13 Juni 2011
Sarapan ngebut, kami langsung menuju stasiun Roppongi agar tidak terlambat sampai di Shibuya. Dengan membeli one day ticket1 kereta Metro, kami menuju Aoyama-itchome, kemudian berpindah jalur menuju Shibuya. Stasiun ini sangat ramai oleh warga Jepang yang akan beraktivitas hari ini. Berkumpul di sini, dan kami yang ikut adalah saya, Lestian, Ega, Dini, Ajeng, dan mba Sri. Ancha akan menyusul ikut setelah ikut kuliah terlebih dahulu. Sayangnya Surani terhambat keretanya karena ada orang yang melakukan jujitsu2 dengan menabrakkan diri ke kereta, sehingga pada akhirnya jadwal kereta menjadi terhambat. Alhasil, beliau tidak jadi ikut rombongan kami keliling Tokyo.
Sebelum berangkat, kami mempersenjatai diri terlebih dahulu dengan membeli onigiri3 sebagai bekal perjalanan. Pemandu kami hari ini adalah Ega, exchange student dari FK Hewan UGM, saat ini berada di Saga University. Diawali dengan membeli one day ticket kereta Tokyo-JR, seharga 750 yen, kami bergerak menuju stasiun Tokyo. Di sini kami menuju lokasi pertama yaitu Tokyo Imperial Palace. Sebelum sampai di Istana Kekaisaran, kami melewati Wadakura Fountain Park, sebuah taman yang didirikan untuk memperingati pernikahan kaisar Akihito dan permaisuri Michiko. Banyak obyek menarik pada taman ini, dan tentunya spot untuk foto-foto.
Istana dan Onigiri
Istana kekaisaran Tokyo merupakan tempat tinggal utama keluarga kerajaan, terletak di daerah Chiyoda, Istana ini terdiri dari beberapa bangunan, seperti istana utama (kyuden), kediaman keluarga kerajaan, taman-taman, serta pusat administrasi. Istana ini memiliki beberapa pintu gerbang, namun sayangnya saat kami berada di sana, tidak dapat masuk ke dalam. Di sepanjang pinggiran jalan Istana kami menemukan jejeran pohon sakura yang sedang tidak berbunga saat ini. Setelah itu kami beristirahat sebentar sambil menikmati onigiri yang kami bawa. Berjalan keliling sebentar, kemudian kami kembali ke stasiun Tokyo dan menuju Ueno, untuk melihat-lihat pasar yang ada di sana.
Akiba : Japan’s Mangga Dua
Di Ueno kami sempatkan untuk makan siang di kedai kebab orang Turki. Setelah kenyang makan, kami bergerak mencari mushola, dan sampailah pada Assalam Masjid. Di sepanjang perjalanan, kami menemukan kuil dengan taman di depannya. Banyak burung merpati jinak yang berkeliaran di taman tersebut. Setelah shalat, kami menuju Akihabara, pusat penjualan elektronik yang ada di Tokyo.
Di sini, kami sempat mencari beberapa souvenir yang menarik untuk dibawa pulang, dengan kisaran harga 300 yen ke atas. Ancha akhirnya menyusul kami tiba di Akiba, pusat perbelanjaan elektronik yang ada di Akihabara. Kemudian ancha mengajak kami untuk ke Laoks, salah satu tempat penjualan souvenir juga, namun agak lebih lengkap dari yang ada di Akiba. Kasir di Laoks, ternyata orang Indonesia, dan kami sempat mengobrol sebentar dengan beliau. Setelah puas berbelanja dan melihat-lihat, kami melanjutkan perjalanan menuju Harajuku.
Harajuku’s style: the lost identity
Harajuku merupakan salah satu pusat fashion terkemuka di Jepang. Di sini tujuan kami adalah Daishi shop, Toko 100 yen-an, menjual berbagai macam barang seharga sekitar 105 yen. Tidak banyak hal spesiel di Harajuku pada hari ini, karena bukan hari weekend, yang biasanya banyak para anak muda Jepang berdandan ‘aneh-aneh’.
Well, meskipun demikian, beberapa pelajaran menarik yang bisa saya dapat di sini. Mudah sekali kita menyimpulkan bahwa arus budaya barat tertanam kuat di sini. Saya pikir gaya hidup seperti ini bukanlah asli kultur masyarakat Jepang. Dengan segala moderinitas di sana-sini, saya melihat kekeringan aspek spritualitas. Tingginya angka bunuh diri menjadi salah satu tanda, tekanan hidup yang tinggi hanyalah sebuah pemicu namun dibalik semua itu, penilaian hidup hanya berdasarkan materi semata membuat orang kurang dapat menghargai hidup itu sendiri. Ada identitas yang hilang dari para pemuda Jepang di sini. Entahlah, tapi saya tidak dapat melihat kultur Asia khas Jepang di sini.
Jalan di Harajuku |
Tokyo Tower dan Tempura4
Dari sini kami berpisar dengan rombongan perempuannya, karena mereka sudah ke menara Tokyo sebelumnya. Kami bertiga, Saya, Ancha, dan Lestian menuju menara Tokyo yang terkenal itu. Sampai di sana, matahari sudah mulai menggantung rendah di ufuk barat. Kami sempatkan foto-foto sebentar kemudian kembali lagi ke stasiun. Malam ini Ancha berniat mentraktir kami tempura di daerah Shinjuku. Setelah shalat di mushola dekat lokasi, kami bergerak menuju restoran yang dituju. Di sini kami bertemu dengan seorang mahasiswa asal Indonesia dan memutuskan untuk makan bersama. Jujur saja, satu porsi tempura tidak lah sedikit, kami menghabiskannya dengan sangat kenyang.
Hari ini diakhiri dengan kaki pegal-pegal dan perut kenyang. Kami berterima kasih kepada Ancha yang sudah mentraktir kami. Kembali menaiki kereta dan berpisah di stasiun Tochomae, saya berkata suatu saat nanti, saya lah yang akan mentraktirnya di sini. Ini adalah harapan dan cita, suatu saat nanti saya akan merantau ke negeri orang, tidak berdiam diri di negeri sendiri.
Catatan-catatan:
1) one day ticket merupakan satu tiket khusus dimana kita bisa menggunakannya berulang kali dalam satu hari itu untuk berkeliling Tokyo.
2) jujitsu atau bunuh diri, terdapat kepercayaan bahwa mereka yang bunuh diri dengan menabrakan diri ke kereta biasanya memiliki masalah keluarga, karena pihak keluarga nantinya harus membayar ganti rugi akibat terganggunya jadwal kereta karena peristiwa bunuh diri tersebut.
3) onigiri merupaka makanan khas Jepang berupa nasi yang dipadatkan sewaktu masih hangat, berbentuk segiriga, bulat, atau seperti karung beras. Onigiri biasa dilapisi dengan rumput laut dan berisi ikan salmon panggang atau Umeboshi
4) tempura adalah makanan khas Jepang berupa makanan laut atau sayur-sayuran yang dicelup pada adonan berupa tepung dan digoreng hingga renyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar