Jumat, 13 April 2012

City of Wind #3

Lelaki yang berjalan mengarungi bumi tidak memiliki alasan lain kecuali pencarian akan suatu hal atau pelarian dari hal lainnya

Dalam perjalanan ruang dan waktu, jiwa dan raga, cinta dan rindu kita menapaki hal baru, mempelajari paling tidak bahwa dunia tidak sebegitu sempitnya sehingga kita bertemu dengan dia, dia dan dia. Perjalanan panjang akan selalu melelahkan, menelusup hingga ke sudut-sudut jiwa. Tetapi akan selalu menyenangkan bersama para angin, kau tahu ? Mereka membawa serta awan yang berarak lembut dalam hamparan langit biru. Saya selalu menemukannya, cumulus yang menggumpal seperti tumpukan kapas di terik hari dan sapuan cirrus di langit jingga senja.

Aku mengawali perjalanan ini bersama seorang kawan, seorang periang juga pelamun, selalu menarik garis simpul atas setiap tapak langkahnya. Ah, dan tentu saja beserta para angin yang berbisik-bisik riang, oleh karenanya kami sengaja bertolak dari titik ini, dari kota para angin selatan menuju kota para angin di utara bersama. Nampaknya, dia paham betul tabiat para angin selatan di musim semi ini, riang dengan kesenangan yang selalu menyeruak ke mana-mana. Tarian ilalang selalu menarik, belum lagi dengung riuh serangga-serangga pohon menyanyikan senandung alam.

Aku berbisik akan merindukan lembut tanah ini, bau rerumputannya serta lengkung warna di antara hijau daun setelah hujan. Selalu menenangkan berbaring di bukit paling tinggi, melihat langit berwarna biru langit, ya biru langit bukan biru muda apalagi biru laut. Hamparannya selalu menularkan keluasannya pada ruang hati yang terkadang menyempit, menatap langit selalu berarti menatap Sang Pemelihara secara langsung dan berharap Dia menatap balik kita ramah. Adalah ketenangan jiwa, hal yang sering kita gadaikan atas nama kesenangan hasrat.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar