Minggu, 18 April 2010

Alami Tidak Selalu Aman


Obat-obat herbal, seperti jamu dan obat-obat dalam bentuk ekstrak tumbuhan, hingga saat ini dipercaya secara umum tidak akan menimbulkan efek samping yang berbahaya bagi tubuh, benarkah demikian ? Perbedaan paling mendasar antara obat herbal dan obat sintetik adalah dari segi asal zat aktif yang terkandung di dalamnya. Zat aktif dari obat-obat sintetik dibuat berdasarkan sintesis kimia, seperti mereaksikan zat A dengan zat B, yang proses sintesis tersebut tentunya bukan hal yang sederhana. Pada obat-obat sintetik, zat aktif yang terkandung di dalamnya diharapkan merupakan senyawa murni (bukan berarti dalam satu obat hanya ada satu zat aktif saja) karena pengontrolan terhadap penetapan dosis dan efek toksik sangatlah penting. Bayangkan jika ternyata ada senyawa pengotor lain (bahkan senyawa yang hanya memiliki perbedaan pada bidang polarisasinya saja, bukan strukturnya termasuk senyawa pengotor) maka akan menjadi sangat sulit untuk memprediksi efek-efeknya pada tubuh.


Berbeda dengan obat sintetik, zat-zat aktif yang terdapat pada obat-obat herbal berasal langsung dari tumbuhan. Pembuatan obat-obat herbal sendiri bermacam-macam mulai dari langsung menggunakan bagian tumbuhan yang dipercaya berkhasiat hingga mengekstrak zat kimia tumbuhan yang diketahui memiliki efek farmakologis, bahkan sampai mengisolasinya. Senyawa-senyawa kimia pada tumbuhan umumnya bukanlah senyawa murni. Senyawa tersebut biasanya berikatan dengan senyawa-senyawa lain, seperti gula dan lain sebagainya. Hingga saat ini alasan tersebutlah yang diasumsikan membuat obat herbal menjadi lebih ramah bagi tubuh.

Kepercayaan masyarakat umum sekarang menganggap obat herbal pasti aman. Namun hal tersebut perlu dikaji ulang. Pada dasarnya setiap obat merupakan zat kimia asing dari luar tubuh yang dapat menjadi pedang bermata dua. Meskipun obat herbal diketahui lebih aman dari obat sintetik, efek toksik dari obat herbal tetaplah ada. Sebagai contoh herbal sambiloto yang diketahui memiliki efek hepatoprotektif (melindungi hati) dan immunomodulator (pembangkit sistem imum), ternyata tetap memiliki efek samping, seperti anoreksia, gangguan pada saluran pencernaan, hingga syok anafilaksis jika diberikan melalui jarum suntik. Contoh lainnya adalah mahkota dewa yang dipercaya berkhasiat mengobati berbagai penyakit ini jika dikonsumsi secara langsung biji buahnya akan sangat beracun atau gambir yang digunakan sebagai anti diare, ternyata bila digunakan secara berlebihan justru akan berakibat pada kesulitan buang air besar. Sama seperti obat sintetik, efek samping timbul akibat konsumsi obat yang tidak sesuai. Dengan kata lain, obat herbal pun sama dengan obat sintetik, memiliki efek samping dan tidak akan selalu aman. Ibu hamil dan menyusui dan anak-anak tetap menjadi pihak yang rentang terhadap penggunaan obat, baik sintetik maupun herbal. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan obat-obatan herbal antara lain:
•Keamanan obat herbal pada umumnya;
•Kandungan racun yang mungkin dikandung tanaman herbal yang digunakan;
•Efek yang merugikan pada organ tertentu, seperti sistem kardiovaskuler, sistem saraf, hati, ginjal dan kulit;
•Keamanan obat-obatan herbal untuk pengguna yang rentan, misalnya: anak-anak dan remaja, lansia, wanita selama kehamilan dan menyusui, pasien dengan kanker dan pasien bedah;
•Interaksi yang mungkin terjadi di antara komponen obat herbal;
•Waktu penggunaan yang tepat.

Obat herbal pada umumnya dipilih karena ketidakpercayaan terhadap obat sintetik, baik dari segi khasiat maupun efek samping. Meskipun demikian lebih baik lagi bagi kita untuk tetap menjaga kesehatan. Lebih aman dan lebih murah.


Pustaka:
http://www.apoteker.info/Pojok%20Herbal/khasiat_medis_sambiloto.htm
http://www.smallcrab.com/kesehatan/687-efek-samping-pengobatan-herbal
WHO. 2002. WHO Monograph on Selected Medicinal Plants Vol.2. Geneva: World Health Organization, Hlm. 12-21

Read More..

