Minggu, 19 Juni 2011

Steps in Tokyo #3 : Closing remarks

“Opportunity follows struggle. It follows effort. It follows hard work. It doesn't come before.” (Shelby Steele).

12 Juni 2011
Hari ketiga di Tokyo dan rencana hari ini adalah kami berkunjung ke tempat mas Aisar terlebih dahulu di Yokohama. Dengan ditemani syafiq, ini adalah pengalaman pertama menjelajah kota Tokyo dengan kereta. Berangkat dari hotel pukul 06.00, kami tidak menyempatkan diri untuk sarapan di hotel terlebih dahulu. Berjalan kembali di sepanjang Tokyo Midtown, ada saja objek menarik untuk difoto atau untuk foto-foto, daerah ini memang dipenuhi bangunan dengan konsep artistik. Saya terkesima dengan jalan yang bersih dari sampah dan cuaca yang sejuk. Menuju stasiun subway Roppongi, saya tidak melihat adanya jejeran parkiran motor, namun sepeda yang dirantai rapi pemiliknya di sepanjang pagar jalan.

Menaiki Metro Subway dengan ongkos 170 yen, kami bergerak menuju stasiun Daimon untuk pindah jalur ke Asakusa line. Anda jangan membayangkan kereta di sana sama dengan kereta di Indonesia, tentu saja berbeda jauh. Bersih, tepat waktu, dan tidak ada pengamen atau orang yang berjualan. Dari Daimon menuju Sengakuji, pindah kereta menaiki Tokyo-JR. Bergerak terus, walaupun sempat salah kereta karena menaiki kereta yang berhenti di setiap stasiun, kami melaju ke arah Yokohama, tepatnya berhenti di stasiun Kamiooka. Salah satu keuntungan naik kereta di sini adalah kita bisa bayar karcis kereta belakangan. Pada awalnya ketika sudah membeli tiket terlebih dahulu di mesin tiket untuk tujuan tertentu, namun ternyata kita mau menuju tempat yang lebih jauh lagi, kita bisa membayar kelebihan jarak di stasiun tujuan lewat mesin fare adjustment. Kita tinggal memasukkan tiketnya, kemudian mesin tersebut akan menghitung berapa ongkos yang kita ‘hutang’, dan tinggal bayar. Baru kita bisa keluar dari stasiun, kemudian dari sini kami menaiki bus menuju tempat mas Aisar.

Bus di sini benar berbeda dari ada yang di Jakarta, bukan saja masalah harus berhenti di tempat yang sudah diharuskan, tapi juga posisi tempat duduknya yang berbeda. Anda tidak akan menemukan kondektur di sini, setiap penumpang harus bayar terlebih dahulu di awal pada mesin yang ada di samping supir bus. Untuk berhenti di tempat pemberhentian selanjutnya, kita cukup menekan tombol yang ada di samping tempat duduk. Setelah berhenti di tempat tujuan, kami berjalan sebentar menuju losmen mas Aisar.




Presentation again !?

Beristirahat sebentar di tempat mas Aisar, kami mendapat kabar, bahwa saya dan Lestian dijadwalkan presentasi lagi, namun kali ini di depan peserta lainnya di auditorium Tokyo Institute of Technology. Diawali dengan makan pagi dulu di salah satu restoran cepat saji, kami kembali menaiki kereta menuju Ookayama. Sesampainya di sana, kami mengikuti terlebih dahulu plenary session dengan pembicara Dr. Khairul Anwar dan salah seorang pembicara dari ITB. Sebuah pesan menarik dari Dr. Khairul Anwar, bahwa bagaimana, kita mahasiswa khususnya di Indonesia, bisa berpikiran terbuka dan tidak terkungkung hanya pada ruang kelas semata, beliau berucap, “think what you get from your 4 years; think whether your thesis can change the world, and corporate with others”. Bahwa memang orang-orang besar berpikir besar, melihat jauh ke depan, melangkah keluar dari zonanya, to think out of the box, di luar sekitarnya.

Break, dan kami akan presentasi setelah break makan dan sholat. Kali ini diawali oleh Lestian terlebih dahulu baru setelah itu saya. Maju dengan rasa percaya diri, itu adalah modal awal, karena bagaimana bisa menang jika sudah kalah lebih dahulu di luar arena. Di depan podium, saya tatap lurus-lurus audiens yang hadir, dan mulai mempresentasikan proposal saya. Walaupun kadang tersendat, namun saya tetap melaju hingga akhir slide. Sesi tanya jawab pun saya hadapi, dengan beberapa pertanyaan dari audiens, to think that I can speak in front of these people, bagi saya hal ini adalah sebuah langkah awal untuk maju, bergerak, berjuang mencapai cita. Struggle will be never end guys, karena kita memiliki visi besar, ini bukan tentang pencapaian diri sendiri, ini tentang membangun masyarakat, juga peradaban.




Wups, dan dilanjutkan dengan special session mengenai Tsunami, menghadirkan Prof. Takaki Naoyuki –jika saya tidak salah lihat di jadwal- berbicara mengenai kondisi di Fukushima, dan Dr. Dinar, berbicara mengenai assessment bencana tsunami. Setelahnya ada workshop dari FLP Jepang, mengenai penulisan. Ada juga bedah buku La Tahzan for Student, buku yang menarik, terutama bagi mereka yang ingin melanjutkan studi di Jepang, karena berisi mengenai cerita perjuangan para mahasiswa Indonesia yang berjuang di bumi sakura ini. Selanjutnya ada bang Shofwan, yang berbicara mengenai menulis, sebelum menulis itu dilarang.


Waaa,dan saya bertemu kembali rekan seperjuangan di Farmasi dahulu, Ancha. Lama tidak melihatnya, tidak banyak berubah, mukanya masih mirip dengan Eros Sheila on 7, namun hanya rambutnya saja yang gondrong. Berbicara banyak, ngalor ngidur, lumayan mengobati kerinduan, halah. Acara pun berakhir, begitupula rangkaian tiga hari acara AMSTECS 2011 ini.




Ikan-ikan mentah

Kami berdiskusi untuk rencana keliling Tokyo esok hari dengan sesama peserta dari Indonesia. Kata sepakat diucapkan dan kami akan berkumpul di depan stasiun Shibuya besok, tepatnya di pintu gerbang Hachiko. Malam ini, saya dan beberapa kawan dari ITB, Lestian, Syafiq dan Anton, berencana mencari warung sushi yang murah meriah. Sayang sekali Ancha tidak bisa ikut karena pukul 22.00 harus sudah kembali ke asramanya.

Berangkat dari stasiun Ookayama, kami menuju Jiyagaoka. Setelah sempat berputar-putar sebentar, kami akhirnya menemukan warung yang dimaksud. Mengambil menu yang seharga 136 yen sepiring, berisi dua potong sushi. Enak, benar-benar enak, saya menghabiskan tiga porsi piring sushi dengan jenis ikan yang berbeda-beda. Meskipun demikian, saya agak tidak menyukai rasa wasabi1, dengan sensasi menggigit lidah.

Perut sudah cukup kenyang dan saya kembali pulang ke Hotel. Istirahat untuk perjalanan seru esok harinya, a Tokyo trip.





Catatan-catatan:
1) Wasabi, Eutrema japonica, merupakan tanaman asli khas Jepang, yang berasal dari suku kubi-kubisan. Wasabi memiliki rasa yang menyengat dan biasa dimakan bersama irisan ikan segar.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar