Generasi Awal Istimewa
Tak pernah dipungkiri bahwa generasi teristimewa yang pernah ada di muka bumi ini hidup pada masa-masa awal perkembangan Islam. Generasi ini tidak pernah muncul lagi sesudahnya walaupun ada pribadi-pribadi yang memiliki kualitas yang sama dengan generasi ini, namun tetap saja kualitas yang muncul tersebut bersifat individual bukan dalam sebuah generasi.
Pegangan para generasi ini pun masih dimiliki oleh generasi sekarang, Al Quran dan perkataan, perbuatan, serta persetujuan dari Nabi Muhammad saw. Dengan jaminan dari Allah, pegangan ini tetap terjaga keasliannya sampai sekarang sehingga Al Quran dan As Sunah yang kita pegang saat ini adalah sama dengan yang dipegang generasi itu. Perbedaannya hanya mereka hidup bersama Muhammad saw, sedangkan generasi sekarang tidak. Namun jika hal ini menjadi alasan kemunduran generasi sekarang dibanding generasi itu maka niscaya Islam tidak akan pernah bertahan hingga saat ini, dan Allah sudah menjamin kelangsungan agama ini hingga hari akhir.
Kemudian apa yang berbeda dari generasi awal ini ? Jika melihat lebih dalam lagi, ada beberapa hal asasi yang dapat menjadi jawaban:
Al Quran adalah satu-satunya referensi hidup
Generasi awal hanya mengambil Al Quran sebagai sumber panduan mereka dalam setiap langkah dan gerak. Hal ini bukanlah karena pada zaman tersebut tidak memiliki peradaban, kebudayaan, atau ilmu pengetahuan, padahal zaman tersebut sudah ada kerajaan besar Persia, Yunani dan sebagainya. Di sekeliling semenanjung Arab, budaya Nasrani dan Yahudi sudah mewarnai sejak lama. Namun sudah ter-planning dengan baik bagaimana Muhammad saw membina para sahabatnya sehingga bisa terlepas total dari budaya-budaya jahiliyah.
Kesimpulannya adalah Muhammad saw mengarahkan pembinaannya agar referensi dari proses pembinaan tersebut hanya sumber orisinil Ilahi, yaitu Al Qur’an. Muhammad saw bertujuan membentuk suatu generasi yang bersih hatinya, bersih pemikirannya, murni hatinya dan lurus jalan hdupnya. Maka terbentuklah sebuah generasi gemilang yang pernah tercatat sejarah.
Al Quran untuk hidup
Generasi luar biasa ini mendekatkan diri dengan Al Quran bukanlah untuk menambah ilmu, bahan bacaan, atau pelipur lara. Bukanlah hanya semata-mata menambah isi pikiran dan dada, namun hakikat utamanya adalah memasukkan Al Quran dalam hidup mereka, urusan pribadi mereka, urusan masyarakat mereka. Dan tidaklah mereka menambah hafalannya kecuali sudah melakasanakan apa yang sudah dihafal sebelumnya. Perasaan belajar untuk melaksanakan ini lah yang membuat Al Quran sudah menginfiltrasi kehidupan mereka, menjadi daging dan darah mereka, hadir dalam setiap tarikan dan hembusan nafas.
Perasaan belajar untuk melaksanakan ini lah yang melahirkan generasi Qur’ani, mereka yang bukan hanya menjadikan Al Qur’an menjadi tempat kajian atau pelipur lara semata, tetapi juga menjadikan arahan Ilahi masuk dalam setiap gerak-gerik langkah hidup mereka.
Pemisahan penuh Jahiliyah dan Islamiyah
Faktor lain yang perlu dicatat adalah mereka, para generasi awal Islam, sudah meninggalkan secara menyeluruh kehidupan jahiliyah mereka dan memeluk cahaya Islam secara kaffah. Mereka sudah memisahkan adat dan kebiasaan jahilliyah dari dalam diri mereka dan hanya menjadikan Islam sebagai satu-satunya sikap hidup. Mereka mencurahkan segala hidup mereka dalam kehidupan Islam. Mereka menjadikan Islam untuk hidup mereka.
Untuk kita di zaman sekarang
Berbagai inflitrasi budaya-budaya jahiliyiah sudah memporak-porandakan masyarakat Islam. Masyarakat Islam bahkan sudah diserang pemikirannya sejak dini melalui berbagai macam media sehingga, pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan Al Quran bermunculan dari kalangan Islam sendiri. Di tengah kepungan kebudayaan jahiliyah ini, masyarakat Islam harus kembali kepada referensi utamanya Al Quran dan As Sunnah.
Tugas kitalah untuk tersadar mencabut segala akar-akar jahiliyah dari diri-diri kita, dari keluarga kita, dari masyarakat kita. Kita harus mengenal diri kita, menyadari jalan yang harus ditempuh untuk keluar dari suasana jahiliyah seperti para generasi awal ini. Wallahu’alam
Pustaka:
Sayyid Quthb. Ma’aalim fi Ath Thoriq
satu-satunya cara agar bumi tempat kita berpijak ini bisa selamat: kembali pada Al-Qur'an.
BalasHapusbtw, dah hafal berapa juz gam?
Semoga suatu hari nanti, bila saya punya nak, saya bisa membentuk generasi Qurani, tentu saja dengan menjaga baik amanah yang telah ditiipkan TUHAN pda saya. AMIn
BalasHapus@ bang ali: hehe, masih baru mulai bang
BalasHapus@ saptriyawati: aamiin