinya saja, dia bisa menggambarkannya, tetapi tidak dapat menyebutkannya(1). Dari operasi pemisahan kedua sisi otak ini kemudian para peneliti menyadari adanya daerah-daerah khusus pada otak yang bertanggung jawab atas fungsi kognitif tertentu. Otak kanan yang memiliki kemampuan visual-spasial dan otak kiri yang memiliki kemampuan bahasa. Dari titik awal inilah, berkembang konsep lateralisasi fungsi otak (perbedaan fungsi kedua hemisfer otak), yang kemudian diinterpretasikan terlalu jauh sebagai otak kiri adalah otak analisis-logis dan otak kanan adalah otak abstrak-kreativitas.

Interpretasi atas hasil operasi ini nyatanya lebih kompleks dari sekedar dua fungsi otak yang saling berlawanan. Bahwa sebelum zaman penggunaan teknologi pencitraan otak (magnetic resonance imaging, dll.), penemuan fungsi-fungsi otak selalu diawali dari adanya defek (cacat) pada daerah otak tertentu yang teramati pada penderitanya. Dalam salah satu esainya di The Throwing Madonna, William H. Calvin mencatat, “Eksperimen pemisahan otak merupakan contoh yang bagus untuk studi mengenai kemampuan perpindahan fungsi otak dari sisi satu ke sisi lainnya, dibandingkan studi mengenai keterpisahan kemampuan dua sisi otak.” Sebagian besar pasien mengalami epilepsi sejak kecil, dimana perkembangan fungsi otak sedang tinggi-tingginya. Pada masa muda, fungsi otak dapat berpindah dari daerah yang cacat ke daerah lainnya di otak, begitu pula berpindah lintas hemisfer otak(2).

Para neurosaintis sendiri tidak berani mengambil interpretasi yang terlalu jauh dari hasil eksperimen pemisahan hemisfer otak. “Operasi pemisah otak tidak lebih dramatis,” tulis Calvin dalam esainya, “dari sekedar terciptanya konflik antara dua sisi tubuh.” Pada pasien pemisahan hemisfer otak, misalnya, sering terjadi alien hand syndrome, satu tangan menutup kancing baju sedang tangan lainnya membukanya(3). David Eagleman, neurosaintis dari Baylor College of Medicine, menekankan dalam bukunya, Incognito, “Pada operasi pencabutan seluruh bagian dari salah satu hemisfer otak (hemispherectomy), selama operasi dilakukan pada anak di bawah umur 8 tahun, anak tersebut akan tetap dapat menjalani hidup dengan normal walau hanya memiliki setengah otak.” Dengan hanya setengah otak yang dimiliki, dia tetap dapat tumbuh, bermain, mengerjakan matematika, dan hal-hal lainnya yang dilakukan anak normal. Pada titik ini, kedua hemisfer otak tampak seperti kembar, memiliki fungsi kognitif yang sama, satu sama lain(3).

Membedah otak saat ini
Menjadi pandangan yang diterima secara luas bahwa otak kiri berfungsi spesifik pada proses berpikir analisis dan otak kanan berfungsi spesifik pada proses berpikir abstrak atau holistik. Akan tetapi, teori tersebut bukanlah hal yang mudah untuk dibuktikan. Pada eksperimen yang terkontrol, sebagai contoh, sangat sulit untuk menciptakan metode eksperimen yang hanya menguji proses berpikir analisis saja atau proses berpikir abstrak saja. “Dalam kehidupan sehari-hari, hampir tidak ada pekerjaan yang tidak melibatkan kedua proses berpikir,” tulis Vivian Leung, “Saat anda membaca tulisan ini, otak bagian kiri akan memproses kata-kata dan urutannya, dan otak bagian kanan menyediakan makna dan konteks dari suatu kalimat” (4). Dari kerja sama kedua belah otak ini kemudian kita mengerti suatu kalimat secara menyeluruh.

Kreativitas, sungguh, merupakan bagian dari kognisi manusia yang masih menjadi tanda tanya besar akan mekanisme sesungguhnya. Menciptakan eksperimen yang hanya menguji daya kreativitas saja, dan tidak lainnya adalah hal yang tidak mudah dilakukan. Seperti studi yang dilakukan oleh Aziz-Zadeh terhadap 13 subjek, laki dan perempuan dari berbagai latar belakang pendidikan menghasilkan kesimpulan yang menarik. Dengan menggunakan teknologi pencitraan pada otak manusia (fMRI), Aziz-Zadeh dan tim memeriksa bagian otak yang bekerja saat subjek diberikan tugas berupa tugas yang bersifat menguji kreativitas dan tugas non-kreatif. Hasilnya, otak kanan memang memegang peranan penting pada tugas kreatif, tetapi hal yang menarik adalah tugas kreatif justru lebih memicu otak kiri untuk bekerja dibandingkan tugas non-kreatif(5). Nampaknya, kreativitas bukan sekedar dominasi dari kerja otak kanan. Begitu pula hasil review dari 72 eksperimen yang dilaporkan dalam 63 artikel oleh Dietrich memberikan kesimpulan bahwa kreativitas bukan hasil mandiri dari satu proses mental atau daerah otak tertentu, terutama bila dihubungkan dengan fungsi tunggal otak kanan atau sinkronisasi alfa, dan sebagainya(6).

Pada akhirnya, menilai bahwa diri sendiri atau orang lain lebih menggunakan otak kirinya atau otak kanannya adalah hal yang absurd. Bahkan dari studi pada sejumlah 1.011 subjek untuk melihat adanya kecenderungan orang lebih memakai otak kirinya atau otak kanannya tidak menunjukkan adanya kecenderungan demikian. Jeff Anderson dan tim dari Universitas Utah memindai otak subjek yang terdiri anak-anak hingga dewasa (7- 39 tahun). Kesimpulannya, tidak terlihat adanya pola kecenderungan lebih penggunaan otak kanan saja atau otak kiri saja(7). Sebagai gambaran sederhana, pada aktivitas menggambar (yang mungkin sering dikatakan sebagai aktivitas otak kanan), otak kanan anda akan terkonsentrasi pada gambaran besar, hubungan antara satu objek dengan objek lainnya pada gambar, dan posisi relatif dari objek yang ada pada bidang gambar, sementara otak kiri anda akan fokus pada detail dari objek dan gambar yang anda buat. Tidak ada aktivitas khusus yang menggunakan otak kanan saja atau otak kiri saja.

Referensi:
  1. Boehm, K. 2012. Left brain, right brain: an outdated argument. Tersedia di http://www.yalescientific.org/2012/04/left-brain-right-brain-an-outdated-argument/.
  2. Calvin, W.H. 1983. The throwing Madonna: essay on the brain. McGraw-Hill.
  3. Eagleman, D. 2011. Incognito: the secret lives of the brain. Vintage Book.
  4. Leung, V. 2013. The whole brain scientist. Tersedia di http://www.scq.ubc.ca/the-whole-brain-scientist/.
  5. Aziz-zedah, L., et.al. 2012. Exploring the neural correlates of visual creativity. Soc. Cogn. Affect. Neurosci., 8 (4): 475-480.
  6. Dietrich, A., R. Kanso. 2010. A review of EEG, ERP, and neuroimaging studies of creativity and insight. Psychological Bulletin, 136 (5): 822-848.
  7. Nielsen, J.A., et.al. 2013. An evaluation of the left-brain vs. right-brain hypothesis with resting state functional connectivity magnetic resonance imaging. Plos one, 8 (8): e71275.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar