Kamis, 23 Juli 2009

Meneropong Lebih Jauh Isra’ Mi’raj Rasulullah

(sumber: news.nationalgeographic.com)
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-Israa’: 1)

Pada bulan Rajab tanggal 23 (menurut mayoritas ulama) telah terjadi suatu peristiwa luar biasa yang bahkan hingga saat ini masih sulit dicerna oleh keterbatasan akal manusia. Sebuah peristiwa yang menguji keimanan, meneguhkan hati-hati kaum muslimin, yaitu Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad saw. Pada masa itu, sekitar pada tahun dukacita (amul hazn) atau satu tahun sebelum peristiwa hijrah Rasulullah saw, para sahabat pun benar-benar diuji keimanannya untuk yakin pada peristiwa luar biasa tersebut.

Isra’ memiliki artian perjalanan Nabi saw pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang kemudian dilanjutkan dengan mi’raj yang berarti perjalanan Nabi saw ke Sidratul Muntaha dan langit tertinggi untuk bertemu Allah swt serta menerima perintah langsung shalat lima waktu.

Sekarang mari kita telaah pesan rahasia dari peristiwa tersebut dari sudut pengetahuan manusia saat ini. Perlu ditegaskan bahwa hal ini bukanlah untuk menggugat Isra’ dan Mi’raj, tapi mencoba menyibak sedikit lebih dalam mengenai hal-hal dibalik peristiwa luar biasa ini.

Dalam Isra’ dan Mi’raj paling tidak merupakan perjalanan dari satu tempat ke tempat lainnya dan tentu saja mengandung dua elemen, yaitu ruang dan waktu. Hal pertama yang kita pikirkan adalah Nabi saw bergerak dengan kecepatan cahaya untuk menempuh jarak dari Masjidil Haram ke Sidhratul Muntaha dan kembali lagi dengan selamat.

Namun argumen ini memiliki beberapa kelemahan. Seperti yang telah kita tahu cahaya bergerak 300.000 km/detik; dalam 4 jam Nabi saw hanya dapat mencapai jarak matahari-Neptunus (4.320 juta km). Bahkan dengan kecepatan cahaya sekalipun Nabi saw tidak akan mampu menembus langit pertama dalam waktu semalam, karena untuk mencapai Alfa Centauri saja perlu waktu 4,4 tahun!. Sehingga untuk keluar dari sistem tata surya sendiri pun belum. Selain itu andai Nabi saw bergerak dengan kecepatan mendekati cahaya maka tubuh beliau akan meledak sesuai dengan hukum relativitas khusus. Dengan demikian penjelasan melalui relativitas khusus ternyata tidak memadai untuk menjelaskan peristiwa isra’ dan mi’raj ini. Maka kita perlu menggunakan penjelasan lain.

Einstein mendapat hadiah Nobel karena penjelasannya terhadap efek foto listrik, namun menjadi raksasa ilmu pengetahuan karena melahirkan teori relativitas umum, teori geometri bagi gravitasi yang menyatakan bahwa tarik-menarik antar materi di alam semesta ini merupakan akibat dari kelengkungan ruang waktu! (silahkan tanya fisikawan terdekat yang bisa anda temui untuk penjelasan lebih rinci). Data yang ada memberikan kita informasi bahwa alam raya mengembang (expanding universe) yang berarti galaksi-galaksi saling menjauh. Jagat raya yang mengembang ini secara teoritis dapat dipenuhi oleh model jagat raya tertutup (closed), datar (flat), dan terbuka (open universe). Jika kita menggambarkannya secara dua dimensi maka kita akan mendapatkan permukaan bola, bidang datar, dan pelana kuda.

Kita ambil model alam semesta tertutup yang menjanjikan kehancuran (kiamat), big crunch. Dengan asusmsi alam raya berbentuk bola maka galaksi-galaksi yang ada akan menempel pada permukaan bola. Maka kita mengilustrasikannya dengan permukaan balon yang ditempeli kertas-kertas kecil. Permukaan balon menyatakan jagat raya secara keseluruhan, kertas-kertas kecil menyatakan galaksi-galaksi yang ada dan permukaan yang tidak tertutupi kertas menyatakan ruang antar galaksi. Jika balon atau jagat raya mengembang maka galaksi-galaksi yang ada di antaranya pun akan menjauh.

Meski bergerak dengan kecepatan cahaya, masih diperlukan jutaan tahun untuk bisa kembali lagi ke bumi, selain itu yang akan ditemui oleh Nabi saw, hanyalah galaksi, ruang kosong, galaksi, ruang kosong dan seterusnya. Maka penjelasan relativitas umum untuk ruang jagat raya melengkung juga tidak dapat memberikan penjelasan.

Penjelasan selanjutnya, kita memandang Mi’raj sebagai perjalanan keluar dari dimensi ruang-waktu kita. Di model 2 dimensi, kita tahu ada ruang ekstra di luar jagat raya kita. Ruang ekstra itu berada di dalam ataupun di luar permukaan bola. Jika raung antar-galaksi diasumsikan sebagai langit material, maka langit di ruang ekstra adalah langit immaterial. Oleh karena itu boleh jadi hukum-hukum ruang dan waktu tidak berlaku di sini, sehingga perjalanan luar biasa tersebut dapat berlangsung. Penjelasan di atas mungkin menimbulkan pertanyaan baru, seperti bagaimana formulasi dan implikasi dari eksistensi dimensi ekstra ini. Sekali lagi, penjelasan secara eksak dan tuntas mungkin masih jauh dari harapan kita, namun semua ini memberikan kita pesan tersirat bahwa masih adanya hal-hal di luar dimensi ruang-waktu kita ini. Wallahu alam bi shawab.

[Pustaka: Purwanto, Agus. Ayat-Ayat Semesta, 2008]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar