Selasa, 14 Mei 2013

mtDNA dan Jejak Ibu Peradaban

(sumber gambar: ENB 105)
Pada tahun 1987, sebuah penelitian menarik dilakukan oleh Rebecca L. Cann dari University of California, Barkeley terhadap sampel populasi dari 5 daerah geografis yang berbeda. Rebecca L. Can, dkk mengambil darah 147 orang dari total 5 daerah dengan kondisi georgrafis yang berbeda, mengekstrak DNA yang berada di dalam organel sel bernama mitokondria, melakukan peruntunan gen (genome sequencing), dan melakukan analisis (mapping) sekuens gen-gen tersebut. Kesimpulan yang didapat sungguh menarik, semua DNA mitokondria ini berasal dari satu garis keturunan yang sama, berasal dari seorang wanita, yang diperkirakan hidup sekitar 200.000 tahun lalu dan tinggal di Afrika. Sesosok Hawa?

DNA (Deoxyribonucleic acid), kita kenal sebagai suatu cetak biru manusia, di mana seluruh informasi ‘luar-dalam’ manusia dikodekan dalam suatu untaian berpilin ganda. Dalam sel manusia, DNA utama tersimpan rapi dalam suatu inti sel atau nukleus. Meskipun demikian, ada suatu organel sel, tempat dihasilkannya energi bagi sel, yang memiliki untaian DNA berpilin dan membentuk lingkaran, yaitu mitokondria. DNA mitokondria (mtDNA) menjadi salah satu alat istimewa dalam melacak asal usul manusia karena karakteristiknya yang justru berbeda dari DNA pada inti sel. Sementara DNA di inti sel didapatkan dari hasil kombinasi gen ayah dan ibu, mtDNA hanya diwariskan oleh ibu. Meskipun seorang pria memiliki mtDNA yang berasal dari ibunya, ia tidak akan bisa menurunkan mtDNA kepada keturunannya. Hal ini disebabkan, saat proses pembuahan terjadi, ketika sel sperma memasuki sel ovum, mitokondria sel sperma akan mengering dan mati. Alhasil, hanya mtDNA dari sel ovumlah yang akan diwariskan kepada keturunan selanjutnya. Selain karakter di atas, mtDNA memiliki karakteristik lain, seperti tingginya jumlah kopi gen mtDNA, rendahnya proses rekombinasi DNA, laju mutasi yang lebih tinggi.

Sebuah pertanyaan menarik adalah bila mtDNA diturunkan hanya melalui jalur ibu dan tidak ada kombinasi dari gen ayah, apakah hal itu berarti kita memiliki sekuens gen mtDNA yang sama? Jawabannya adalah tidak. Laju mutasi gen mtDNA lebih tinggi dari DNA pada inti sel, terutama mutasi titik, di mana terjadi perubahan pada pasang basa DNA di titik-titik tertentu. Laju mutasi ini tampaknya tetap dari generasi ke generasi, yakni sekitar satu mutasi tiap 3000 generasi, sehingga para peneliti dapat mengestimasikan berapa lama mutasi yang telah terjadi. Secara sederhana, kita dapat melacakan (tracing) pendahulu-pendahulu kita dengan menganalisis mutasi yang terjadi pada mtDNA. Bila kita mencocokkan sekuens mtDNA pada orang-orang yang hidup saat ini, maka garis kesamaan sekuens dapat terlihat yang berarti semakin sama sekuensnya menunjukkan semakin berkerabat orang tersebut. Lebih lanjut, pada mtDNA terdapat bagian-bagian khas tertentu pada sekuens gen yang mengalami mutasi dan cenderung menunjukkan spesifitas daerah geografis tertentu. Misal mutasi pada bagian (macrohaplogroup) L pada mtDNA menunjukkan mtDNA berasal dari daratan Afrika, sementara macrohaplogroup A, B, C, dan D berasal dari Asia. Setelah dilakukan sekuens gen mtDNA pada populasi di berbagai daerah geografis di dunia, mencocokkan berbagai kombinasi gen yang sedemikian kompleks dengan menggunakan simulasi komputer, arus migrasi populasi dunia dapat dibuat dan titik awal populasi tersebut berada pada dataran Afrika. Pada titik kesimpulan inilah, hipotesis mengenai adanya nenek moyang yang sama pada seluruh umat manusia diajukan.

Pendekatan pencarian asal-usul leluhur manusia dengan menggunakan mtDNA tentu saja memiliki kelemahan. Beberapa metode lain diajukan, seperti dengan menggunakan penanda kromosom-Y (yang spesifik hanya laki-laki) sebagai pelengkap analisis dengan metode mtDNA. Terlepas dari apakah anda pendukung teori evolusi atau tidak, kesimpulan bahwa kita berasal dari leluhur yang sama masih sangat kuat dan dapat diperdebatkan.


Bacaan lebih lanjut:
  1. Oppenheimer, S. Mitochondrial DNA: the eve gene. Tersedia di http://www.bradshawfoundation.com/journey/eve.html [diakses 14 Mei 2013]
  2. Pakendorf, B. dan M. Stoneking. (2005). Mitochondrial DNA and human evolution. Annu. Rev. Genomics Hum. Genet., 6, 165-183.
  3. Wilkins, A. How mitochondrial eve connected all humanity and rewrote human evolution. Tersedia di http://io9.com/5878996/how-mitochondrial-eve-connected-all-humanity-and-rewrote-human-evolution [diakses 14 Mei 2013]
  4. Witas, H.W. dan P. Zawicki. (2004). Mitochondrial DNA and human evolution: a review. Antrop. Rev., 67, 97-110.
     


Tidak ada komentar:

Posting Komentar