POTENSI Andrographis Paniculata Nees SEBAGAI ANTI VIRUS HIV DAN VIRUS FLU BURUNG

Ringkasan

M. Gama Ramadhan*, Khairul Basyar*
*Mahasiswa Departemen Farmasi Universitas Indonesia

Penyakit yang disebabkan oleh virus hingga saat ini masih menjadi persoalan kesehatan yang belum terselesaikan. Berbagai macam obat telah ditemukan namun resistensi obat-obat tersebut menjadi penyebab ketidakefektifan terapi penyakit virus. Penyakit HIV (Human Imunodeficiency virus) dan virus flu burung menjadi penyakit yang sampai saat ini belum dapat disembuhkan. Penyakit oleh virus ini telah menjadi pandemik di seluruh dunia. Kemoterapi oleh obat-obat kimia menimbulkan banyak efek samping bagi pasien serta resistensi bila digunakan dalam jangka waktu panjang. Hingga saat ini, masih belum ditemukan obat-obat anti virus yang benar-benar menyembuhkan penyakit HIV dan virus flu burung.

Bertolak dari permasalahan tersebut maka diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai obat-obat anti virus jenis baru. Calon-calon obat ini dapat berasal dari senyawa tumbuhan, seperti andrografolida. Sambiloto atau Andrographis paniculata sudah lama terkenal sebagai tanaman obat yang memiliki berbagai khasiat. Tanaman ini sudah lama digunakan sebagai jamu oleh masyarakat Indonesia. Beberapa penelitian menunjukkan adanya aktivitas anti virus, anti bakteri, dan anti malaria dari andrografolida dan turunannya. Andrografolida diperkirakan dapat menjadi inhibitor protease bagi HIV dan menghambat haemaglutinin dari virus virus flu burung. Hal ini mengindikasikan senyawa andrografolida dan derivatnya dapat menjadi obat baru dalam terapi HIV dan virus virus flu burung.

Potensi yang ditunjukkan oleh Andrographis paniculata cukup menjanjikan dalam pengembangan obat anti virus. Penentuan bentuk sediaan yang tepat merupakan hal yang penting untuk menjamin jumlah senyawa aktif yang adekuat dalam peredaran sistemik dan dapat diterima oleh pasien.


korespondensi penulis: gm_ramadhan@yahoo.com
Read More..

MANAJEMEN BENCANA GEMPA BERBASIS FARMASI

Ringkasan

Nisa Yulianti*, M. Gama Ramadhan*, Offi Eka Hartisyah*
*Mahasiswa Departemen Farmasi Universitas Indonesia

Bencana merupakan hal yang dapat terjadi kapan saja, di mana saja, dan kepada siapa saja. Namun, hal tersebut tidak berarti menghindari atau mengurangi dampak yang diakibatkannya. Bencana dapat ditanggulangi akibatnya jika terdapat suatu manajemen yang baik mengenai penanggulangan bencana. Bencana dapat muncul dalam berbagai bentuk, salah satunya adalah bencana gempa. Bencana gempa cukup banyak terjadi di Indonesia, sehingga menuntut masyarakat Indonesia untuk dapat menanggulanginya dengan baik. Bencana gempa tidak hanya dapat menimbulkan kerusakan pada infrastruktur saja tetapi juga dapat mengancam kesehatan korban bencana. Oleh karena itu, peran tenaga medis sangat diperlukan dalam mengantipasi kemungkinan gangguan kesehatan yang muncul saat dan pasca bencana gempa terjadi.

Bertolak dari permasalahan diperlukannya peran tenaga medis dalam mengoptimalkan penanggulangan bencana gempa, pemulis menggagas topik manajemen bencana gempa berbasis farmasi. Kenapa harus berbasis farmasi ? Hal ini dikarenakan masih sedikitnya peran farmasis dalam merespon bencana yang terjadi. Selain itu permasalahan kesehatan yang timbul mengindikasikan diperlukannya tenaga ahli yang mampu mengatur logistik obat-obatan sehingga dapat menjamin ketersediaan obat-obatan yang diprioritaskan, pemberian informasi obat kepada pasien, dan pengawasan penggunaannya

Manajemen bencana yang baik menjadi suatu keharusan agar dapat meminalisir segala kerugian yang terjadi. Manajemen bencana yang baik akan dapat timbul jika ada koordinasi yang baik antara pihak-pihak terkait dan sinergisitas pada pelaksanaannya.


korespondensi penulis: gm_ramadhan@yahoo.com
Read More..