Jika kita bertanya di setiap sudut kehidupan ini
pertautan saling silang akan menunjukkan bagaimana banyak pertanyaan-pertanyaan yang sungguh saling terkait.
Prinsip-prinsip umum itu sungguh ada
mereka menyebutnya teori
dan dengan pengujian yang sungguh sangat teliti, mereka menyebutnya Hukum Alam
dan memang begitulah adanya, cara dunia bekerja
kita mungkin tidak selalu tahu mengapa.
Ketika molekul-molekul menyerap energi
mereka berjingkak, berputar, menari, melambungkan atom-atomnya, sikut dan tabrak sana-sini
mereka terlalu bersemangat!
dan kita menyebutnya menghangat, lalu memanas
dan memang begitulah adanya.
Jika anda mampu membaca bahasanya
tubuh manusia adalah buku terbesar sedunia, juga unik
maka molekulnya adalah huruf, nukleotida adalah kata-kata, dan gen…
kita bisa menyebutnya kalimat, merangkai informasi-informasi istimewa dari Pencipta
istimewa untuk saya, istimewa untuk anda
dan kita tak pernah benar-benar sama, meskipun terlahir berdua dalam identik
dan memang begitulah adanya.
Dalam seuntai pita paling memesona sejagad
ada begitu banyak kata yang dikombinasi menjadi begitu banyak kalimat
dan matematika sederhana memperkirakan anda memiliki peluang mendapat kombinasi yang sama teramat kecil,
dan memang begitulah cara kerjanya
Mengapa begitu, Ayah?
Mengapa hal ini terjadi, dan yang lain tidak,
mengapa air mengalir ke tempat rendah, dan bumi berputar?
Ini bukan pertanyaan konyol, apalagi mengada-ada
ini pertanyaan paling mendalam di dunia sains
dan mereka pun menjawabnya
karena ada dua kausalitas di jagad raya: energi dan entropi
karena segala sesuatu akan menurunkan energinya kalau bisa
karena segala sesuatu akan menaikkan entropinya kalau bisa
dan ini masalah keseimbangan keduanya.
Maka anda akan menemukan sesuatu berlalu spontan atau tidak,
dan memang begitulah adanya…
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,” (Qs. 3: 190)
Read More..
If you can't explain it simply, you don't understand it well enough. (A. Einstein, 1879-1955)
Sabtu, 26 Februari 2011
Sabtu, 12 Februari 2011
Apa Kabar Saudaramu?
Saya hendak menampar diri saya sendiri lewat tulisan ini
“Duduk termenung ia sendiri, adakah engkau perhatikan ? Jika ya, adakah engkau menyapa ? Jika ya, Sudahkah engkau berbuat untuknya ?”
Teringat sebuah hadist,
“Sesungguhnya kedudukan seorang mukmin di kalangan orang-orang beriman adalah seperti kepala dari tubuhnya. Ia akan merasa sakit jika badannya sakit.” (HR. Imam Ahmad)
Ada hubungan kuat antara sesama muslim, ada kasih sayang, ada kepekaan di dalamnya. Rasulullah mengandaikannya dengan hubungan sistem saraf di dalam tubuh kita, begitu cepat ketika bagian tubuh terluka maka bagian lainnya ikut merespon. Dalam sholat berjamah pun sudah seharusnya kita merapat hingga tak ada celah syaitan antaranya. Ada hikmah lainnya, kita dapat merasakan kondisi tubuh saudara kita di sebelah kanan dan kiri, terasa panas, demamkah ia, mungkin sedang menggigil.
Persaudaraan mana yang lebih erat ikatannya dari para Rasulullah dan para sahabat. Setiap orang memiliki karakter yang berbeda, namun satu sama lain paham, mengerti bagaimana cara menasihati yang tepat untuk setiap karakter.
Romantisme berukhuwah, itu usang mungkin tercemar
Digerus kesibukan bersama waktu, sudahkah kita melihat kanan dan kiri?
“Oh dia baik-baik saja, raut mukanya standar…”
Paling mudah melihat kondisi orang memang dari sikapnya atau air mukanya, tidak berbohong biasanya. Entahlah, tapi banyak orang yang pandai menyembunyikan perasaannya, masalahnya jauh di dalam hatinya.
