Sabtu, 25 Januari 2014

Anak-anak Ibu

(sumber: natureandhealth.com.au)
Kita semua sepakat, Ibu adalah sekolah pertama anak-anaknya. Dari naungan rahim seorang ibulah, perkembangan awal manusia dimulai. Mengandung selama kurang lebih 9 bulan, menyapih, merawat-membesarkan hingga setiap anak manusia mampu berdiri dengan kakinya sendiri. Dan semua orang sepakat, peran Ibu sangatlah esensial dalam perkembangan segala aspek kompetensi anak manusia, kognitif, emosi, perilaku, juga tumbuh-kembang fisik dan mental. Ada pengaruh yang sedemikian besarnya, peran seorang ibu terhadap perkembangan anak. Kita tahu akan hal itu. Banyak studi-studi, contoh-contoh, pengalaman-pengalaman yang membenarkan pendapat tersebut. Golden age merupakan masa yang krusial dalam perkembangan anak, dan peran ibu menjadi sedemikian besarnya dalam mempengaruhi perkembangan emas anak pada rentang umur ini. Akan tetapi jauh sebelum itu, seorang ibu sudah memiliki pengaruh terhadap perkembangan anaknya. Terhadap perkembangan kemampuan anaknya untuk bertahan di dunia luar. Pengaruh ibu sudah dimulai sejak sel pertama manusia terbentuk; zigot.

The Maternal Effect
Kita semua mengenal materi ini; DNA, tak lain tak bukan adalah materi penyimpan semua informasi mengenai kemampuan fisik dan mental manusia. DNA adalah warisan pertama yang diturunkan oleh orangtua kepada keturunannya, menyimpan kombinasi karakter atau sifat kedua orangtua. Dari DNA, protein disintesis, sel dibentuk, jaringan dibangun, organ disusun, hingga seluruh kesatuan manusia dilengkapi. Hingga saat proses pembuahan berhasil dilakukan, ayah dan ibu kita membagi perannya sama. Kita akan menerima sebagian warisan genetik dari ayah dan sebagain lainnya dari ibu. Setiap bagian warisan ayah-ibu kemudian akan bersatu dan membelah terus menerus hingga tercipta manusia utuh. Hal yang selanjutnya menarik adalah setelah peristiwa ini terjadi, kita akan terus-menerus dalam lingkungan ibu, dari rahim hingga gendongan ibu.

Dalam studi hereditas dan genetika, ada istilah yang dikenal sebagai epigenetika, studi mengenai perubahan aktivitas genetis yang terjadi selain karena perubahan sekuens basa DNA. Apa artinya? Perubahan dalam skala molekular hingga (mungkin) fisiologis tubuh organisme, dapat terjadi tidak hanya karena ada perubahan (mutasi) pada sekuens DNA. Mekanisme bagaimana hal ini terjadi masih menjadi topik yang menarik untuk diteliti lebih lanjut, meskipun demikian mekanisme yang diketahui di antaranya adalah proses interferensi RNA, remodeling kromatin, metilasi DNA, dan modifikasi histone. Secara sederhana, peristiwa epigenetik merubah bagaimana suatu gen diekspresikan, lebih lanjut lagi, hal ini berarti protein-protein yang akan disintesis oleh suatu sel akan berubah, dan pada akhirnya mungkin saja terjadi perubahan struktur fisiologis organisme tersebut.

Fakta bahwa setelah proses pembuahan terjadi, suatu individu (terutama mamalia, juga manusia) akan terus menerus dalam lingkungan ibunya (terkandung dalam rahim hingga mendapat nutrisi dari ibu). Dalam skala molekular, organel sel seperti mitokondria hanya diperoleh dari sel telur ibu, mengingat mitokondria sel sperma berada pada ekornya yang akan terlepas saat ‘kepala’ sel sperma masuk ke dalam sel telur. Pada studi terhadap berbagai mamalia, pihak ibu dapat memicu terjadinya peristiwa epigenetik terhadap bakal janin yang berkembang dalam rahimnya, yang kemudian dikenal sebagai Maternal Effect. Secara harfiah, kita bisa mengatakan bahwa ibu memiliki akses (tanpa disadari) untuk merubah ekspresi gen (baca: merubah struktur molekular hingga morfologi) dari keturunan yang akan dilahirkannya. Hingga ke tingkat molekular pun, ibu memiliki peran dalam membentuk anak-anaknya.

Implikasi-implikasi
Tujuan utama dari mungkinnya fenomena ini terjadi, tak lain adalah kecendrungan alamiah mahluk hidup untuk bertahan hidup. Suatu insting yang amat mendasar bagi seorang (atau suatu) ibu untuk memperoleh keturunan terbaik yang bertahan hidup di dunia luar (rahim). Walaupun tidak menjamin keturunan berikutnya akan terhindar dari penyakit genetik ataupun ketidakmampuan yang disebabkan faktor genetik muncul, intervensi maternal effect memungkinkan kita memiliki keturunan dalam bentuk terbaik yang bisa diperoleh.

Mungkin ini adalah suatu interpolasi yang terlalu jauh, akan tetapi, jika seorang ibu memiliki keinginan kuat untuk memiliki anak-anak terbaik maka bisa jadi hal tersebut akan memicu terjadinya serangkaian proses yang akan berdampak pada janin yang dikandungnya. Dan pada akhirnya, kita memang anak-anak ibu kita, perwujudan dari harap dan cita sang ibu.

Catatan tambahan
Bagaimana dengan paternal effect, efek ayah, adakah ikut mempengaruhi keturunan yang akan dihasilkan? Pada skala genetik, tentu saja ada, mengingat kita terbentuk dari setengah kromosom ayah dan setengah kromosom ibu. Intensitas hubungan anak-ibu yang sedemikian besar semenjak sel zigot terbentuk memungkinkan ibu memiliki pengaruh besar selama perkembangan janin (selain pengaruh genetik yang memang diturunkan).

Bacaan lebih lanjut:
Champagne, F.A. dan J.P. Curley. (2009). Epigenetic mechanisms mediating the long-term effects of maternal care on development. Neuroscience and Biobehavioral Reviews 33, 593–600.

Qvarnström, A. dan T.D. Price. (2001). Maternal effects, paternal effects and sexual selection. TRENDS in Ecology & Evolution, 16(2), 95-100.

Wolf, J.B. dan M.J. Wade. (2009). What are maternal effects (and what are they not)? Philos. Trans. R. Soc. Lond. B. Biol. Sci., 364(1520), 1107-1115.



2 komentar:

  1. Wah penuh dengan sains. Yipiiii, nambah wawasan. Nice kak! tulisannya juga.
    Blog walking pertama. :D
    Salam kenal kak
    -wong Banten hhe

    BalasHapus