Minggu, 26 September 2010

Uji Kit Test Kehamilan

Kit Test Kehamilan adalah sebuah set alat yang dapat digunakan untuk mengetahui kehamilan secara praktis. Sama seperti alat-alat yang dipakai dalam dunia kesehatan, Kit tes kehamilan pun perlu diuji alatnya untuk menjamin kualitas dari kit tersebut. Berikut beberapa uji yang dilakukan:

Uji Sensitivitas dan Spesifitas
Kit uji kehamilan pada umumnya menggunakan prinsip pengukuran hCG pada urin manusia. Sebelum dilakukan pengujian pada kit uji kehamilan, terlebih dahulu dilakukan kuantifikasi terhadap kadar hCG pada sampel urin manusia. Proses pengukuran ini dapat menggunakan metode immunokromatografi. Pada prinsipnya reaksi imunologi terjadi pada kertas kromatografi melalui aksi kapilaritas. Pada sistem ini menggunakan dua jenis antibody-antigen spesifik. Salah satu antibody ditempatkan pada kertas kromatografi (fase diam) dan lainnya dilabel dengan koloid emas (colloidal gold) dan diinfiltrasi ke tempat sampel (sample pad). Ketika cairan sampel diteteskan pada tempat sampel, maka akan terbentuk kompleks imun dengan antibodi yang dilabeli dengan koloid emas. Kompleks tersebut akan bergerak bersama dengan cairan sampel dan akan berinteraksi dengan antibodi yang ada pada kertas kromatografi dan menghasilkan garis berwarna merah ungu (Anonim, 2007). Selanjutnya kadar urin dianalisis berdasarkan pola kromatogram yang terbentuk.

Pada metode ini menggunakan sukarelawan wanita hamil (sampel positif) dan pria atau anak-anak (sampel negatif). Kadar hCG pada urin sukarelawan kemudian diperiksa menggunakan metode immuno kromatografi ataupun immuno-enzimologi. Selanjutnya seri sampel urin disiapkan untuk diperiksa dengan kit yang akan diuji. Urin yang memperlihatkan hasil negatif diuji sebanyak 14-16 kali, urin yang menunjukkan hasil positif dengan konsentrasi hCG yang diatur sampai pada batas deteksi kit diuji sebanyak 27-30 kali, dan urin yang menunjukkan hasil positif dengan konsentrasi hCG yang diatur hingga dua kali lipat dari batas deteksi kit diuji sebanyak 14-16 kali (Daviaud, 1993)
Pembacaan hasil uji dengan cara:
Spesifisitas = (negatif benar ×100%)/((negatif benar +positif palsu) )
Sensitifitas = (positif benar ×100%)/((positif benar+negatif palsu))
Akurasi = ((positif benar +negatif benar)×100% )/(jumlah sampel)

Uji Stabilitas dipercepat
Stabilitas dari kit tes kehamilan dapat diperiksa melalui uji stabilitas dipercepat. Metode ini dilakukan dengan cara menyimpan kit pada suhu 37°C selama tujuh minggu. Pada setiap minggu, tiap kit dikalibrasi menggunakan kontrol serum hCG WHO, 3rd IS 75/537, yang diencerkan sampai tingkat deteksi yang masih bisa diukur. Uji stabilitas dipercepat dihentikan bila hasil dari dua pengukuran kit yang disimpan pada suhu 37°C berturut-turut memperlihatkan perbedaan dari kit dari batch yang sama yang disimpan pada kondisi yang dipersyaratkan oleh pabrik (Daviaud, 1993).
Pustaka:
Anonim. 2007. Principle of Immunochromatography Kit. URL: http://www.bl-inc.jp/imno_e.html. Diakses pada 26 September 2010.

Daviaud, Jolle, Dominique Fournetm Chantal Ballongue, Guy-Pierre Guillem, Alain Leblanc, Claude Casellas, dan Bernard Pau. 1993. Reability and Feasibility of Pregnancy Home-Use Test: Laboratory Validation and Diagnostic Evaluation by 638 Volunteers. Clin. Chem 39 (1): 53-59.

Read More..

Rabu, 15 September 2010

Sterilisasi Gas: Faktor Pengaruh

Sterilisasi bukanlah hal yang asing di dunia kesehatan, mengingat banyaknya sediaan-sediaan farmasi maupun alat-alat kesehatan yang mensyaratkan dilakukan sterilisasi terlebih dahulu sebelum digunakan demi keamanan dari pasien. Sterilisasi dapat dilakukan dengan berbagai cara dimulai dari sterilisasi panas kering biasa hingga sterilisasi radiasi yang menggunakan inti-inti radioaktif. Pada bahasan kali ini kita akan berbicara mengenai sterilisasi gas.
Sesuai dengan namanya sterilisasi gas menggunakan gas (umumnya etilen oksida) sebagai zat pensteril. sterilisasi gas menawarkan kelebihan dibanding cara sterilisasi lainnya, berupa ekonomisitas. Tekonologi saat ini menjamin pengontrolan proses sterilisasi gas secara penuh oleh komputer (computerized control) dan juga penggunaan 100% gas etilen oksida secara aman.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sterilisasi gas, antara lain: (1) kelembapan relatif udara saat sterilisasi; (2) suhu saat sterilisasi dilakukan; (3) konsentrasi dari gas yang digunakan dan jangka waktu pemaparannya; (4) kemampuan penetrasi dari gas yang digunakan. Berbagai parameter sterilisasi tersebut merupakan variabel kritis sehingga dianjurkan untuk melakukan prakondisi bahan sampai didapatkan kadar kelembapan yang diperlukan dapat mengurangi waktu yang diperlukan agar diperoleh suhu yang diinginkan pada bahan sebelum dimasukan ke dalam bejana sterilisasi.

Kelembapan relatif udara saat sterilisasi
Kelembapan merupakan parameter paling penting yang mempengaruhi efisiensi proses sterilisasi dengan gas. Ketika kelembapan optimal tercapai, maka proses sterilisasi hanya bergantung pada aktivitas molekular dari gas pensteril dan interaksinya dengan populasi mikroba yang diekspos. Kondisi kelembapan relatif optimum untuk suhu 25°C, di mana terdapat kesetimbangan antara bahan dan lingkungan adalah 33%. Namun umumnya diperlukan kelembapan relatif yang lebih tinggi karena proses sterilisai biasanya berlangsung pada suhu yang lebih tinggi dari suhu kamar.
Kelembapan sangat penting dalam memfasilitasi pembentukan sisi reaktif (reactive sites) yang ada pada mikroba untuk berinteraksi dengan gas pensteril (sebagai contoh proses alkilasi oleh gas etilen oksida). Ketika sel atau spora mengering akan membuat interaksi sisi reaktif dengan gas pensteril menurun akibat terjadi perubahan pada bagian sel yang mengandung protein.
Apabila kelembapan relatif mencapai kesetimbangan dengan suhu kamar, namun suhu bahan yang akan disterilkan meningkat maka akan menyebabkan penurunan kelembapan pada permukaan mikroba. Kondisi ini terjadi ketika bahan yang akan disterilisasi sudah dikemas sehingga terdapat barier difusi kelembapan sehingga kelembapan relatif optimum hanya dicapai oleh lingkungan di luar kemasan. Solusi atas permasalahan ini adalah dengan memperbesar kelembapan relatif sebesar 33% agar dapat memberikan kelembapan yang mampu menembus kemasan sehingga kondisi optimum pada permukaan mikroorganisme dapat dicapai.
Pada praktiknya, kelembapan relatif pada chamber yang digunakan biasanya ditingkatkan hingga 40-50%. Hal ini akan membuat kelembapan diabsorbsi dengan baik oleh bahan dan menghasilkan gradient konsentrasi yang selanjutnya dapat meningkatkan laju difusi melintasi bahan pengemas.
Sebagai contoh pada gas etilen oksida diperlukan kelembapan yang tepat agar gas tersebut dapat berpenetrasi dan membunuh mikroorganisme. Pada kelembapan yang rendah (contoh, kurang dari 20%), laju kematian mikroorganisme menjadi tidak logaritmik dan dengan semakin berkurangnya kelembapan akan semakin meningkatkan resistensi mikroorganisme. Kelembapan pada chamber sterilisasi biasanya dinaikkan hingga 50-60% dan berlangsung sampai permukaan dan membran sel mikroorganisme dapat menyerap kelembapan sebelum pemberian gas etilen oksida. Namun tingkat kelembapan yang terlalu tinggi, yaitu ketika melebihi titik embun, juga dapat mengurangi efektifitas dari gas etilen oksida. Jika titik embun terlewati, maka akan terjadi proses pengembunan uap air di mana akan memperlambat perpindahan gas etilen oksida ke spora. Selain itu, gas etilen oksida dapat bereaksi dengan air sehingga dapat mengurangi jumlah molekul etilen oksida yang tersedia.
Uap air yang dimasukan ke dalam kamar sterilisasi bersama gas tidak akan dapat menghidrasi mikroorganisme secara memadai. Padahal uap air harus diserap oleh bahan-bahan di sekelilingnya dan dapat menembus mikroorganisme. Oleh karena itu pada setiap siklus sterilisasi harus terdapat masa menetapnya uap air sampai kelembapan relatif mencapai 95%.