Saya tidak berbicara kita seharusnya pandai membaca isi hati orang lain kawan. Hati bukanlah buku yang bisa dibuka dan dibaca dengan mudahnya. Tidak pula seperti membalikan kertas, hati hanya bisa dibolak-balikan oleh Sang Pemilik hati. Oleh karenanya tugas kita adalah sebatas mengupayakan agar hati saudara-saudara kita dapat terikat dan dekat kepada kita. Sayangnya terkadang, hati sendiri juga masih labil nan sering galau, sehingga bagaimana dapat mempengaruhi hati orang lain. Namun kita berada dalam kekeliruan ketika hal itu menjadi alasan besar untuk tidak peduli. Bergeraklah sebatas kemampuan kita, sebarkan kebaikan bukan kegalauan hati kita.
Ukhuwah-ukhuwah, tali-tali persaudaraan yang tersimpul erat dalam naungan cintaNya begitu indah, ketika bersama dalam ketaatan dan berpadu dalam perjuangan hidup. Hei-hei, tunggu dulu, benarkah? Benarkah keindahan itu, romantisme itu ada ketika kita berjabat erat dengan kesibukan-kesibukan dunia. Bagaimana dengan hal sederhana semacam tegur-sapa-tanya-kabar? Salam mungkin? Atau bahkan bertemu saja susah. Romantisme mu murni usang kawan, mengarat tenggelam bersama dengan kepedulian-kepedulian yang gompal.
Oh romantisme, apa yang anda pikirkan begitu mendengar kata itu, cintakah antara dua insan yang merindu dan bla..bla..bla.. Suci cinta itu ketika terbingkai dalam fitrahnya dan tak terjebak dalam maksiat kepadaNya. Rasa dirasa lama-lama terbawa, fitrah itu pun muncul. Tak masalah, namun menjadi masalah ketika fitrah itu terbablas, menurut kemaun nafsu yang berkedok perasaan indah. Interaksi-interaksi menjadi berbeda, tidak wajar, gaya-gaya manis, ucapan-ucapan indah, terdengar merdu, hal-hal yang semestinya hanya untuk pasangan yang sudah dituliskan di Lauful Mahfuz. Itulah cemaran yang bisa terjadi. Berlebihan menanggapi respon dan/atau kekurangan dalam merespon. Semua seharusnya ada kadarnya, semua akan tepat pada waktunya.
Rabithah, lupakah kita?
“Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa hati-hati ini telah berkumpul untuk mencurahkan mahabbah hanya kepadaMu, bertemu untuk taat kepadaMu, bersatu dalam rangka menyeru di jalanMu, dan berjanji setia untuk membela syariatMu, maka kuatkanlah ikatan pertaliannya, ya Allah, abadikanlah kasih sayangnya, tunjukkanlah jalannya dan penuhilah dengan cahayaMu yang tak pernah redup, lapangkanlah dadanya dengan limpahan iman dan keindahan tawakal kepadaMu, hidupkanlah dengan ma’rifahMu. Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan sebaik-sebaik penolong.”
Sempatkan kita, hadirkan wajah-wajah saudara kita dalam doa-doa tulus yang kita panjatkan. Berikan sedikit waktu kita, untuk menyebut nama-nama mereka dalam doa-doa khusu’ kita. Doakan untuk mereka kebaikan dalam sujud kita di sepertiga malam terakhir.
Atau...
Jangan-jangan untuk hal sederhana ini saja kita perhitungan….
wallahu’alam bishawab
Read More..
“Duduk termenung ia sendiri, adakah engkau perhatikan ? Jika ya, adakah engkau menyapa ? Jika ya, Sudahkah engkau berbuat untuknya ?”
Teringat sebuah hadist,
“Sesungguhnya kedudukan seorang mukmin di kalangan orang-orang beriman adalah seperti kepala dari tubuhnya. Ia akan merasa sakit jika badannya sakit.” (HR. Imam Ahmad)
Ada hubungan kuat antara sesama muslim, ada kasih sayang, ada kepekaan di dalamnya. Rasulullah mengandaikannya dengan hubungan sistem saraf di dalam tubuh kita, begitu cepat ketika bagian tubuh terluka maka bagian lainnya ikut merespon. Dalam sholat berjamah pun sudah seharusnya kita merapat hingga tak ada celah syaitan antaranya. Ada hikmah lainnya, kita dapat merasakan kondisi tubuh saudara kita di sebelah kanan dan kiri, terasa panas, demamkah ia, mungkin sedang menggigil.