Suhu saat sterilisasi
Sterilisasi dapat berlangsung pada suhu kamar namun akan membutuhkan waktu pemaparan yang lama. Oleh karena itu, agar waktu sterilisasi berjalan efisien, umumnya dilakukan peningkatan suhu. Setiap kenaikan suhu sebesar 17°C dalam kisaran 5-40°C akan mengurangi waktu sterilisasi menjadi setengah kalinya. Penggunaan suhu yang sangat tinggi untuk sterilisasi gas sudah tidak dilakukan sejak seringnya sterilisasi terhadap bahan yang termolabil. Kisaran suhu 60°C dianggap sebagai batas tertinggi untuk sterilisasi gas.

Konsentrasi gas pensteril dan lama sterilisasi
Efektifitas dari sterilisasi bergantung pada interaksi antara molekul gas pensteril dengan mikroba yang diekspos. Oleh karena itu, semakin banyak molekul gas semakin cepat laju kematian dari mikroba. Meskipun demikian, besarnya konsentrasi dari gas pensteril juga perlu diseimbangkan dengan biaya yang dibutuhkan.
Selain itu laju sterilisasi bergantung pada tekanan parsial gas yang ditentukan oleh jumlah gas pada chamber. Jika konsentrasi gas diduakalikan maka waktu pemaparan yang dibutuhkan menjadi setengah kalinya. Sebagai contoh, konsentrasi gas etilen yang biasa direkomendasikan di pabrik-pabrik, yaitu 850-900 mg/L selama 3 jam atau 450 mg/L selama 5 jam pada suhu 54°C. Untuk mencapai tingkat keefektifan maksimum, digunakan konsentrasi gas etilen oksida sebesar 500 mg/L. Bila konsentrasi gas etilen oksida bukanlah faktor yang paling menentukan maka laju peng-inaktifan spora akan meningkat dua kali lipat setiap kenaikan suhu sebesar 10°C.
Waktu yang diperlukan pada proses sterilisasi gas cukup lama. Waktu sterilisasi berhubungan dengan tingkat kontaminasi, kelembapan, suhu, dan konsentrasi gas. Sebagai contoh, diperlukan konsentrasi etilen oksida sebesar 450 mg/L dan di bawah kondisi tekanan 27 Psi, suhu 55°C, dan kelembapan relati 50% untuk dapat melakukan proses sterilisasi dengan baik dalam jangka waktu 2-3 jam. Pada umumnya, waktu pemaparan berlangsung selama 6 jam dengan menggunakan etilen oksida untuk memberikan batas aman dan waktu yang cukup bagi gas untuk berpenetrasi ke bahan.

Kemampuan penetrasi gas pensteril
Penetrasi gas melewati barier kemasan menentukan banyaknya gas yang sampai pada mikroorganisme. Sangat penting untuk memastikan bahwa benda-benda yang akan disterilisasi gas telah bersih. Adanya partikel organik akan mengurangi efisiensi proses sterilisasi tetapi tidak mencegah proses tersebut. Oklusi mikroorganisme dalam bentuk kristal juga akan mencegah difusi kelembapan secara komplit. Penetrasi gas akan lebih efektif bila gas tersebut secara luas dapat diabsorbsi oleh berbagai bahan

Demikian sedikit-banyak mengenai sterilisasi gas, semoga bermanfaat.

Pustaka:
Gillis, John R. dan Greg Mosley. Validation of Ethylene Oxide Sterilization Processes. Dalam Agalloco, James dan Frederick J. Carleton (ed.). Validation of Pharmaceutical Processes 3rd edition. New York: Informa Healthcare USA

Read More..

Selasa, 14 September 2010

Kontrol Kualitas Produk Steril

Suatu produk yang dimaksudkan untuk digunakan secara steril tentunya harus mengalami proses sterilisasi terbih dahulu. Ketika produk tersebut telah selesai melewati proses sterilisasi, maka langkah selanjutnya adalah melakukan kontrol terhadap produk steril tersebut. Pada industri bagian ini dikerjakan oleh tim QC (Quality Control). Paling tidak berikut gambaran kontrol kualitas dari produk steril:

Tingkat Keyakinan Sterilitas (Sterility Assurance Levels)
Tingkat Sterility Assurance Levels (SAL) didefinisikan sebagai kemungkinan keberadaan mikroorganime yang masih dapat hidup pada suatu produk setelah mengalami proses sterilisasi. SAL biasa diekspresikan dengan 10-n. Pemilihan SAL yang tepat dipengaruhi oleh tujuan dari penggunaan produk yang akan disterilisasi dan kestabilan produk tersebut terhadap proses sterilisasi. Perhitungan D10 digunakan untuk menghitung dosis yang harus digunakan untuk mencapai SAL yang diinginkan. Suatu produk yang disterilisasi dapat dikatakan steril, jika secara teoritis kemungkinan mikroorganisme untuk dapat bertahan hidup adalah 10-3 atau 10-6, tergantung dari tujuan penggunaan produk tersebut. Namun nilai SAL dapat ditoleransi menjadi kurang dari 10-6 jika produk tersebut, (1) tidak dapat menerima proses sterilisasi yang dapat mencapai nilai SAL 10-6 tanpa berefek buruk pada keamanan dan fungsi produk tersebut; (2) memberikan keuntungan untuk diagnosis, perawatan, dan penyembuhan pasien; (3) sangat unik sehingga tidak ada produk alternatif lain yang dapat menerima proses sterilisasi yang dapat mencapai nilai SAL 10-6.
Produk yang seharusnya memiliki nilai SAL 10-6 adalah sebagai berikut:
1.Produk yang ditujukan untuk berkontak dengan jaringan tubuh, seperti:
a.Perban luka
b.Kateter jantung
c.Sarung tangan operasi
d.Alat suntik
e.Jarum hipodermik
f.Larutan parenteral
g.dan lain sebagainya
2.Produk yang merupakan saluran cairan steril, seperti:
a.Saluran cairan dari set IV
b.Saluran cairan dari alat suntik
c.Wadah penyimpan produk steril
d.dan lain sebagainya
3.Alat implan operasi, seperti:
a.Sediaan implan
b.Lensa intraokular
c.Benang jahit operasi
d.dan lain sebagainya
Nilai SAL sebesar 10-3 ditetapkan untuk produk yang tidak dimaksudkan berkontak dengan jaringan tubuh, seperti:
1.Koleksi spesimen atau peralatan transfer, seperti:
a.Tabung koleksi sel darah untuk keperluan tes diagnostik in vitro
b.Peralatan media kultur
c.Pipet yang digunakan untuk keperluan serologi
d.Wadah spesimen
2.Peralatan topikal, seperti:
a.Elektrode ECG
b.Pakaian operasi
c.dan lain sebagainya
3.Peralatan yang berkontak dengan mukosa, seperti:
a.Alat penekan lidah
b.Sarung tangan
c.Kateter urin
4.Produk yang tidak tahan pada proses sterilisasi untuk mencapai nilai SAL 10-6, seperti:
a.Katup jantung buatan
b.dan lain sebagainya