Persaudaraan mana yang lebih erat ikatannya dari para Rasulullah dan para sahabat. Setiap orang memiliki karakter yang berbeda, namun satu sama lain paham, mengerti bagaimana cara menasihati yang tepat untuk setiap karakter.
Romantisme berukhuwah, itu usang mungkin tercemar
Digerus kesibukan bersama waktu, sudahkah kita melihat kanan dan kiri?
“Oh dia baik-baik saja, raut mukanya standar…”
Paling mudah melihat kondisi orang memang dari sikapnya atau air mukanya, tidak berbohong biasanya. Entahlah, tapi banyak orang yang pandai menyembunyikan perasaannya, masalahnya jauh di dalam hatinya.
Saya tidak berbicara kita seharusnya pandai membaca isi hati orang lain kawan. Hati bukanlah buku yang bisa dibuka dan dibaca dengan mudahnya. Tidak pula seperti membalikan kertas, hati hanya bisa dibolak-balikan oleh Sang Pemilik hati. Oleh karenanya tugas kita adalah sebatas mengupayakan agar hati saudara-saudara kita dapat terikat dan dekat kepada kita. Sayangnya terkadang, hati sendiri juga masih labil nan sering galau, sehingga bagaimana dapat mempengaruhi hati orang lain. Namun kita berada dalam kekeliruan ketika hal itu menjadi alasan besar untuk tidak peduli. Bergeraklah sebatas kemampuan kita, sebarkan kebaikan bukan kegalauan hati kita.
Ukhuwah-ukhuwah, tali-tali persaudaraan yang tersimpul erat dalam naungan cintaNya begitu indah, ketika bersama dalam ketaatan dan berpadu dalam perjuangan hidup. Hei-hei, tunggu dulu, benarkah? Benarkah keindahan itu, romantisme itu ada ketika kita berjabat erat dengan kesibukan-kesibukan dunia. Bagaimana dengan hal sederhana semacam tegur-sapa-tanya-kabar? Salam mungkin? Atau bahkan bertemu saja susah. Romantisme mu murni usang kawan, mengarat tenggelam bersama dengan kepedulian-kepedulian yang gompal.
Oh romantisme, apa yang anda pikirkan begitu mendengar kata itu, cintakah antara dua insan yang merindu dan bla..bla..bla.. Suci cinta itu ketika terbingkai dalam fitrahnya dan tak terjebak dalam maksiat kepadaNya. Rasa dirasa lama-lama terbawa, fitrah itu pun muncul. Tak masalah, namun menjadi masalah ketika fitrah itu terbablas, menurut kemaun nafsu yang berkedok perasaan indah. Interaksi-interaksi menjadi berbeda, tidak wajar, gaya-gaya manis, ucapan-ucapan indah, terdengar merdu, hal-hal yang semestinya hanya untuk pasangan yang sudah dituliskan di Lauful Mahfuz. Itulah cemaran yang bisa terjadi. Berlebihan menanggapi respon dan/atau kekurangan dalam merespon. Semua seharusnya ada kadarnya, semua akan tepat pada waktunya.
Rabithah, lupakah kita?
“Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa hati-hati ini telah berkumpul untuk mencurahkan mahabbah hanya kepadaMu, bertemu untuk taat kepadaMu, bersatu dalam rangka menyeru di jalanMu, dan berjanji setia untuk membela syariatMu, maka kuatkanlah ikatan pertaliannya, ya Allah, abadikanlah kasih sayangnya, tunjukkanlah jalannya dan penuhilah dengan cahayaMu yang tak pernah redup, lapangkanlah dadanya dengan limpahan iman dan keindahan tawakal kepadaMu, hidupkanlah dengan ma’rifahMu. Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan sebaik-sebaik penolong.”
Sempatkan kita, hadirkan wajah-wajah saudara kita dalam doa-doa tulus yang kita panjatkan. Berikan sedikit waktu kita, untuk menyebut nama-nama mereka dalam doa-doa khusu’ kita. Doakan untuk mereka kebaikan dalam sujud kita di sepertiga malam terakhir.
Atau...
Jangan-jangan untuk hal sederhana ini saja kita perhitungan….
wallahu’alam bishawab
Read More..
Langganan:
Postingan (Atom)