Evaluasi Bioburden Produk
Bioburden adalah populasi dari mikroorganisme yang dapat hidup pada bahan baku hingga pada komponen suatu produk akhir. Faktor yang dapat mempengaruhi bioburden adalah:
1.Bahan baku; sintetik lebih rendah dari organik
2.Komponen produksi; pembuatan dengan mesin lebih rendah dari buatan tangan
3.Tingkat kontrol lingkungan produksi
4.Peralatan pembantu perakitan produk; seperti udara terkompresi, air, lubrikan
5.Pembersihan pendahuluan sebelum pengemasan
6.Pengemasan dari produk akhir; otomatis dengan mesin lebih rendah daripada manual
Pengujian bioburden produk membutuhkan data jumlah dan identitas dari mikroorganisme. Identifikasi mikroorganisme tersebut tidak perlu terlalu dalam, namun data tentang jenis bakteri gram apa dengan genusnya memberikan informasi yang berguna dan dapat digunakan untuk pengawasan perubahan mikroorganisme dan sebagai perbandingan data mikroorganisme yang muncul kembali selama monitoring lingkungan. Evaluasi bioburden dilakukan dengan cara memilih 10 kemasan secara acak dari satu lot produk yang baru diproduksi. Jumlah sampel dapat diturunkan menjadi 5 kemasan jika harga produk sangat mahal. Produk percobaan dapat digunakan dengan syarat terbuat dari bahan dan proses pembuatan yang sama. Produk yang ditolak selama proses pembuatan dapat pula digunakan selama produk tersebut diperlakukan pada semua langkah produksi. Produk yang sudah kadaluarsa atau sudah lama tidak dapat digunakan karena tidak dapat mewakili keadaan produk yang baru diproduksi.
Metode yang digunakan untuk pengujian bioburden harus divalidasi agar diketahui hubungan antara jumlah estimasi dengan jumlah mikroorganisme yang ada sebenarnya. Metode apapun yang digunakan haruslah reproduksibel sehingga dapat dibandingkan dengan data yang dibuat kemudian. Semua perlakuan harus menghindari hal-hal yang dapat mempengaruhi kemampuan bertahan hidup dari mikroorganisme, seperti kenaikan temperature, pengocokan, ataupun kejutan osmotik (osmotic shock). Estimasi bioburden terdiri dari tiga fase:
1.Pemindahan mikroorganisme dari produk dengan teknik ekstraksi, seperti ultrasonifikasi, agitasi mekanis, pencampuran vortex, pembilasan, contact plating, dan lain-lain. Surfaktan dapat digunakan untuk memfasilitasi pemindahan mikroorganisme.
2.Pemindahan mikroorganisme ke media kultur dengan cepat; metode yang digunakan di antaranya adalah filtrasi membrane, pour plating, spread plates, dan lain sebagainya. Kondisi inkubasi yang tepat harus diperhatikan, seperti pada bakteri aerob pada 30-35°C selama dua hari, ragi dan kapang pada 20-25°C selama 5-7 hari, dan bakteri anaerob pada 30-35°C selama 3-5 hari.
3.Perhitungan koloni.

Uji Sterilitas Produk
Ada dua pendekatan yang dapat digunakana untuk melaksanakan uji sterilitas produk, yaitu:
1.Pencelupan langsung produk pada medium kultur atau medium kultur ke produk, selanjutnya diinkubasi selama 14 hari. Pada proses ini perlu diperhatikan:
Produk mungkin harus dibongkat sebelum terpapar ke media transfer atau secara aseptis dibagi terlebih dahulu sebelum dipindahkan ke wadah medium.
b. Media kultur harrus dapat menjamin kontak dengan keseluruhan bagian produk
c. Pengocokan atau agitasi setelah perpindahan di media kultur
d. Mempertahankan kontak antara medium dengan produk selama masa inkubasi
2.Pemindahan mikroorganisme dari produk dengan cara elusi dan filtrasi atau memisahkan mikroorganisme yang akan dipindahkan ke kondisi pertumbuhan. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
a. Penggunaan teknik elusi mirip dengan yang digunakan pada proses estimasi bioburden
b. Penambahan surfaktan mungkin diperlukan untuk memperbaiki pemindahan mikroorganisme dengan melembabkan permukaan produk
c. Filter membrane yang digunakan berkisar pada 0,45 mikron
d. Pemindahan filtrat ke media kultur dilakukan secara aseptis
Umumnya hanya digunakan satu media kultur yang optimal untuk pengkulturan mikroorganisme aerobik dan fakultatif. Medium soybean-casein digest (tripic soy broth) merupakan media yang paling umum digunakan dan sampel uji diinkubasi pada 28-32°C selama 14 hari. Sampel harus diperiksa tiap hari dan dicatat hasil perkembangannya
Medium pertumbuhan harus diuji terlebih dahulu kualitasnya dalam menumbuhkan bakteri sebelum digunakan pada uji sterilisasi, dan efek produk terhadap kemampuan mikroorganisme untuk tumbuh harus dievaluasi dengan uji bakteriostasis/fungistasis. Hasil uji akan dibandingkan dengan pertumbuhan mikroorganisme uji pada wadah dengan atau tanpa produk.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi disain metode uji steriilitas adalah sebagai berikut:
1)Bagian produk yang akan dibuat klaim sterilitasnya
2)Sifat fisiko-kimia dari produk
3)Kemungkinan tipe organisme yang akan mengontaminasi dan lokasinya pada atau di dalam produk.
Metode yang digunakan untuk uji sterilitas selama validasi akan mempengaruhi hasil uji coba.

Pustaka
Booth, Anne F. 2001. Sterilization Validation and Routine Operation Handbook: Radiation. Lancaster: Technomic Publishing Company, Inc.
Read More..